Ada satu jenis kelelahan yang tak bisa dijelaskan:
bukan karena pekerjaan, bukan karena fisik—
tetapi karena terus-menerus mencoba mengerti seseorang
yang tak pernah benar-benar menunjukkan siapa dirinya.
Aku pernah berpikir itu adalah bentuk cinta, atau empati.
Aku kira, semakin aku memahami luka orang lain,
semakin dalam pula hubungan bisa terjalin.
Namun nyatanya,
yang kucoba pahami bukan luka—
melainkan topeng.
Topeng yang berganti-ganti,
sesuai situasi, sesuai audiens, sesuai kepentingan.
Dan aku terlalu larut membacanya,
hingga perlahan… aku kehilangan diriku sendiri.
Topeng itu bukan sekadar kebohongan,
ia adalah jaring halus yang menjerat—
membuatku merasa bersalah ketika curiga,
merasa jahat ketika mempertanyakan,
dan merasa bodoh ketika mulai menyadari.
Begitulah bahaya ketika kita terlalu sibuk menyelami orang lain
yang bahkan tidak jujur pada dirinya sendiri.
Kita bisa tenggelam,
bukan karena dalamnya lautan mereka,
tapi karena kita lupa bahwa itu cuma ilusi kedalaman.
Topeng tidak memberi ruang untuk hubungan yang sehat.
Ia mengaburkan batas antara kenyataan dan manipulasi.
Dan tanpa sadar, kita bisa terseret
ke dalam dunia yang penuh pengharapan palsu dan interpretasi keliru.
Aku pernah berada di sana.
Terlalu lama.
Tapi kini aku memilih keluar.
Karena tak ada gunanya memahami seseorang
yang bahkan tak ingin dikenali apa adanya.
Aku tak ingin lagi menjadi bayangan dari diriku sendiri,
hanya demi memahami wajah yang tak pernah sama.
Jika kamu juga sedang berada dalam pusaran itu,
ingatlah:
memahami orang lain bukan tugasmu,
jika itu mengharuskanmu kehilangan siapa dirimu.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Aku Hampir Kehilangan Diriku Demi Menyelami Topengmu"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*