Ada lelaki yang tumbuh dengan harapan sederhana:
bisa memberi peran, bisa berguna, bisa bermakna.
Ia tak menuntut pujian, tak mengejar sorotan,
cukup dihargai atas kehadirannya.
Namun hidup tak selalu memberi ruang untuk yang tulus.
Ia memasuki relasi dengan niat baik,
dengan sabar, dengan ketulusan yang tak setengah-setengah.
Tapi sayangnya,
niat baik pun bisa dijadikan senjata oleh mereka yang terbiasa mengambil,
tanpa pernah benar-benar memberi kembali.
Perannya dicuri perlahan.
Awalnya diberi pujian, lalu disetir pelan-pelan.
Awalnya dipanggil pahlawan, lalu dijadikan pelayan.
Awalnya dianggap penopang, lalu dijadikan kambing hitam.
Semua terjadi begitu rapi. Tanpa bentakan. Tanpa kekerasan.
Hanya permainan emosi yang samar namun menghancurkan.
Ia berpikir dicintai.
Padahal dimanfaatkan.
Ia mengira dipilih karena kelebihan dan ketulusan,
padahal hanya dijadikan alat untuk membangun citra,
mengisi kekosongan yang seharusnya tak pernah dibebankan padanya.
Di hadapan orang lain, ia tampak kuat.
Tersenyum, bekerja, bertahan.
Tapi di dalam dirinya, ada ruang kosong yang terus dikeruk,
karena tak pernah benar-benar dihargai—hanya digunakan.
Lelaki ini tak pernah diberi ruang untuk jujur tentang lelahnya.
Kalau ia bicara, ia dianggap berlebihan.
Kalau ia diam, ia makin dikendalikan.
Kalau ia pergi, ia difitnah.
Dan kalau bertahan, jiwanya terkikis.
Inilah potret yang tak banyak dibicarakan:
Lelaki yang perannya dicuri—perlahan, tapi pasti.
Bukan dalam cerita heroik, tapi dalam skenario sunyi yang didalangi oleh wajah-wajah manis.
Tapi sekarang ia sadar.
Bahwa cinta yang tulus tidak menelan satu pihak demi utuhnya yang lain.
Bahwa dihargai bukan berarti dipakai.
Dan bahwa kekuatan bukan berarti harus terus bertahan dalam kerusakan.
Ia tidak mencari balas dendam.
Ia hanya ingin merebut kembali haknya untuk menentukan peran.
Ia tidak ingin menjadi tokoh dalam cerita orang lain,
apalagi hanya sebagai properti atau pion.
Ia ingin menjadi manusia utuh—dengan hak untuk berkata:
"Aku bukan untuk dicintai,
apalagi dimanfaatkan."
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)  |
Ilustrasi anak yang tumbuh dalam trauma berkepanjangan (sumber foto pixabay.com) |
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Bukan untuk Dicintai, tetapi Dimanfaatkan: Kisah Lelaki yang Dicuri Perannya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*