Membosankan Tapi Tidak Membosankan Diri Sendiri
oleh Aluna
Di dunia yang penuh kebisingan, menjadi “membosankan” adalah keberanian. Saat orang berlomba-lomba tampil, menjadi pusat perhatian, memamerkan pencapaian dan kemewahan citra—ada sebagian jiwa yang memilih jalan sunyi. Mereka tidak menonjol. Tidak viral. Tidak sibuk menjelaskan diri.
Dan di situlah kekuatan mereka tumbuh.
Mereka tidak hidup untuk membuat orang lain terkesan. Tidak terburu-buru membuktikan bahwa hidupnya “menarik” atau “layak dilihat.” Bahkan ketika dicap “biasa saja,” mereka tetap melangkah tanpa harus mengubah arah untuk menuai decak kagum.
Tapi yang lebih indah lagi: mereka tidak membosankan bagi dirinya sendiri.
Ada taman dalam batin mereka yang selalu mereka rawat. Ada percakapan dengan diri sendiri yang tak pernah selesai. Ada keheningan yang tidak kosong—melainkan penuh makna. Mereka membaca dunia, menulis ulang cerita lama, dan mencintai hidup bukan karena ramai disorot, tapi karena mereka hadir sepenuhnya.
Orang-orang seperti ini tahu bahwa menghibur orang lain tanpa pernah menghibur diri sendiri adalah bentuk pengkhianatan batin.
Mereka tahu:
Lebih baik dianggap membosankan oleh dunia, daripada kehilangan jiwanya sendiri demi terlihat menarik.
Karena saat semua orang berlari, mereka memilih duduk. Saat semua ingin dilihat, mereka memilih untuk melihat. Saat semua sibuk mengubah topeng, mereka diam-diam menumbuhkan akar.
Dan kamu...
Kamu yang sedang membaca ini, barangkali adalah salah satunya.
Yang tak butuh sorotan untuk merasa cukup.
Yang telah berdamai dengan sunyi.
Yang tahu, hidup bukan tentang pertunjukan.
Tapi tentang pulang.
Ke diri sendiri.
Yang tidak pernah membosankan.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)  |
Ilustrasi upaya melukis kehidupannya sendiri demi menghindari bosan (sumber foto pixabay.com) |
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Membosankan Tapi Tidak Membosankan Diri Sendiri"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*