Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

D. Ruang Lingkup Pengembangan Pendidikan Agama Islam





Sesungguhnya pengembangan PAI bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, akan tetapi juga pemerintahan daerah. Sebagaimana pernyataan menteri agama saat memberikan penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota pada acara Hari Amal Bhakti ke-69 Kemenag bahwa “adanya anggapan bahwa agama [termasuk pendidikan agama?] karena sifatnya sentral atau sesuatu yang tidak diotonomikan dan ini menjadi urusan pusat. Ini pemahaman yang salah menurut saya.” Ia juga menekankan bahwa adanya penghargaan tersebut menandakan masih ada pemimpin daerah yang memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan pendidikan agama dan keagamaan. Selain itu, ia menjelaskan anggapan yang menyatakan pemerintah daerah tidak boleh memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan merupakan suatu kekeliruan. Hal tersebut karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah.[1] Oleh karena itu, pengembangan PAI dalam ranah tertentu hendaknya juga diperlukan sinergisme antara pendidik PAI, lembaga pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.




Baca tulisan menarik lainnya:

Contoh Proposal Penelitian yang Lolos Seleksi Diktis Kemenag


Tips agar proposal yang anda ajukan melalui laman litapdimas.kemenag.go.id bisa lolos ialah sebagai berikut:

1. Hal pertama dan utama yang harus kalian lakukan ialah berbakti pada orang tua. Terutama pada ibu kalian.

2. Bila kalian punya salah pada mereka segera minta maaf terutama pada ibu kalian.

3. Bahagiakan mereka jika tidak bisa membahagiakan minimal jangan ganggu mereka biarkan mereka hidup bahagia tanpa gangguan kalian.
  
4. Kerjakan proposal dengan baik dan sempurna saya yakin ingsa Allah proposal kalian akan diterima.

Demikian tips dari kami semoga membawa manfaat bagi kalian.

Untuk membaca proposal yang telah lolos pada tahun 2018 Silakan klik >> di sini <<
The Perfect Proposal (Sumber Gambar thefutur)




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Paralelisasi Pemikiran Thomas S. Kuhn dengan Pengembangan Pendidikan Agama Islam


Antara paradigma Pendidikan Agama Islam[1] dengan paradigma pendidikan sekuler (yang cenderung positivistik) sesungguhnya sangat berbeda. Kajian positivistik salah satunya berparadigma hegemonik dan empiris, sedang PAI salah satunya berparadigma teologis.[2] Perbedaan tersebut menyebabkan PAI di mata positivistik bukan sebagai kajian dari ilmu pengetahuan karena kajiannya tidak empiris dan tidak memenuhi standar ilmiah (dipenuhi unsur metafisika dan transendetal).[3] Hal ini dalam kacamata Kuhn, bukan berarti dari salah satu keduanya terdapat kebenaran, sedang yang satunya sebagai pihak yang salah. Namun keduanya memiliki kaidah atau pola pikir sendiri yang telah disepakati oleh masing-masing komunitas pendukungnya.[4] Sebagaimana pernyataan Tobroni bahwa paradigma dapat dijadikan asumsi atau proposisi, bahkan dari itu bisa menjadi pijakan dalam berbagai kegiatan ilmiah. Selanjutnya ia menjelaskan secara detail:




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Penelusuran Alam Pikir Thomas S. Kuhn


1.     Konsep Pencarian Kebenaran Vs Puzzle-Solving Milik Thomas S. Kuhn
Menurut Kuhn, yang namanya kebenaran tunggal (objektif) itu tidak pernah ada. Karena bagaimanapun konsep kebenaran yang ada sekarang ini dibangun terdiri atas “paradigma-paradigma” yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat ilmiah/akademis (ilmuwan). Dengan kata lain, menurut Kuhn kebenaran tunggal yang dianut positivisme[1] merupakan suatu paradigma ilmu pengetahuan yang tetap mapan karena mendapat dukungan dan dimapankan pihak kalangan komunitas ilmuwan. Oleh karena itu, “paradigma” merupakan alat yang menjadi kerangka konseptual dalam memahami “kebenaran” alam semesta. Artinya, ilmuwan atau masyarakat ilmiah dalam melakukan penelitian tidak bisa lepas dari paradigma. Secara otomatis kebenaran ilmu tidaklah mutlak-tunggal, tapi relatif-plural, maka “kebenaran” yang ada akan terus-menerus diteliti atau dikritisi oleh komunitas ilmiah lain.[2] Dari sini, sebagian dari kalangan mengatakan dengan tegas bahwa Kuhn merupakan filsuf penganut relativisme.[3] Bahkan disebut pengusung irasionalisme dalam ilmu pengetahuan.




