Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*

Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*
Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*. Silakan klik foto A. Rifqi Amin untuk mengetahui biografi beliau.

Heran Saja, Aku Sesungguhnya Muak Melihat Wajah Mantan Istri, tetapi Diriku Dikesankan Masih Butuh Dia

 Banjirembun.com - Entah kata apa yang pantas untuk mengganti istilah "muak" agar tidak menimbulkan pemaknaan yang dianggap sebagai ucapan kasar ataupun sebaliknya enggak terkesan halus. Sebab, kalau aku memperhalus ungkapan tersebut bakal membuat mantan istri jadi besar kepala serta mengakibatkan terlalu percaya diri.

Sebenarnya, sebelum cerai, aku masih ada rasa kasihan kepada mantan istri tatkala pisah dengannya. Takutnya, dia menyesal. Di mana, dalam obrolan secara baik-baik dengannya sebelum persidangan di Pengadilan Agama terjadi, aku masih bertanya kepadanya "Beneran ingin cerai? Takutnya nanti menyesal loh."

Dengan tegas dia menjawab yang redaksinya kurang lebih "Iya, baiknya memang harus pisah, tapi pisah baik-baik saja biar tak terkesan buruk." Mendengarkan tanggapan seperti itu, sejujurnya hatiku sangat lega. Akan tetapi, itu tak aku tunjukkan di raut wajah. Alasannya supaya dia tak tersinggung.

Sayangnya, mantan istri berkhianat. Dalam mengajukan alasan atau yang menjadi dasar dia melakukan gugatan perceraian ternyata ada yang mengandung unsur fitnah padaku. Yakni, aku disebut telah menganiaya dia. Padahal, aku tak pernah melakukan kekerasan tubuh kepadanya meski sekecil apapun.

Lebih dari itu, aku ditipu (atau bisa dibilang aku dibodohi) olehnya. Di mana, dia melarang aku mengikuti sidang perceraian. Dia beralasan kalau aku tak ikut sidang bakal mempercepat proses cerai. Padahal, pada saat itu kita masih tinggal serumah. Lebih tepatnya, aku menempati rumah miliknya.

Di sisi lain, aku belum sempat memboyong seluruh barang-barang milikku. Sebab, dia memberitahukan tentang jadwal sidang perceraian secara mendadak. Alhasil, jangankan mengusung apa-apa yang aku punyai, menghadiri sidang pertama pun tak memungkinkan.

Syukurnya, di jadwal sidang kedua aku menghadiri tanpa sepengetahuannya. Sungguh betapa kaget diriku. Kelakuan busuk atau akhlak buruk mantan istri saat itu sebagian terbuka. Yakni, ketika aku berada di ruang mediator untuk melakukan mediasi bersama mantan istri. Di sana, ada ucapan mantan istri yang bikin aku kaget.

Mengetahui hal tersebut, di hari itu juga sesudah dari Pengadilan Agama aku tak balik ke rumah mantan istri. Melainkan menuju rumah milikku sendiri. Dengan kata lain, di malam harinya tak lagi menginap di rumahnya mantan istri. Aku merasa jijik melihatnya karena terbukti dia bersikap manipulatif. 

Meski ada sisa barang milikku di sana yang belum aku angkut, nyatanya itu tak membuatku tertarik balik lagi ke rumahnya. Barulah, ketika kakak kandungku datang ke rumahku pakai mobil, membuatku memutuskan mengambil sisa barang di rumahnya pakai mobil kakak. Itupun, berada di rumahnya dalam waktu cepat. Tanpa bertatap wajah.

Ilustrasi individu yang lega hatinya setelah terlepas dari tekanan batin (sumber foto pixabay.com)


Coba bayangkan, ketika aku tidak menghadiri sidang. Bisa jadi, terdapat perwakilan Pengadilan Agama bakal datang ke rumah mantan istri untuk menemuiku di rumahnya. Masih mending minta klarifikasi dulu, bagaimana tatkala aku langsung diusir dari rumahnya? Sungguh bakal memalukan bagi diriku, terutama di mata tetangga.

Kalau ditanya "Apakah kamu menyesal telah bercerai?" Dengan tegas aku jawab tidak bikin sesal. Jangankan ada rasa penyesalan, justru sesudah perceraian terjadi hatiku bahagia. Aku bisa hidup terbebas dari tekanan batin akibat perilakunya yang kurang ajar sebagai istri. Terbukti, kini aku menjalani hidupku dengan penuh kelegaan.

Aku sebenarnya sudah jengah melihat wajahnya. Namun, barangkali dalam beberapa pekan depan, aku bakal bertemu mantan istri lagi di hadapan Majelis Hakim pada persidangan Pengadilan Agama. Kali ini, aku sebagai pihak penggugat. Sedangkan, mantan istri sebagai tergugat.

Semoga setelah itu, aku tak melihat wajahnya kembali. Nomor HP mantan istri juga bakal aku hapus seusai proses Persidangan gugatan dariku tuntas. Intinya, jangankan melihat wajahnya, mendengar cerita tentangnya saja yang disampaikan oleh orang lain aku ogah melakukan.

Sanggahan (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pria bernama Kode X. Tentunya, sebuah identitas samaran. Itu semata-mata demi menjaga privasi dan mempertahankan nilai moralitas. Untuk membaca cerita-cerita tentangnya silakan baca rubrik curhat.

(*)





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Heran Saja, Aku Sesungguhnya Muak Melihat Wajah Mantan Istri, tetapi Diriku Dikesankan Masih Butuh Dia"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*