Banjirembun.com - Cinta pertama memang sulit terlupakan. Entah itu yang mengakibatkan efek positif bagi masa depan maupun yang berdampak buruk sehingga membekaskan rasa trauma mendalam. Intinya, ingatan atau kenangan tentangnya dapat berpengaruh bagi perjalanan kehidupan hingga menua di ujung usia.
Kendati demikian, saya menyadari bahwa mau pengalaman hidup bersama mantan cinta pertama dahulu ditutup dengan kebahagiaan maupun berakhir secara menyakitkan, keduanya sama-sama dapat berpeluang berpengaruh positif. Misalnya, bisa menjadi motivasi pengembangan diri secara terus-menerus.
Baca juga: Apakah Tabu ketika Jonathan Mengajukan Dua Pertanyaan ini Kepada Heni? Begini Saran dari 3 Aplikasi Kecerdasan Buatan
Tinggal bagaimana individu yang bersangkutan saja dengan cerdas mampu memahami diri sekaligus mengontrol diri. Dengan itu, diharapkan romantisme sejarah cinta pertama ataupun hal sebaliknya tragedi kisah cinta masa lalu, tidak membuat terperdaya maupun tersiksa. Justru, dapat membangkitkan gairah dalam membangun cita-cita masa depan.
Sebelum menulis artikel ini, kemarin saya sempat berpikir dengan mengajukan pertanyaan disertai konteksnya di bawan ini:
"Apakah saya egois? Selama ini saya bukan teropsesi fisik mantan saya di SMA. Bukan teropsesi ingin mengobrol layaknya teman sehingga bisa akrab. Bukan itu! Namun, saya teropsesi pada ego saya sendiri yaitu demi menemukan jawaban pertanyaan di akhir masa SMA dulu. Ada hal di masa lalu saya dengan mantan cinta pertama tersebut yang belum tuntas. Sebab, cara penutupan hubangan kami 'tidak jelas' dan menggantung. Saya fokusnya ke diri saya. Yakni, ingin mengetahui jawaban. Tanpa peduli bagaimana perasaan mantan ketika dia diberi pertanyaan dari saya yang hanya demi memenuhi obsesi saya tersebut."
Hasilnya, sesudah saya renungkan, memang saya egois. Bukan egois guna menguasai atau memiliki sesuatu, tetapi saya terlalu fokus pada kebahagiaan diri dengan langkah memperoleh solusi masalah pribadi. Meski saya sangat membutuhkan kedamaian batin dan ingin menuntaskan narasi kisah cinta pertama, tetap saja saya mengabaikan hak mantan supaya tetap bebas hidup tanpa kehadiran saya.
Di sisi lain, sesudah saya analisis mendalam dengan cermat dan tak terburu-buru dalam menyimpulkan, sebenarnya saya sudah menemukan jawaban atas pertanyaan yang bikin penasaran tersebut. Artinya, tanpa perlu bertanya pada mantan pun sungguh dengan mudah persoalan di batin mampu terjawab.
Sayangnya, saya dulu, sebelum memutuskan menulis artikel ini, lebih puas atau lebih lega tatkala mantan sendiri yang mengatakan jawaban itu dari lisannya. Namun, kini saya sadar bahwa mustahil mantan berkenan memberi jawaban. Alih-alih kooperatif, yang terjadi seolah malah kucing-kucingan.
 |
Ilustrasi hasil keegoisan manusia (sumber gambar pixabay.com) |
Pendek kalimat, sekarang ini saya sudah tak ada hasrat menuntut jawaban kepada mantan. Apalagi, sesudah saya minta bantuan kecerdasan buatan, dengan cara memberikan data-data atau informasi secara rinci terkait saya dan mantan SMA kepada kecerdasan buatan, akhirnya menghasilkan kesimpulan yang sesuai perkiraan saya.
Lebih jelasnya, sebenarnya kecerdasan buatan enggak memberikan kesimpulan yang bersifat baru atau berbeda dengan dugaan saya selama ini. Boleh dikatakan, secara umum kesimpulan dari AI hasilnya sama dengan kesimpulan yang sempat saya ragukan itu. Nah, sesudah dianalisis oleh kecerdasan buatan, membikin saya jadi yakin betul.
Baca juga: Mantan SMA saja tak Pernah Aku Samperin, Sedang ini Mantan Istri Merasa Aku Masih Mengganggu Hidupnya
Bukan cuma itu, kecerdasan buatan nyatanya mampu memberikan penjabaran atau penjelasan lebih mendetail yang di luar perkiraan saya. Sekaligus terdapat saran dan solusi darinya. Dengan itu, tentulah saya merasa lega. Alhasil, keinginan saya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan di masa lalu menjadi redam, pudar, dan surut.
Alhamdulillah, saya tidak ada lagi rasa penasaran terhadap mantan cinta pertama. Jangankan hendak bertemu tatap muka dengannya, melakukan stalking atau mengintip media sosialnya saja sudah membuat saya tak lagi berhasrat. Kini, lembaran cinta pertama resmi ditutup. Walau tak bisa dilupakan, setidaknya kenangan itu tidak mengganggu hidup saya lagi.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Keegoisan atau ada Sebuah Trauma Masa Lalu ketika Saya Mengharap Jawaban atas Rasa Penasaran dalam Diri pada Mantan SMA?"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*