Kepada Heni, insan yang pernah sungguh berarti dalam satu musim kehidupanku. Di mana, waktu dan kenangan menyatu dalam sunyi, yang masih menggema hingga detik ini.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Heni, meski aku sudah move on, bagiku tetap tak mudah menulis surat ini. Bukan karena masih ada luka. Namun, karena aku ingin menulis dengan hati yang sebening mungkin. Tanpa pamrih, tiada maksud menuntutmu untuk jujur, dan tanpa hasrat untuk mengulang masa lalu.
 |
Ilustrasi perjalanan tumbuh dan kembang (sumber gambar dibuat oleh ChatGPT) |
Sekali lagi, ini bukan ajakan kembali. Bukan pula, ungkapan kerinduan dan kenangan yang tersisa. Ini hanyalah bagian dari proses katarsisku demi menjadi manusia seutuhnya. Sebab, aku tak ingin menyimpan ganjalan. Aku lebih memilih untuk mendoakan diam-diam, ketimbang mengungkit lagi tanpa arah.
Kita pernah tumbuh di ruang dan waktu yang sama, meski mungkin dengan arah dan tujuan yang akhirnya berbeda. Aku tak menyesali pernah mengenalmu, justru aku mensyukuri. Lewat pertemuan itu, aku belajar banyak tentang harapan, melepaskan, dan betapa berharganya kebersamaan dalam "diam" yang pernah singgah.
Kini, jalan kita telah lama berpisah. Kau sudah memilih arahmu. Aku pun, berusaha menyusuri jalanku sendiri yang sampai sejauh ini masih tertatih. Mungkin kau sudah jauh berlari, melampauiku dalam berbagai hal. Tapi satu hal yang ingin kusampaikan dari kedalaman batin:
Tumbuhlah dan berkembanglah. Menjadi versi terbaik dari dirimu, bukan untuk membuktikan apa-apa serta kepada siapa pun, tetapi sebagai bentuk syukur atas hidup yang masih diberikan oleh Tuhan.
Kalau boleh aku berpesan lagi, serta maafkan jika ini terdengar berani, aku ingin mengajakmu:
Mari kita berlomba-lomba dalam urusan kebaikan, bukan dalam adu gengsi maupun berpura-pura saling lupa.
Aku ingin percaya bahwa kau adalah Muslimah baik yang punya potensi luar biasa. Dunia ini sudah terlalu penuh kebisingan, terlalu banyak luka, terlalu banyak kemarahan yang tak pernah usai.
Alangkah indahnya tatkala kita termasuk bagian sedikit orang yang menyebar teduh dan makna. Walau itu hanya lewat tindakan sederhana. Semoga efeknya jauh lebih mengena ke jiwa-jiwa yang gersang.
Heni, aku tak berharap surat ini mendapat balasan. Atau mungkin suatu hari nanti, kau membacanya saat hati sedang penat, dan kau tahu bahwa di suatu sudut dunia ini, pernah ada seseorang yang mendoakanmu:
“Semoga Heni tetap baik-baik saja, selalu dalam lindungan Allah, baik fisik maupun mental dijaga oleh Maha Kuasa yang tak pernah sirna.”
Terima kasih Hen. Kamu pernah menjadi tokoh paling berarti dalam kisah hidupku. Maafkan aku telah mengecewakan ataupun dulu tidak mampu jadi seperti yang kau harapkan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Surat ini ditulis dengan niat yang jernih.
Jonathan
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Surat Terbuka untuk Heni: Tumbuh dan Berkembanglah, Mari Berlomba dalam Urusan Kebaikan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*