Baca tulisan menarik lainnya:

Ulasan (Review) Film Mission Impossible Fallout Juli 2018

Penilaian terhadap film Mission Impossible Fallout Versi *Banjir Embun*




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Pencegahan Terorisme dan Pengembangan Human Security Melalui Pendidikan Agama Islam

Sahabat *Banjir Embun* kejahatan terorisme masih menjadi mimpi buruk bagi negara kita. Bagaimana tidak, teroris melancarkan aksinya tidak pandang bulu, SARA, dan usia.




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbudaya Nirkekerasan

B.  Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbudaya Nirkekerasan




Baca tulisan menarik lainnya:

Logo Google Adsense Terbaru 2018

Logo Google Adsense Terbaru 2018

Oleh: Tim Banjir Embun




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB IV Masalah Terorisme dan Pengembangan Human Security Melalui Pendidikan Agama Islam Berbudaya Nirkekerasan


Human Security (Sumber gambar 123RF)




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kecerdasan Beragam (multiple intelligences) yang Ideal


C.  Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kecerdasan Beragam (multiple intelligences) yang Ideal
Pembelajaran PAI merupakan kegiatan untuk mencerdaskan peserta didik. Oleh karena itu, dalam konteks pembahasan ini hal-hal penting yang perlu diperhatikan sebelum diadakan pembelajaran adalah seperti apa kondisi (latar belakang) peserta didik. Persoalan lain adalah sejauh mana kemampuan pendidik dan institusi pendidikan dalam mengakomodasi keberagaman peserta didik. Serta, bagaimana cara menanamkan nilai-nilai Islam kepada peserta didik sesuai dengan kondisi “keberagaman” mereka. Identifikasi semacam ini menurut penulis dirasa sangat penting. Alasannya, bagaimana mungkin suatu proses pembelajaran membentuk manusia “cerdas” secara efektif dan efisien, bila tidak diketahui terlebih dahulu sejauh mana kemampuan, keterampilan, dan hal-hal (latar belakang) yang mempengaruhi kehidupan peserta didik. Untuk lebih jelasnya maka perlu digambarkan skema di bawah ini:




Baca tulisan menarik lainnya:

Berpergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan Bagian 2

Sebelum membaca cerita ini lebih baik anda baca dulu cerita sebelumnya.




Baca tulisan menarik lainnya:

Berpergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan

Jarak Bandara Soetta ke Hotel Eco Syariah (sumber gambar Google Maps)



Bagi anda yang ingin melakukan perjalanan ke Jakarta maka lebih baik baca dulu tulisan ini hingga selesai. Tulisan tentang perjalanan orang kampung yang hanya punya uang pas-pasan untuk pergi ke Jakarta.




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Paradigma Baru Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kecerdasan Beragam


 
Ilustrasi Kecerdasan Beragam atau Multiple Intelligences (Sumber gambar SD69)

B.  Paradigma Baru Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kecerdasan Beragam
Paradigma yang diturunkan dari Cartesian (Descartes) dan Newtonian menjadi penyebab munculnya paradigma tunggal (tidak utuh) di dunia Barat. Dengan paradigma tunggal itu, mereka terpuruk ke lembah krisis dan penuh kontradiksi, yang menurut Capra disebabkan oleh kekeliruan pemikiran. Ahmad Tafsir sebagaimana dikutip Efendi menjelaskan bahwa yang dimaksud kekeliruan pemikiran menurut Capra adalah tidak digunakannya paradigma yang tepat dalam penyusunan kebudayaan barat. Di mana, menurutnya budaya barat hanya disusun berdasarkan satu paradigma, yaitu paradigma sains (scientific paradigm).  Padahal paradigma tersebut tidak sepenuhnya bisa melihat alam dan kehidupan ini secara utuh dan menyeluruh (wholeness), kecuali hanya melihat alam ini pada bagian yang empiris saja.[1]





