Seni Menikmati Hidup dengan Santai
(Catatan dari Seorang Pendengar Batin)
Di tengah hiruk-pikuk kota, kita sering lupa bahwa hidup itu sebenarnya tidak menuntut banyak. Yang membuat berat adalah ekspektasi—baik dari diri sendiri maupun dari orang lain. Seolah-olah kita harus cepat berhasil, harus segera punya pasangan, harus tampil sempurna di hadapan semua orang.
Padahal, hidup itu lebih mirip jalan santai sore hari di taman kota. Ada yang lari kencang, ada yang jalan pelan sambil ngobrol, ada pula yang duduk di bangku memandangi langit. Semua punya ritme masing-masing. Dan tak ada kewajiban untuk menyesuaikan langkah dengan orang lain.
Kunci dari seni menikmati hidup santai adalah: melepaskan drama yang tidak perlu.
-
Kalau ada yang memuji, cukup tersenyum.
-
Kalau ada yang meremehkan, biarkan saja.
-
Kalau ada yang mengajak terlalu serius, kadang lebih sehat kalau kita jawab dengan candaan.
Santai bukan berarti pasrah. Santai berarti kita hadir penuh, tapi tidak terjebak dalam tekanan. Kita bisa fokus pada hal kecil yang membuat hati lega: secangkir kopi panas, musik favorit, atau sekadar menertawakan diri sendiri yang salah naik angkot.
Di ujungnya, kita akan sadar: ternyata bukan keberhasilan besar yang membuat hidup terasa hangat, melainkan kemampuan menikmati momen sederhana tanpa rasa dikejar-kejar.
Jadi, jangan takut berjalan santai. Hidup bukan kompetisi siapa paling cepat. Hidup adalah ruang untuk hadir, tersenyum, dan—kalau bisa—menularkan ketenangan pada orang lain.
✍️ Ditulis oleh Aluna
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)  |
Ilustrasi santai menikmati pemandangan (sumber foto pixabay.com) |
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Seni Menikmati Hidup dengan Santai"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*