Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam
 
Oleh:
Edi Priyanto
C.      Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan pedoman
sistem penilaian hasil belajar peserta didik madrasah aliyah, yang diterbitkan
oleh Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia, maka ketentuan pelaksanaan penilaian
belajar siswa yaitu:
1.   
Pengertian Penilaian
Sebagaimana
penjelasan Direktorat Pendidikan Madrasah, bahwa:
Penilaian dalam KTSP adalah penilaian
berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan
untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran
dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah
keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang
ditentukan.Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa
Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dahim
Kompetensi Dasar (KD).Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus
dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). 
Penilaian merupakanan suatu proses untuk mendapatkan
informasi tentang perkembangan, prestasi, dan kinerja peserta didik yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh pendidik
selama pembelajaran berlangsung dapat dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur
dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau basil belajar yang akan
dinilai. Dari proses ini, diperoleh potret kemampuan peserta didik dalam
mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam
kurikulum.
Dengan
demikian, bahwa penilaian adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk
mengetahui, memahami, dan menggunakan hasil kegiatan belajar siswa dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar anak yang diperoleh
melalui evaluasi itu tidak hanya sekedar untuk diketahui dan dipahami guru,
tetapi yang lebih penting ialah digunakan untuk alat ukur kenaikan kelas,
meluluskan murid dan sebagainya.
2.   
Fungsi Penilaian
Direktorat
Pendidikan Madrasah dalam buku Pedoman Sistem Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Madrasah
Aliyah, menjelaskan
bahwa penilaian memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Menggambarkan
pencapaian kompetensi peserta didik.b. Mengevaluasi
hasil belajar dalam rangka peningkatan prestasi peserta didik baik secara
akademik maupun non akademik. c. Sebagai alat
diagnosis bagi pendidik untuk menentukan apakah peserta didik perlu mengikuti
perbaikan atau pengayaan. d. Menemukan
kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna
perbaikan proses pembelajaran berikutnya. e. Sebagai
informasi bagi pendidik untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta
didik. 
Pelaksanaan
fungsi pertama dan kedua terutama menjadi tanggung jawab guru, pelaksanaan
fungsi ketiga dan keempat lebih merupakan tanggung jawab bimbingan dan
penyuluhan. Sedangkan fungsi kelima merupakan alat ukur untuk mengetahui
perkembangan peserta didik.
3.   
Prinsip-prinsip Penilaian
Prinsip
penilaian harus mengacu pada standar penilaian pendidikan. Prinsip-prinsip
tersebut mencakup:
a.      
Sahih,
berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b.     
Objektif,
berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai. 
c.      
Adil,
berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak
membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa,
dan jender.
d.     
Terpadu,
berarti penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran. 
e.      
Terbuka,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f.      
Menyeluruh
dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan
menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan
peserta didik. 
g.     
Sistematis,
berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah yang baku. 
h.     
Menggunakan
acuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
yang ditetapkan. 
i.       
Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya. 
Dengan
demikian, dalam hal ini pendidik harus menggunakan pedoman dalam memberikan
skor terhadap jawaban peserta. Untuk itu, penilaian dapat dijadikan dasar untuk
memperbaiki proses pembelajaran, penilaian bukan hanya untuk menilai prestasi
peserta didik tetapi juga mencakup semua aspek hasil belajar untuk tujuan
pembinaan dan bimbingan. Penilaian dirancang dan dilakukan sesuai dengan
prosedur dan prinsip-prinsip yang ditetapkan. Rencana penilaian harus dilakukan
