Banjirembun.com - Memang sungguh menyebalkan tatkala menghadapi orang bersikap manipulatif. Ketika salah langkah dalam menghadapi menyebabkan masuk dalam perangkapnya. Hal itu, juga dilakukan oleh mantan istri yang baru saja cerai denganku. Dia begitu lihai (licik) dalam memanipulasi perasaanku sekaligus mempengaruhi orang lain.
Sebenarnya, aku sudah muak melihat wajahnya. Aku sudah enggan komunikasi dengannya. Sebab, setiap kami bertemu di Pengadilan Agama saat proses persidangan cerai maupun berkomunikasi sekadar lewat chat Whatsapp untuk membicarakan baik-baik perihal harta bersama alias gono-gini bakal dimanipulasi olehnya dengan cara memelintir fakta.
Berakibat aku dikesankan butuh dengannya, digambarkan mantan suami yang gagal move on, serta dianggap masih mengganggu hidupnya pasca perceraian. Padahal, kebutuhanku dengannya sesudah perceraian hanya membicarakan terkait harta bersama. Tidak lebih dari itu. Agar ada kepastian hukum tentang status pemilik sejumlah harta tersebut.
Sebagai informasi awal atau pembuka guna menguatkan kata-kata dariku di atas, saat aku mengambil surat keputusan Pengadilan Agama terkait hasil sidang perceraian di kantor Pengadilan Agama secara tak sengaja aku melihat mantan istri yang juga mengambil surat keputusan Pengadilan Agama. Dia duduk di kursi ruang tunggu. Respon aku cuek. Ogah melihatnya.
 |
Ilustrasi individu narsis yang lihai memanipulasi (sumber gambar pixabay.com) |
Nah, tak sengaja pula ketika proses pengambilan surat keputusan di meja panjang dan deretan kursi pada bagian pelayanan Pengadilan Agama yang diduduki oleh sejumlah petugas, ternyata posisi mantan istri tepat di sisi kanan aku dengan selisih satu kursi pelayanan yang kosong. Dia menutupi samping kiri wajahnya dengan kertas menggunakan tangan kiri.
Entah maksudnya apa? Apa dia ke-GR-an merasa aku butuh dia? Apa dia mengesankan diri takut kepadaku sehingga menutupi wajahnya supaya rasa takut itu tak terlihat? Faktanya, setelah mengambil surat keputusan di meja pelayanan itu, aku tidak langsung ke luar ruangan. Melainkan duduk dulu beberapa menit di ruang tunggu.
Aku sengaja begitu biar mantan istri pergi duluan sehingga tak bertemu di lahan parkir kendaraan. Namun, sungguh bikin aku kaget. Mantan istri ternyata menyegat aku di area parkir. Aku katakan menyegat lantaran dia berhenti di sisi terluar jejeran kendaraan. Lebih kaget lagi, secara sekilas terdengar dia menyapa aku "Yang" yang maksudnya sayang.
Aku cuekin saja. Aku biarkan. Aku berlagak tidak pernah kenal dia. Sebab, jika aku tanggapi panggilan tersebut maka akan dia manipulasi seolah aku ingin berdekatan dengannya pasca cerai. Nyatanya, jangankan berdekatan. Menelepon dia saja ogah aku terapkan. Kecuali, hanya chat WA. Itupun, bertujuan menuntaskan urusan pembagian harta bersama.
Hal yang menggelitik berikutnya, di chat WA mantan istri mengatakan dia takut padaku. Logikanya, kalau orang takut tentu bakal memblokir WA orang yang ditakuti atau setidaknya lapor pada saudara kandung laki-lakinya maupun pihak lain. Ini malah merespon chat WA dariku. Anehnya lagi, balasan chat WA dariku tentang gono-gini ditanggapi olehnya secara ngelantur.
Dalam chat WA itu, aku dikesankan masih mengganggu hidupnya. Aku digambarkan meneror dirinya. Justru sebaliknya, kata-kata di chat WA mantan istri lebih cenderung mengintimidasi dan mendominasi diriku. Kalau individu benar-benar sedang ketakutan semestinya cara merespon chat kepada orang yang ditakuti bukan seperti apa yang dilakukan padaku.
Semoga ceritaku ini dapat bermanfaat.
Sanggahan (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pria bernama Kode X. Tentunya, sebuah identitas samaran. Itu semata-mata demi menjaga privasi dan mempertahankan nilai moralitas. Untuk membaca cerita-cerita tentangnya silakan baca rubrik curhat.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Mantan Istri Mengaku Trauma dan Takut Padaku, tetapi Perilakunya Menunjukkan Sebaliknya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*