Banjirembun.com - Kalau tidak bisa berprasangka baik, setidaknya hindari prasangka buruk. Hindari langsung percaya pada diri sendiri bahwa seseorang yang dijadikan target pembicaraan pasti pihak yang bersalah.
Barangkali, ada rasa tidak suka dan iri hati pada seseorang. Namun, janganlah itu menyebabkan hilangnya sikap objektif dan berkeadilan dalam menilai permasalahan. Jadilah orang yang berakal sehat.
Kendati demikian, harus diakui bahwa mencurigai boleh saja. Akan tetapi, harus disertai bukti "awal" yang menyebabkan individu patut dituduh sebagai pelaku keburukan. Bukan cuma dari asumsi atau curiga tanpa bukti.
 |
Ilustrasi orang yang menuduh lantaran menyampingkan asas praduga tak bersalah (sumber foto pixabay.com) |
Ditekankan pula, jangan sampai pihak yang dijadikan target "disalahkan" hanya satu-satunya pihak yang dicurigai. Harus ada individu lain sebagai pembanding yang ikut serta dicurigai. Itulah ciri orang cerdas yang tak bisa diperalat.
Terutama, ketika ada orang yang "bersaksi" menjelek-jelekkan individu tertentu. Bisa jadi, itu merupakan fitnah alias tuduhan palsu. Janganlah hanya curiga pada pihak yang dijadikan bahan pembicaraan, tetapi curiga juga pada yang berbicara!
Arti Prinsip "Asas Praduga tak Bersalah"
Penjelasan sebelumnya merupakan contoh dari bagaimana cara menerapkan asas praduga tak bersalah. Yakni, memiliki pedoman hidup berwujud tidak langsung menduga ataupun curiga sebelum punya bukti awal sebagai pendukung kecurigaan.
Dalam konteks ilmu hukum, asas praduga tak bersalah adalah menyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak bersalah sebelum menemukan bukti-bukti sah yang kuat serta harus telah diputuskan oleh pengadilan yang berlangsung secara adil bahwa individu tertentu telah salah.
Lebih lanjut, pelaku yang masih bersifat tertuduh, terduga, ataupun tersangka tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum adanya keputusan berkekuatan hukum tetap dari vonis pengadilan. Barulah setelah itu, dalam kasus pidana, seseorang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan boleh disebut terpidana atau bersalah.
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan prinsip asas praduga tak bersalah dapat dikembangkan menjadi "menyatakan seseorang tidak bersalah atau enggak berperilaku buruk hanya didasarkan pada fakta yang terlihat mata maupun informasi dari omongan orang lain, sebelum dapat ditemukan bukti sebaliknya yang kuat bahwa dia memang bersalah."
Nah, ketika ada seseorang yang menjelek-jelekkan individu tertentu, sebaiknya hindari langsung percaya padanya. Gunakan prinsip asas praduga tak bersalah. Sebab, omongan seseorang bukanlah bukti. Melainkan, bisa saja cuma asumsi. Kalaupun dia menyertakan bukti, boleh jadi itu telah dipelintir alias membolak-balikan fakta kebenaran.
Kalau tidak begitu, orang yang sedang membicarakan kejelekan pihak tertentu mengalami kekeliruan dalam memaknai fakta. Contohnya, dengan gegabah mengatakan "Suami bu Citra itu loh kok di rumah saja, enak betul menganggur." Padahal, faktanya orang yang dibicarakan tersebut kerja cari duit di rumah.
Lebih lanjut, perbedaan menyalahkan dengan menduga yaitu sikap menyalahkan sudah langsung menyatakan secara gamblang bahwa orang tersebut telah bersalah. Layak untuk disalah-salahkan. Adapun, arti menduga ialah kecurigaan awal yang disertai bukti permulaan (bukan bukti primer).
Lebih detailnya, suatu dugaan sebaiknya jangan diomongkan dulu pada sembarangan kalangan. Boleh jadi, bukti awal yang terlihat meyakinkan justru sejatinya tak sesuai hakikat kebenaran. Kelihatannya saja suami bu Citra di atas menganggur di rumah saja, tetapi sebenarnya dia produktif cari uang dengan memanfaatkan teknologi informasi (ditigalisasi).
Semoga tulisan ini bermanfaat.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Arti Prinsip "Asas Praduga tak Bersalah" dalam Kehidupan Sehari-hari Beserta Contohnya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*