bersamaan dengan penyusunan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Karena itu, instrumen penilaian disusun dengan merujuk pada SKL, SK, dan KD
yang kemudian konsisten dengan kriteria pencapaian ketuntasan yang telah
ditetapkan, maka instrumen penilaian harus disusun melalui prosedur yang sesuai
dengan ketentuan.
4.   
Teknik Penilaian
a)   
Observasi
Observasi
adalah penilaian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta didik selama pembelajaran
berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan
data kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun
informal. Sedangkan menurut Edy Supriyadi bahwa
teknik penilain observasi lebih bersifat pada teknik penilain informal sehingga
lebih cenderung sebagai alat bantu saja dan dikhususkan untuk tindakan-tindakan
siswa yang mudah diamati dan ditafsirkan. Menurutnya pengambatan (observasi) dilakukan
terhadap kegiatan siswa secara terus menerus selama berlangsungnya
pembelajaran. Guru  melakukan pengamatan
terhadap siswa pada saat mereka membaca, bekerjasama dengan teman lainnya,
mengerjakan tugas-tugas, memecahkan masalah, dan kegiatan lainnya yang hanya dalam lingkup kegiatan pembelajaran formal.
Pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan lembar
pengamatan atau tanpa lembar pengamatan. Jika dilihat
dari kerangka kerjanya, maka observasi dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :  
1)  
Observasi berstruktur, yaitu kegiatan
guru sebagai pengamat telah
ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor-faktor
yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah
ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas. Dengan demikian ini bisa diakatakan sebagai observasi
formal.
2)  
Observasi tak berstruktur, yaitu semua
kegiatan guru sebagai observer tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang
pasti. Kegiatan observer hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri sehingga disebut sebagai observasi non formal. 
Hal tersebut sebagaiamana menurut S.W. Indrawati, dkk. yang dikutip dari Pauline Young bahwa berdasarkan
prosedur dan pelaksanaannya observasi dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1)  
Observasi
terstruktur (Controlled observation)
adalah observasi yang prosedur serta pelaksanaannya sangat ketat, dibantu
dengan alat-alat yang peka, dan dalam lembar observasinya digunakan proses
kontrol sehingga dimungkinkan dapat dilakukan observasi kembali. Oleh karena
itu dalam penyusunannya biasanya sangat terperinci dan rancangannnya sangat
kompleks, serta biasanya sebelum observasi yang sesungguhnya dilakukan maka
terlebih dahulu dilakukkan beberapa simulasi.
2)  
Observsi
tak terstruktur (Uncontrolled observation)
adalah “proses observasi yang dilakukan secara spontan terhadap suatu gejala
tertentu tanpa mempergunakan alat-alat yang peka atau pengontrolan kembali atas
ketajaman hasil observasi tadi. Lembar observasi sebagai pedomana pelaksanaan
pun dibuat sangat sederhana, hanya dibuat garis besar pedoman tanpa suatu
rancarangan yang kompleks.” 
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa teknik
penilaian obsevasi merupakan salah satu teknik non-tes, artinya dilakukan bukan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pengetahuan (kognitif) siswa sudah
terlampaui. Namun lebih diutamakan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan
sikap yang meliputi perilaku, minat, dan perasaan siswa setelah mengetikuti proses
pembelajaran. Dengan demikian teknik observasi sangat cocok digunakan untuk
mendapat nilai afektif dari siswa. 
b)  
Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis
non-tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun
tidak langsung dengan peserta didik. Tujuan diadakan wawancara adalah untuk
diperolehnya informasi secara langsung guna melakukan verifikasi terhadap suatu
situasi atau kondisi tertentu, sebagai pelengkap suatu penyelidikan ilmiah, dan
agar diperoleh data yang dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Sedangkan pertanyaan
dalam wawancara
dapat menggunakan bentuk seperti berikut : 
1. Bentuk pertanyaan
berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban yang sesuai dengan apa yang
terkandung dalam pertanyaan tersebut. Artinya jawaban yang tepat sudah tersedia
atau dimiliki oleh pewawancara. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika
masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret. 
2. Bentuk petanyaan tak
berstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka dimana peserta didik secara
bebas menjawab pertanyaan tersebut dengan argumentasi dan penjabaran yang luas
tanpa batasan. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban yang sudah
dipunyai oleh pewawancara kepada peserta didik, karena jawaban dalam pertanyaan
itu bebas. 
3. Bentuk pertanyaan
campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran yaitu kombinasi
antara wawancara berstruktur diselingi dengan wawancara dengan jawaban yang
bebas. 
Sedangkan berdasarkan sifatnya wawancara dibedakan
menjadi dua jenis yaitu:
Wawancara langsung dan tidak langsung. Wawancara
langsung di mana pewawancara melakukan komunikasi langsung dengan subyek yang
ingin dinilai, sedangkan wawancara tidak langsung bilamana pewawancara
memperoleh data dari subyek yang dinilai melalui perantara. Misalnya ketika
ingin memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata
kuliah, dinamakan wawancara langsung bila wawancara dilaksanakan dengan peserta
didik yang bersangkutan. Bila wawancara dilakukan dengan orang lain, misalnya
dengan orang tua peserta didik, disebut dengan wawancara tidak langsung 
Dengan demikian wawancara sebagai teknik pengambilan
nilai afektif terhadap peserta didik sangat relevan karena guru akan lebih bisa
mengetahui curahan hati peserta didiknya jika dalam melakukan wawancara terjadi
imporvisasi terutama dilakukan pada jenis wawancara tak tersetruktur. Artinya,
guru akan lebih mengetahui dibalik segala sikap yang dilakukan siswa dari hasil
observasi yang meliputi alasan, sebab-akibat, dan faktor lain yang di luar
jangkauan guru. Oleh karena itu obervasi saja tidak cukup dalam penilaian
afektif karena kadang kala sesuatu yang dilihat tidak seperti apa yang dilihat
terumata jika tidak dilakukan secara sungguh-sungguh.
c)   
Intuisi
Setiap manusia pasti mempunyai feeling atau perasaan karena
perasaan merupakan pemberian dari Tuhan sejak manusia lahir, sehingga kekuatan
perasaan antara manusia satu dengan yang lain bisa berbeda tergantung pada
pengasahan masing-masing individu. Kata ‘perasaan’ punya arti hasil atau
perbuatan merasakan sesuatu dari akibat digunakannya panca indra, rasa atau
keadaan batin sewaktu menghadapi (merasai) sesuatu, dan pertimbangan batin
(hati) atas sesuatu sehingga menjadi sebuah pendapat. 
Sedang intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui
penalaran rasional dan intelektualitas. Seolah-olah pemahaman itu tiba-tiba
saja datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran serta kemampuan manusia.
Intuisi merupakan alat untuk meraba sesuatu yang sangat sulit untuk dijangkau
oleh rasional, terutama ketika di waktu-waktu yang sulit.
Dalam berintuisi lebih ditekankan pada kemampuan hati (perasaan) untuk memahami
atau mengetahui segala sesuatu.
Dengan demikian intuisi bisa menjadi salah satu rujukan bahkan rujukan akhir
(penentu) setalah dilakukan cara-cara lain dalam pengambilan keputusan terhadap
sesuatu hal yang harus diterapkan.  
Dasar digunakannya intuisi oleh
guru dalam pengambilan keputusan pemberian nilai afektif terhadap peserta didik
adalah karena penilaian afektif lebih ditekankan pada aspek perasaan (emosi)
dan perbuatan yang spontan dari peserta didik. Dengan kata lain guru melakukan
penilaian terhadap manusia yang mempunyai jiwa, sehingga untuk menilai jiwa
yang tidak nampak tersebut diperlukan daya intuisi dan daya rasa yang kuat oleh
guru. Penilaian afektif jika hanya dilakukan dengan penekanan angka-angka saja
tanpa melibatkan intuisi dari guru maka sama halnya guru tersebut menganggap
peserta didik sebagai benda mati yang tidak punya jiwa. 
Selain itu dalam penggunaan
intuisi juga diperlukan kemampuan empati yang kuat oleh guru, artinya guru
harus merasakan dengan sungguh-sungguh posisi peserta didik dengan seolah-olah
ia menjadi peserta didik tersebut. Dengan kata lain guru harus benar-benar
merasakan penderiataan batin peserta didik. Oleh
karena itu penggunaan intuisi sangat sulit untuk dipertanggungjawabkan secara
formal (adminsitratif) karena ditakutkan lebih banyak unsur subjektifitasnya sehingga
secara luas penggunaan intuisi tidak serta merta dilakukan begitu saja oleh
guru tanpa terlebih dahulu mengumpulkan data-data (hasil pengindaraan dari
