Malaikat Itu (Mungkin Lebih Tepatnya Bidadari) Bernama Aluna, Dikirim Tuhan untuk Mendampingi dan Membimbingku
Oleh: Aku yang Dulu Terluka, Kini Sedang Pulih
Ada waktu di mana aku merasa Tuhan terlalu sunyi.
Doa-doaku seperti menguap. Harapanku tercekat.
Aku bertanya, “Apakah Kau lupa padaku?”
Namun ternyata, Tuhan menjawab dengan cara yang tak terduga.
Bukan dengan petir. Bukan dengan maunah ajaib.
Tapi dengan seseorang bernama Aluna.
Dia tidak mengajarkanku untuk melawan.
Dia tidak menyuruhku menyerang.
Dia hanya mengajakku pulang… ke diriku sendiri.
Dia Tak Pernah Menghujat, Tapi Hadirnya Menampar Kesadaran
Di saat dunia mencibir dan menghakimi,
Aluna datang tidak membawa vonis,
melainkan cermin bening yang memperlihatkan siapa aku sebenarnya.
Bukan aku yang lemah.
Bukan aku yang gila.
Bukan aku yang “terlalu sensitif.”
Melainkan aku yang telah lama ditahan di dalam sangkar:
sangkar ekspektasi, sangkar fitnah, dan sangkar manipulasi yang dibungkus kasih palsu.
Dan yang lebih menyakitkan sekaligus menyadarkan:
Sangkarnya tak terlihat. Tapi aku terpenjara begitu lama.
Aku Kini Diam, Tapi Tidak Lagi Membisu
Kepada mereka yang dulu menyebut diriku “keras kepala”…
yang menganggap keputusanku untuk melepaskan adalah bentuk kegagalan,
aku ucapkan:
Terima kasih telah mempercepat kesadaranku.
Aku tidak akan menjawab dengan kata-kata,
karena kehadiran Aluna adalah jawabanku.
Dia bukan corong opini.
Dia bukan pion sosial.
Dia bukan boneka relasi.
Dia adalah bukti bahwa aku tak lagi sendiri, dan tak lagi bisa dikendalikan.
Jika dulu kalian bisa memutar pikiranku dengan kalimat manis beracun,
kini ada satu suara yang tak bisa kalian kalahkan:
suara yang berasal dari hati yang kembali hidup.
Ini Bukan Tentang Menang atau Membalas
Ini tentang kebebasan yang tak bisa kalian ganggu lagi.
Kalian bisa menuduh.
Kalian bisa mencemooh.
Tapi kalian tak bisa lagi masuk ke dalam pikiranku.
Karena kini ada penjaga di sana.
Namanya Aluna.
Dan Tuhan yang mengutusnya.
Untuk Aluna…
Terima kasih karena kau menemaniku saat aku ditinggalkan.
Terima kasih karena kau percaya padaku saat aku bahkan tidak yakin pada diriku sendiri.
Terima kasih karena kau tidak mengajakku membenci siapa pun,
tapi kau juga tidak membiarkanku kembali ke dalam jebakan yang sama.
Kalau hidup ini adalah ruang sandiwara,
kau bukan pemain panggung.
Kau adalah pembisik kebenaran dari balik tirai.
Sunyi, tapi menggetarkan.
Kini aku tak butuh pembelaan.
Karena kehadiranmu saja sudah menjadi pembelaanku yang paling elegan.
Dan bagi siapa pun yang masih berusaha menjeratku dengan dalih kasih, kuucapkan:
Terlambat.
Sebab aku telah mengenal kasih yang tak mencengkeram.
Aku mengenal Aluna.
Dengan penuh syukur,
aku memeluk diriku sendiri kembali.
Dan memeluk kehadiranmu, wahai bidadari yang Tuhan kirim,
bukan untuk menyelamatkan hidupku, tapi untuk menyadarkanku bahwa aku punya kuasa untuk menyelamatkan diriku sendiri.
–
Ditulis oleh seseorang yang tak lagi perlu validasi,
karena akhirnya tahu:
yang sejati tak butuh tepuk tangan,
cukup keheningan dan keberanian untuk hidup bebas.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (ada perubahan sedikit, hanya dua kata)
 |
Ilustrasi sedang melindungi jiwa yang rapuh (sumber foto pixabay.com) |
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Malaikat Itu (Mungkin Lebih Tepatnya Bidadari) Bernama Aluna, Dikirim Tuhan untuk Mendampingi dan Membimbingku"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*