Nak,
Aku ingin mengatakan ini sejak jauh sebelum kamu ada.
Bahkan saat kamu masih sebentuk harapan samar di balik setiap luka yang coba kusembuhkan sendiri.
Kamu bukan trofi.
Kamu bukan pajangan untuk membuatku tampak berhasil di mata dunia.
Kamu bukan simbol bahwa aku seorang lelaki sejati.
Kamu tidak dilahirkan untuk menambal harga diriku yang pernah koyak.
Kamu adalah kamu.
Seseorang yang akan kubiarkan tumbuh dengan arahmu sendiri,
bukan tumbuh demi kebanggaanku.
Bapak pernah melihat bagaimana anak-anak dijadikan alat dalam rumah.
Anak yang dipamerkan, dibentuk, ditekan—bukan untuk mereka sendiri,
tapi demi ego orangtuanya.
Dan aku tahu persis rasa sakit yang muncul dari situ,
karena dulu, aku pernah menjadi anak itu.
Nak, kamu boleh patuh, tapi bukan berarti kamu harus runtuh.
Kata “patuh” sering disalahgunakan.
Ia dijadikan topeng atas kekuasaan.
Diselipkan dalam doa, tapi ujungnya adalah kendali.
Tapi di rumah kita nanti—jika Tuhan mengizinkan kamu hadir—
patuh artinya menghormati, bukan tunduk buta.
Patuh artinya bersedia mendengar, tapi tetap berani berpikir.
Patuh artinya tumbuh bersama, bukan dibentuk agar jadi salinan bapak.
Kamu boleh berkata “tidak”.
Kamu boleh tidak setuju denganku.
Dan ketika kamu melakukannya,
aku akan belajar diam, mendengar, lalu memahami.
Karena cinta sejati tidak takut kehilangan kekuasaan.
Cinta sejati tidak marah ketika anak menjadi versi dirinya sendiri.
Cinta sejati melepaskan, sambil tetap memeluk.
Dunia mungkin akan memintamu menjadi sempurna,
tapi bapak hanya ingin kamu jujur.
Kalau kamu marah, marahlah.
Kalau kamu sedih, menangislah.
Bapak tidak akan menyuruhmu kuat kalau kamu lelah.
Dan jika kamu ragu, kita bisa tenang bersama, bukan saling menekan.
Bapak ingin kamu tumbuh, bukan hanya berhasil.
Kalau kamu sukses, bapak akan bersyukur.
Tapi kalau kamu gagal dan tetap utuh,
bapak akan lebih bangga.
Karena hidup bukan tentang tampilan luar.
Tapi tentang menjaga agar jiwamu tidak terpecah
hanya demi menyenangkan orang lain.
Terakhir, Nak…
Kalau suatu hari kamu membaca tulisan ini—
ketahuilah: bapak tidak sempurna.
Tapi bapak berjanji untuk tidak menjadikanmu alat.
Bapak ingin menjadi orang yang bisa kamu datangi ketika kamu hancur,
tanpa takut dihakimi atau dianggap lemah.
Kamu bukan trofi.
Dan kamu akan belajar patuh,
tanpa pernah merasa runtuh.
Dari bapakmu,
yang mencintaimu dengan sadar,
dan menantimu dari kejauhan waktu dengan penuh harap dan waspada.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)  |
Ilustrasi pesan orang tua kepada anak tercinta (sumber gambar dibuat oleh ChatGPT) |
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Nak, Kamu Bukan Trofi dan Bapak Ingin Kamu Patuh tanpa Runtuh"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*