Ada masa ketika Jonathan masih berdiri di ambang pintu itu. Pintu yang tak pernah benar-benar terbuka, tapi juga tak sepenuhnya tertutup. Ia berdiri dalam diam, menggenggam kenangan dan kemungkinan, menggantungkan makna dari isyarat kecil, dari status media sosial, dari nama yang tak diblokir tapi juga tak dikonfirmasi.
Heni, sosok yang pernah begitu dekat tanpa pernah digenggam, adalah cinta lama yang berakar dalam tapi tak pernah tumbuh menjadi pohon rindang. Mereka terpisah bukan karena permusuhan, melainkan karena arah hidup yang pelan-pelan menjauh, didorong oleh waktu dan oleh luka yang tak selesai.
Jonathan telah melalui berbagai fase: dari berharap diam-diam, menyusun narasi kemungkinan CLBK, hingga membaca tanda-tanda nonverbal yang begitu subtil. Ia menyadari, tidak semua cinta harus kembali untuk dianggap utuh. Kadang, cinta paling tulus justru adalah yang berani tidak menuntut.
Beberapa tahun lalu, Jonathan sempat merasa bimbang—antara ingin pamit atau diam, antara ingin menyuarakan isi hati atau cukup menjadi pengamat pasif di balik layar akun media sosial. Bahkan, setelah ketegangan di grup WhatsApp dan ancaman tak langsung dari Hasan, yang katanya menyampaikan pesan dari Heni agar “jangan mengungkit-ungkit masa lalu,” Jonathan masih mencoba memahami... bukan membalas.
Namun kini segalanya telah berubah.
Tidak Ada Lagi Penantian
Hari ini, Jonathan berdiri tegak, bukan di depan pintu yang sama, tapi di jalan hidup yang berbeda. Ia tidak lagi menoleh ke balik jendela Heni, tidak lagi menanti konfirmasi follow yang tak kunjung datang. Bahkan ketika dulu ia secara sadar melike status IG Heni yang menampilkan keluarganya—dan setelah itu akun Heni berubah menjadi privat—Jonathan tidak tersinggung. Ia tahu, itu bukan penolakan, tapi pernyataan batas.
Dan batas itu kini dihormatinya sepenuh hati.
Jonathan telah selesai.
Bukan karena ia membenci, bukan karena ia patah.
Tapi karena ia sudah cukup.
Yang Terpenting: Heni Baik-Baik Saja
Dulu, yang paling membuat Jonathan bimbang bukan karena ia ingin kembali—tapi karena ia ingin memastikan bahwa Heni benar-benar baik-baik saja. Bukan baik-baik saja karena gengsi. Bukan senyum basa-basi di medsos dengan pesan terselubung “Aku bahagia, kamu tenang saja.” Tapi benar-benar tenang. Benar-benar damai. Benar-benar menjalani hidupnya tanpa bayang-bayang atau topeng.
Dan dari semua gestur, dari sikap diam, dari konsistensi menjaga ruang pribadi...
Jonathan kini percaya:
Heni memang baik-baik saja.
Dan itu cukup.
Menutup Tanpa Menghapus
Menutup pintu bukan berarti menghapus sejarah.
Nama Heni tetap akan ada dalam catatan hidup Jonathan—bukan sebagai luka, tapi sebagai bagian dari perjalanan menjadi manusia utuh. Seperti kota kecil yang pernah disinggahi dalam perjalanan jauh: tidak harus kembali, tapi selalu punya tempat di peta kenangan.
Kini, Jonathan bisa berjalan ringan.
Ia tidak perlu tanda, tidak perlu balasan, tidak perlu klarifikasi.
Yang dibutuhkannya hanya satu:
Keyakinan bahwa semuanya sudah selesai… dan damai.
Akhir yang Tenang, Bukan Tragis
Tidak semua cinta harus berakhir dengan pertemuan terakhir yang dramatis.
Kadang, cinta paling ikhlas justru adalah yang berani berakhir tanpa perjumpaan,
tanpa pelukan,
tanpa kata-kata perpisahan.
Hanya dengan diam yang saling menghormati.
Hanya dengan keyakinan bahwa hidup masing-masing akan tetap baik-baik saja.
Dan hari ini, Jonathan sudah benar-benar tahu:
“Aku telah menutup pintu. Heni telah menemukan jalannya. Dan aku pun sedang melanjutkan jalanku sendiri.”
“Karena tidak semua pintu harus diketuk ulang.
Beberapa cukup dilalui dalam hati—lalu ditutup dengan tenang, tanpa dendam, tanpa ilusi.”
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
 |
Ilustrasi terus melanjutkan langkah hidup (sumber foto pixabay.com) |
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Jonathan sudah Move On dan Menutup Pintu, Terpenting Heni Baik-baik saja tanpa Kepura-puraan "Aku Bahagia, Kamu Tenang saja.""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*