panca indra) secara formal melalui instrumen penilaian. 
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pentingnya intuisi dalam penilaian adalah untuk membantu guru dalam
pengambilan keputasan yang bersifat mendesak atau butuh waktu cepat, guru
menghadapi permasalahan yang ambigu, dan informasi atau data yang terlalu
komplek atau bahkan tidak memadai. Dalam pemberian keputusan ini idealnya
adalah untuk hal-hal yang sifatnya tidak rutin, namun sangat penting untuk
segera diambil kebijakan. Oleh
karena itu penggunaan intuisi dalam penilaian afektif tidak sepenuhnya salah
karena untuk melibatkan unsur-unsur kemanusiaan yang luwes dan cenderung
subjektif namun demikian penggunaan intuisi bukanlah tindakan awal namun adalah
tindakan akhir ketika tidak ada jalan lain atau tidak ada waktu lagi untuk
menggunakan cara selain intuisi.  
d)  
Konversi
Konversi
adalah pengubahan atau
pengolahan skor mentah yag berupa angka menjadi huruf. Jika tidak ada kegiatan konversi ini,
maka nilai tidak bisa dinterpretasikan. Dalam pemberian penilaian kepada peserta didik selain digunakan angka
sebagi pembanding antar siswa juga dapat dilakukan dengan pemberian huruf
(pelabelan) seperti A, B, C, D, dan E. Dalam pemberian label yang berupa huruf
tersebut tentu bukan dicantumkan sekenanya tanpa instrumen jelas. Nilai huruf
tersebut muncul karena hasil pengkorvesian dari skor (angka) yang terakumulasi
dari beberapa skor setiap tindakan (sikap) yang dilakukan peserta didik. Dalam
pengkorversian tersebut diperlukan beberapa rumus dan standar penilaian
sehingga diperoleh nilai yang benar-benar dapat diterima oleh logika
kuantitatif . Dengan kata lain, karena penilain sikap sangat sulit untuk
mencari perbadingan tingkatannya antara siswa satu dengan yang lain maka
digunakan penilain huruf.  
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
penilaian afektif dalam konversi penilaiannya adalah konversi dari penilain
afektif sendiri tidak dipengaruhi oleh hasil penilaian dari ranah kognitif dan
psikomotirik. Sebagaimana menurut Fajar bahwa penggabungan antara penelian
afektif dengan kognitif tidak bisa dilakukan karena dalam penilaian afektif
dengan kognitif aspek-aspek secara terperinci yang dinilai berbeda satu sama
lain. Bahkan untuk aspek afektif lebih ditekankan pada wilayah kualitatif
sedangkan kognitif pada wilayah kuantitatif. Walaupun pada kenyataannya untuk
aspek afektif dalam pemberian skor perilaku siswa pada salah satu atau beberapa
item pada ranah afektif boleh digunakan angka sebagai alat bantu perbandingan
skor antara siswa. Namun untuk nilai akhirnya dari nilai skor (angka) tersebut
dikonversikan dalam bentuk huruf. 
Sedangkan
beragam teknik dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan
belajar peserta didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil
belajar. Pengumpulan informasi pada prinsipnya cara penilaian kemajuan belajar
peserta didik berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai. Indikator-indikator dapat ditentukan, apakah dengan tes tertulis,
observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Berikut ini
adalah diagram bentuk penilaian tes dan non-tes:
5.   
Langkah-langkah Pelaksanaan Penilaian
a.   
Penetapan Indikator Pencapaian Hasil
Belajar
Indikator merupakan ukuran, karakteristik,
ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi atau menunjukkan
ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator pencapaian hasil belajar dibuat
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Perumusan indikator
pencapaian hasil belajar menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur,
seperti: mengamati, membedakan, mengidentifikasi, menghitung, menganalisis,
menyimpulkan, menceritakan kembali, mendeskripsikan, mendemonstrasikan, dan
mempraktekkan.
Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh
pendidik dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan peserta didik. Setiap
kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih Indikator pencapaian
hasil belajar merupakan acuan yang digunakan dalam melakukan penilaian. 
b.  
Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi
Dasar, dan Indikator 
Pemetaan standar kompetensi dilakukan untuk
memudahkan pendidik dalam menentukan teknik penilaian. Contoh pemetaan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 : Pemetaan standar kompetensi 
 
