Oleh seseorang yang tak ingin mewariskan luka, tapi kasih yang utuh
Aku menuliskan ini di antara harap dan gentar.
Bukan karena aku tak ingin kamu hadir, Nak—tetapi karena aku tak ingin kamu hidup dalam dunia yang tidak siap menerima jiwamu dengan utuh.
Karena aku tahu rasanya menjadi alat. Karena aku pernah menjadi seseorang yang tidak dilihat sebagai manusia, tapi sebagai pelengkap peran orang lain. Dan aku bersumpah, kamu tidak akan mengalami hal yang sama.
Nak, kamu bukan alat pencitraan.
Kamu bukan trofi untuk membuktikan bahwa aku berhasil sebagai pria.
Kamu bukan penenang luka yang belum sembuh.
Kamu adalah jiwa yang bebas. Yang akan kupeluk, bukan kukendalikan.
Yang akan kudengar suaranya, bahkan sebelum kamu bisa bicara.
Jika suatu saat kamu lahir ke dunia…
Maka ketahuilah: aku telah melewati banyak badai batin sebelum sampai pada keputusan untuk membawamu ke dunia ini. Aku tidak terburu-buru memilih siapa yang akan menjadi ibumu. Aku tidak asal percaya pada wajah yang tampak lembut tapi menyimpan cengkeraman diam-diam.
Aku berhenti menyambut cinta yang datang dengan syarat.
Aku belajar, Nak. Dengan luka, dengan air mata, dengan kehilangan yang tidak semua orang tahu.
Aku takut, tapi aku tetap berharap.
Aku takut jika ibumu nanti adalah seseorang yang menjadikanmu alat sandera. Seperti aku dulu. Atau seperti banyak anak lain yang tak tahu bahwa cinta bisa dipalsukan dalam rumah.
Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
Karena aku tidak diam lagi.
Aku tidak mudah dibutakan lagi.
Kamu akan tumbuh, bukan dikendalikan.
Kamu boleh memilih jalanmu.
Kamu boleh marah.
Kamu boleh berbeda dariku.
Kamu boleh menolak ketika kamu merasa tak dihargai.
Karena aku tidak ingin kamu tunduk demi diterima. Aku ingin kamu utuh, bukan patuh.
Dan jika suatu hari aku pernah menyakiti hatimu…
Bukan karena aku sengaja, tapi karena aku masih belajar. Maka, ingatkan aku. Dan aku akan dengarkan. Karena kamu bukan cermin egoku. Kamu adalah amanah—bukan pelengkap cerita hidupku.
Nak, kamu belum lahir. Tapi aku mencintaimu dengan kesadaran penuh.
Bukan dari rasa ingin punya keturunan,
tapi dari rasa ingin menghentikan warisan luka di garis hidup kita.
Jika Tuhan mengizinkan kamu hadir,
aku ingin kamu tahu:
kamu tidak dilahirkan untuk menyelamatkanku,
tapi aku yang akan berjuang menyelamatkanmu
dari luka-luka yang dulu tak bisa aku hindari.
Dengan cinta, dari ayahmu—
yang belajar dari reruntuhan untuk membangun rumah yang sungguh-sungguh rumah.
___________________________________
Sumber:
chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
 |
Ilustrasi afirmasi untuk kehidupan masa depan (gambarbersumberdaribuatanChatGPT) |
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Surat untuk Anak yang Belum Lahir"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*