Banjirembun.com - Bukan ketua RT, bukan ketua RW, bukan ustad, bukan kiai, bukan orang tua, bukan saudara kandung, bukan paman, dan bukan bibi. Namun, kelakuan dalam mengurusi dan mencampuri hidup individu tertentu melebihi mereka semua. Kasih makan maupun gemar berbagi pun tidak.
Itulah orang yang tidak sadar posisi. Enggak sadar status. Tak sadar identitas. Menggagap diri berposisi tinggi sehingga berhak mengatur individu yang dipandang lebih rendah. Merasa punya status umur tua, lantas semena-mena. Menilai sebagai warga lokal, lalu bertindak seenaknya.
Urusi dulu keluarga sendiri. Urusi dahulu kegagalan diri dalam berhubungan dengan orang-orang di sekitar. Masih gagal mendidik dan mendorong anak kandung guna bisa hidup sejahtera, tetapi sudah sok pintar mengurusi orang lain. Masih gagal jadi tetangga yang baik, kok mengurusi bagaimana cara bertetangga orang lain.
Barangkali, orang seperti itu tak pernah merenungi hidupnya sendiri serta tidak mau introspeksi diri. Alih-alih, memperbaiki diri. Justru, merasa berhak dan pantas memperbaiki kehidupan orang lain. Merasa kehidupan orang lain selalu salah dan pasti bermasalah. Sungguh, perilaku tak tahu diri!
Mungkin, sebenarnya dia sudah tahu nasib hidupnya sendiri yang penuh masalah dan banyak kelemahan. Akan tetapi, menutupi atau "menipu" diri dengan cara mengurusi serta ikut campur kehidupan individu tertentu. Bukannya membenahi hidup sendiri, malah cari perkara dengan orang lain.
Solusi menghadapi manusia seperti di atas adalah mendiamkan saja. Tak usah mendekatinya. Enggak perlu menyapanya. Sebisa mungkin hindari sehingga tak pernah melihat wajahnya. Sebab, kalau dekat dengannya, dijamin menimbulkan kerugian materiil maupun non materiil yang memberatkan jiwa.
Jangan merasa hina diri ataupun bersalah diri tatkala tak kumpul dengan golongan orang seperti mereka. Sebab, kalau kumpul pun menimbulkan banyak risiko secara langsung maupun tak langsung. Berdampak buruk pada jangka pendek maupun dalam periode panjang. Intinya, jauhi makhluk seperti itu.
Manusia tidak hanya mereka. Lokasi untuk beraktivitas dan bercengkrama enggak harus berada di wilayah mereka. Ada insan lain serta tempat lain yang lebih menenangkan dan bikin nyaman untuk berkehidupan sosial atau bermasyarakat.
Di kala memungkinkan, berkumpullah dengan orang-orang yang mereka musuhi. Boleh jadi, kalangan yang mereka benci merupakan insan yang dianggap tak menguntungkan oleh manusia seperti mereka. Yakni, manusia yang hanya mau untung sendiri tanpa mau berkorban dan berbagi. Kalaupun bertindak, itu ada pamrih.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Bukan Aparat, Bukan Tokoh Masyarakat, dan Bukan Kerabat Kok Masih Sempat-sempatnya Mengurusi serta Ikut Campur Kehidupan Orang Lain"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*