Banjirembun.com - Rezeki berupa uang yang melimpah secara mendadak, yang terjadi seolah tiba-tiba mengucur deras tiada diduga serta tanpa tanda, merupakan salah satu hal yang bikin kaget bagi sebagian orang. Membuat hati gembira tiada tara.
Betapa enggak terkejut, duit datang begitu mudah seakan dirinya memang dipaksa harus menerimanya. Baik melalui jalur hibah, warisan, atau jenis bisnis tertentu yang sedang ramai pembeli sehingga dagangannya ludes.
Baca juga: Ciri SDM Rendah, Miskin Tampil Kaya dan Bodoh Merasa Pintar
Alih-alih "tiarap dulu" menjauh dari kebisingan sosial agar pikiran kembali tenang, yang disertai menahan hasrat pamer kekayaan. Justru, langsung "membuang" uang yang baru saja diperoleh tersebut untuk melampiaskan diri.
Singkat kata, diperolehnya uang sungguh mudah. Namun, keluarnya pun amat gampang tanpa pikir panjang. Merasa yakin "keberuntungan" berwujud datangnya duit dalam jumlah besar akan terjadi lagi pada hidupnya.
 |
Ilustrasi orang yang gembira karena baru saja menerima uang banyak (sumber foto pixabay.com) |
Selain lantaran takut duitnya diminta orang dekat, minimalnya dijadikan sasaran berhutang, juga bisa disebabkan ingin balas dendam. Alhasil, tangannya begitu gatal agar segera memakai duitnya untuk membeli barang berkelas tinggi dan membayar biaya jasa tertentu demi menikmati hidup.
Tujuan bergaya boros di atas, bukan hanya hendak memberikan pembuktian terhadap publik bahwa dirinya punya duit. Lebih dari itu, bermaksud "membalas" rasa sakit dalam diri yang dahulu hidupnya melarat. Berhubung sudah merasa kaya, akhirnya menjadi banyak gaya serta banyak maunya.
Saat miskin banyak tingkah atau banyak ulah sehingga merugikan sebagian pihak, ketika menjadi kaya tetap meresahkan karena menimbulkan gangguan kemasyarakatan. Di posisi melarat menjadi benalu sosial, tetapi tatkala naik pesat menjaga jarak dengan masa lalunya.
Sesuai dengan peribahasa "Lupa daratan," "Kacang lupa kulit," "Mabuk duit," atau yang semacamnya. Intinya, mengalami amnesia tentang dari mana asal-usulnya serta mengabaikan siapa saja kalangan terdekat yang pernah membantu mengatasi masalah hidupnya.
Baca juga: Punya Teman Seperti Kacang Lupa Kulit, Buang ke Laut Saja
Kesimpulannya, di kala miskin bersikap egois. Sayangnya, di waktu kaya pun masih egois. Bukannya bersyukur diberi rezeki banyak dengan berbagi, yang ada makin pelit. Merasa bahwa apa-apa yang diraihnya bebas digunakan olehnya, tanpa memikirkan membaginya sebagian.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Saat Melarat Banyak Tingkah, ketika Kaya Banyak Maunya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*