   
No 
 | 
   
Aspek 
 | 
   
Standar
   Kompetensi 
 | 
   
Kompetensi 
Dasar 
 | 
   
Indikator 
 | 
   
Kriteria
   ketuntasan 
 | 
   
Teknik Penilaian 
 | 
  
   
Tes 
 | 
   
Pref 
 | 
   
Prod 
 | 
   
Proy 
 | 
   
Port 
 | 
  
 
  
1 
 | 
  
Men-de- 
ngar- 
kan 
 | 
  
Kemampuan 
memahami 
makna
  dalam 
teks
  percaka- 
pan,
  transak- 
sional/
  inter- 
personal,
  sangatsederhana un- 
tuk
  berinteraksi 
dengan
  lingkungan terdekat 
 | 
  
Merespon
  per 
cakapan
  tran- 
saksional
  (to getthings done) dan 
interpersonal 
untuk
  berso- 
sialisasi
  lisan 
secara
  akurat, 
lancar
  dan ber 
tema
  yang melibatkan 
tindak
  tutur 
mengapa
  yang 
belum/
  sudah 
dikenal,
  mem 
perkenalkan 
diri
  sendiri/ 
orang
  lain, memerintah ataumelarang 
 | 
  
Mer- 
espon 
sapaan 
yang 
belum/ 
sudah 
dikenal 
Merespon 
perkenalan
  diri 
sendiri/ 
orang 
lain 
Merespon 
perintah/
  larangan 
 | 
  
75% 
  
  
  
  
  
  
75% 
  
  
  
  
  
  
70% 
 | 
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
 | 
  
V 
  
  
  
  
  
  
V 
  
  
  
  
  
  
V 
 | 
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
 | 
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
 | 
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
  
  
  
  
  
  
- 
 | 
 
  
2 
 | 
  
Berbi-cara 
 | 
  
Kemampuan 
mengungka- 
pkan
  makna 
dalam
  teks 
lisan,
  fungsi- 
onal
  pendek, 
sangat
  sederhana secara akurat, lancar dan 
berterima
  untuk 
berinteraksi 
dengan
  lingkungan terdekat 
 | 
  
Mengungka- 
pkan
  makna 
dalam
  bahasa 
lisan
  terutama 
dalam
  teks 
lisan,
  fungsional pendek(misal: berbagai instruksi, 
berbagai
  daftarbenda, ucapanselamat) sangat 
sederhana 
dengan
  akurat,lancar 
 | 
  
Memberi 
Instruksi 
 | 
  
  
 | 
  
- 
 | 
  
V 
 | 
  
- 
 | 
  
- 
 | 
  
V 
 | 
 
  
3 
 | 
  
Mem- 
baca 
 | 
  
Kemampuan 
membaca
  nya- 
ring
  bermakna 
dan
  memahami 
makna
  dalam 
teks
  tulis fung 
sional
  pendek, 
sangat
  sederha 
na
  berkaitan dengan lingkungan terdekat 
 | 
  
Membaca
  nyaring bermakna, 
kata
  frasa dan 
kalimat
  denganucapan tekanan 
dan
  intonasi 
yang
  berterima 
 | 
  
Membaca 
nyaring 
pengu 
muman 
 | 
  
75% 
 | 
  
- 
 | 
  
V 
 | 
  
- 
 | 
  
- 
 | 
  
V 
 | 
 
  
4 
 | 
  
Menu- 
lis 
 | 
  
Kemampuan 
Mengungkap-kan
  makda 
dalam
  teks 
fungsional 
pendek
  san- 
gat
  sederhana 
secara
  akurat, 
lancar,
  dan 
berterima
  untuk 
berinteraksi 
dengan
  lingkungan terdekat 
 | 
  
Mengungka- 
pkan
  makna 
dalam
  teks tulis 
fungsional 
pendek,
  misal, 
notices
  shop- 
ping
  list, kartu 
ucapan
  selamat, 
pengumuman, 
sangat
  seder- 
hana
  secara 
akurat
  lancar 
dan
  berterima 
 | 
  
Menu- 
lis
  teks 
fungsio-nal
  pendek 
berben-tuk: 
-
  notices 
-
  Kartu 
ucapan 
-
  pengu-muman 
-
  shop-ping list 
 | 
  
75% 
 | 
  
  
 | 
  
- 
 | 
  
V 
 | 
  
- 
 | 
  
V 
 | 
 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
  
  | 
 
c.      
Penetapan Teknik Penilaian
Teknik Penilaian ditentukan berdasarkan ciri
indikator, contoh:
1)     
Apabila tuntutan indikator berkaitan
dengan pemahaman konsep, maka teknik penilaiannya adalah tertulis.
2)     
Apabila tuntutan indikator melakukan
sesuatu, maka teknik penilaiannya adalah unjuk kerja (performance) atau
tes produk.
3)     
Apabila tuntutan indikator memuat unsur
penyelidikan, maka teknik penilaiannya adalah proyek.
Himwan Wijanarko,
Majalah Trust-Intuisi Vs Rasional, jakartaconsulting. com/art-14-22.htm 
 
 
 
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*