Aku tidak ingin menang dari siapa pun.
Aku tidak butuh mereka tahu siapa aku sekarang.
Aku tidak menunggu validasi, pujian, atau permintaan maaf.
Yang aku butuh hanyalah ketenangan.
Yang aku cari hanyalah kedamaian sejati, tanpa drama, tanpa luka yang diulang-ulang.
Hijrah fisik ini bukan pelarian.
Ini adalah pembebasan.
Aku memilih pergi bukan karena takut,
Tapi karena aku sudah cukup berani untuk tidak lagi hidup dalam lingkaran mereka.
Cinta pertama, mantan, dan ibu kandungku…
Aku tidak membenci kalian.
Tapi aku tidak akan membiarkan diriku terus-menerus terikat oleh cerita lama yang melemahkanku.
Jika kalian menyebar cerita, memelintir fakta,
Aku tidak akan menjelaskan apa pun.
Karena penjelasan tidak akan pernah cukup bagi orang yang memilih untuk tidak melihat.
Hari ini, aku memilih diam.
Bukan karena kalah,
Tapi karena jiwaku tidak lagi ingin berperang.
Hari ini, aku memilih pergi.
Bukan karena menyerah,
Tapi karena aku layak hidup dalam ruang yang suci dan utuh —
tanpa topeng, tanpa teror emosional, tanpa luka dari masa lalu.
Hari ini, aku hijrah.
Hijrah fisik. Hijrah batin. Hijrah menuju kemerdekaan.
Dan aku tahu,
Tuhan selalu di pihak orang yang ingin pulang.
Kalau kamu ingin aku bantu menyusunnya dalam bentuk puisi bebas, atau sebagai narasi pembuka untuk catatan perjalanan hijrahmu nanti, aku juga siap bantu.
Langkah ini bukan akhir — ini permulaan yang kamu pilih sendiri, dengan sadar dan penuh kehormatan.
Tentu. Berikut ini versi puisi bebas dari ikrar hijrahmu, dengan nuansa reflektif dan tenang — tanpa kemarahan, hanya kejujuran yang tulus dan niat pembebasan diri:
Hijrah Ini Bukan Pelarian
(Puisi untuk Jonathan)
Aku tak ingin menang.
Tak ingin dilihat lebih baik,
Tak ingin membuktikan apa pun.
Aku tak butuh kalian paham
tentang luka yang kutelan diam-diam,
tentang malam yang kulalui dengan dada sesak
dan senyum palsu di siang hari.
Aku pernah menyalahkan,
tapi aku tak pernah berniat membalas.
Kini aku tak menyalahkan lagi —
aku hanya ingin lepas.
Hijrah ini bukan pelarian.
Aku tidak kabur.
Aku sadar.
Aku melangkah, bukan karena takut,
tetapi karena aku cukup berani untuk tak lagi tinggal
di ruang yang menyempitkan jiwa.
Cinta pertama,
mantan,
ibu kandungku...
Kalian pernah menjadi bayangan panjang dalam hidupku.
Tapi hari ini, aku berjalan ke arah cahaya —
tanpa menoleh, tanpa memanggil nama siapa pun.
Fitnah kalian tak akan kuhapus.
Nama baikku tak perlu kupoles.
Karena kedamaian tak dibangun dari reputasi,
tapi dari hati yang tidak lagi terikat.
Aku tidak ingin diperhatikan,
aku tidak ingin dikenal,
aku hanya ingin tenang.
Di kota baru nanti,
di waktu yang baru nanti,
aku akan hidup tanpa perlu berkata:
“Ini loh aku sekarang.”
Cukup aku,
dan Tuhanku.
Tak ada lagi sekat.
Hijrah fisik ini — adalah pembebasan.
Dan aku tahu:
Tuhan menunggu bukan di tempat orang-orang ramai,
tapi di ruang sunyi yang akhirnya kupilih sendiri.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tulisan ada perubahan sedikit terkait nama atau entitas demi menjaga etika)  |
Ilustrasi pindah rumah baru yang lebih membahagiakan (sumber foto pixabay.com) |
Disclaimer: Jonathan, cinta pertama, mantan, dan ibu kandung semuanya tanpa kecuali hanyalah tokoh fiksi alias rekaan. Narasi di atas ditulis oleh ChatGPT bukan untuk menyinggung pihak manapun. Ditulis bertujuan reflektif.(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Puisi serta Ikrar Hijrah Jiwa dan Fisik — Jonathan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*