Banjirembun.com - Aku tak tergiur dengan capaian atau keberhasilan beberapa orang dalam memperoleh sesuatu yang mereka banggakan. Meskipun, hal tersebut nyatanya turut diidamkan banyak orang di sekitarnya ataupun di media sosial.
Tentunya, aku juga tidak tergiur dengan ambisi hidup beberapa orang. Mau dia mempunyai angan-angan hendak menggapai pekerjaan mapan, jabatan menanjak, hingga kendaraan mewah. Itu urusan mereka. Aku ingin fokus pada urusan pribadiku.
Baca juga: Puisi: Tuhan, Hamba Sendirian
Tujuan hidup aku dan mereka berbeda. Begitu pula, cara dalam mencapai impian di antara kita tidaklah sama. Intinya, aku tak mau terlarut masuk ke dalam buaian hasrat alias nafsu duniawi mereka. Aku memiliki arah dan jalan tersendiri.
Biarlah aku disebut manusia gagal karena tak sesuai dengan ketentuan serta standar yang dinarasikan oleh mereka. Sebab, aku memiliki standar atau tolok ukur tersendiri dalam mendefinisikan kesuksesan serta kebahagiaan.
 |
Ilustrasi laki-laki sedang menyindiri (sumber foto pixabay.com) |
Apalagi, ternyata mereka terburu-buru ingin segera terlihat sukses. Mereka tergesa-gesa hendak memperoleh apa-apa yang diidamkan. Sedangkan aku, di sini masih tiarap. Menyendiri dulu dengan alasan biar leluasa muhasabah atau refleksi diri.
Aku tak menyesal maupun merasa kalah dari mereka. Meski mereka menganggap diri telah menang serta berhasil menyalipku, nyatanya aku tak gusar. Lagian, aku tak bersaing atau berlomba dengan mereka dalam persoalan tersebut.
Lebih dari itu, aku enggak ingin bersemangat saling kejar-kejaran dalam urusan keberhasilan semu alias palsu. Aku tak ingin terjebak pada pusaran kenikmatan duniawi yang sejatinya hanya senda gurau dan permainan yang memperdaya atau melalaikan.
Aku ingin mencari orang yang mau saling memotivasi meningkatkan ketakwaan. Saling meningkatkan untuk terus-menerus ingat Tuhan. Saling mengejar dalam urusan memperbaiki amal saleh. Saling merangkul karena semata-mata berharap rida Tuhan.
Lantas, kalau cuma seperti di atas, terus untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bagaimana? Jawabannya, terpenting perut tidak kelaparan, ada ruangan untuk istirahat di malam panjang, dan mampu berpenampilan busana serta wewangian pantas. Semua itu, sudah lebih dari cukup.
Buat apa mengejar dunia sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya kalau menggunakan cara-cara haram? Buat apa menang dalam persaingan duniawi, berposisi di strata sosial teratas, dan bergelimang harta ketika itu ditempuh dengan culas?
Biarlah aku begini. Semoga kelak dunia beserta isinya yang mendatangiku secara hina dan tersungkur. Di mana, malah dunia itu berharap aku menggegamnya. Bukan justru aku yang menghinakan diri serta bersujud pada dunia demi memperoleh pengakuan dan pujian dari sesama hamba.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tujuan Hidup dan Cara Mencapai Impian Berbeda, Aku tidak Masalah Menyendiri Dulu"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*