Banjirembun.com - Istri kurang ajar. Itulah gelar yang pantas aku sematkan pada mantan istriku. Di mana, saat masih dalam hubungan pernikahan, dulu mantan istri mempunyai mulut yang tak bisa dijaga. Alhasil, membikin harga diriku dijatuhkan.
Mulutnya bebas berkeliaran berbicara dengan siapa saja yang ditemui dengan langkah ngomong semaunya. Mulutnya bagai hewan yang tak punya majikan. Tanpa bisa dikendalikan dan diatur supaya tidak merugikan.
Baca juga: Arti Ungakapan Bahasa Jawa "Cangkem Bosok" atau "Congor Bosok" Beserta Contoh Penggunaannya
Pendek kalimat, mulutnya mantan istri amatlah mengusik ketenangan hidupku yang dahulu masih berstatus sebagai suami. Barangkali, sesudah perceraian pun mulutnya juga tetap menjelek-jelekkan aku kepada siapa saja yang dia temui.
Boleh jadi, kini dia memfitnah aku telah melakukan hal-hal yang tak sesuai kebenaran yang menjadi alasan kenapa kita melakukan perceraian. Intinya, baik sebelum cerai maupun sesudahnya, mantan istri tetap menyudutkan aku serta merasa paling benar sendiri.
Jangankan orang tua atau saudara kandungnya, pedagang yang bukan tempat langganan dia membeli pun menjadi teman dia membicarakan aku dari belakang. Apalagi penjual langganannya, tentulah sudah kenyang atas ulah mulutnya yang gemar merasani aku.
Bayangkan saja, alih-alih menjaga harga diri suami di mata orang lain, justru mantan istri seolah bukan lagi membiarkan aku diinjak-injak oleh orang lain, lebih parahnya seakan mantan istri mengatur sedemikian rupa agar orang lain menyepelekan aku. Di sisi lain, tentu demi meninggikan dirinya.
Aku dibikin kehilangan muka sebagai suami demi menjaga mukanya sendiri. Entah alasannya apa. Apakah karena umurnya jauh lebih tua dariku sehingga hendak mengesankan diri bahwa walau dia menikah dengan usia yang lebih muda, ternyata tak menyenangkan baginya?
Aku sudah muak dengan mulut biadabnya itu. Saking jengkelnya aku, kalau dibolehkan aku ingin menyebut mulutnya istri itu dengan sebutan congor bosok. Akan tetapi, aku urungkan saja. Toh, aku sudah cerai dengannya. Selain itu, tentu tidak etis aku menyebut kata kasar seperti itu.
Boleh dikata, mulut biadabnya mantan istri tersebutlah yang menjadi salah satu, dari sekian banyak alasan, kenapa aku sangat bahagia sudah sukses bercerai dengannya. Kini, hidupku terasa damai tanpa harus dibayang-bayangi oleh akhlak buruknya.
Walau mungkin pasca cerai mulutnya masih usil, nyatanya aku sudah tak mau ambil pusing. Toh, aku juga tak tinggal bersama dia lagi. Mau ngomongin aku di belakang sampai mulutnya berbusa pun enggak bakal berpengaruh banyak pada mentalku.
Semoga ceritaku ini dapat bermanfaat.
Sanggahan (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pria bernama Kode X. Tentunya, sebuah identitas samaran. Itu semata-mata demi menjaga privasi dan mempertahankan nilai moralitas. Untuk membaca cerita-cerita tentangnya silakan baca rubrik curhat.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Mulut Biadab Mantan Istri"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*