Baca tulisan menarik lainnya:

D. Penutup dan Daftar Pustaka BAB VI Buku Pengembangan Pendidikan Agama Islam


 
Sampul buku Pengembangan Pendidikan Agama Islam




D.       Penutup
Dari semua pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum pada setiap masing-masing prodi di PTAI bisa dilakukan dengan cara integrasi ilmu. Yakni, penambahan mata kuliah umum dilakukan tidak semata-mata “menjiplak” dari perguruan tinggi lain (Perguruan Tinggi Umum) akan tetapi didasarkan pada epistemologi Islam. Dengan demikian, diharapkan bisa melahirkan ilmu baru, yaitu ilmu umum yang tidak “berseberangan” dengan ilmu agama. Implikasinya, pengembangan dan penambahan mata kuliah tidak serta merta hanya memberikan label “Islam” pada mata kuliah atau prodi tersebut, akan tetapi melakukan integrasi ilmu agama dengan ilmu umum yang saling mengokohkan satu sama lain. Pada tahap selanjutnya, inilah yang akan menjadi pembeda wawasan keilmuan antara lulusan PTAI dengan lulusan PTU. Di mana lulusan PTAI tidak hanya mampu menciptakan atau mengembangan ilmu serta produknya, tetapi juga mampu memanfaatkannya secara tepat untuk kemaslahatan manusia secara benar sehingga bisa mendapat ridho dari Allah SWT.




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Menuju Kualitas Lulusan PTAI yang Integratif dan Mandiri dalam Keilmuan


Ilustrasi Lulusan PTAI (Sumber gambar kebaya)




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Langkah-langkah Pengembangan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam


Ilustrasi Pengembangan Program Studi (Sumber gambar kopertis3)



B.       Langkah-langkah Pengembangan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam
Dengan maraknya gejala pergaulan bebas di kalangan mahasiswa, maka kampus PTAI sebagai pusat pencetak generasi Islam yang akademis dituntut kepeduliannya dalam penelurusan kembali perilaku mahasiswa yang mengalami pergeseran dari cita-cita semula. Oleh karena itu, sistem pendidikan di kampus atau perguruan tinggi sekarang ini perlu diklarifikasi.  Di mana, sistem asrama merupakan alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut.[1] Hal lain yang perlu diingat, sebelum mengadakan pengembangan prodi maka PTAI terlebih dahulu harus mempertimbangkan sejauh mana kemampuan kampus untuk menampung jumlah mahasiswa yang semakin bertambah dan juga semakin beragam latar belakangnya. Terutama bila prodi yang dibuka adalah prodi bidang ilmu pengetahuan umum.




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB VI Pemikiran Tentang Pengembangan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam


BAB VI
Pemikiran Tentang Pengembangan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam



Kajian tentang pengembangan program studi (prodi) dalam arti pengembangan kurikulum,[1] penambahan jumlah, dan penggantian namanya di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) merupakan salah satu wacana baru. Mengingat, selama ini PTAI[2] masih identik dengan perguruan tinggi yang hanya mengurusi persoalan akhirat dan cenderung fokus pada penguasaan ilmu keagamaan. Meski gagasan tentang pengembangan kurikulum PTAI yang termanifestasikan dalam penambahan prodi umum (nonkeagamaan) sudah cukup lama beredar, tapi baru masa reformasi gagasan ini mulai mendapatkan jalan terang. Yakni, tatkala adanya Undang-undang Otonomi Daerah tahun 1999 yang berimbas pada otonomisasi dalam bidang-bidang tertentu. Termasuk di dalamnya otonomi pendidikan di semua jenjang. Kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 ayat 1 dan 2.[3]




Baca tulisan menarik lainnya:

D. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum



Menurut Oemar Hamalik evaluasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari komponen-komponen masukan, proses, dan produk. Di mana komponen masukan terdiri dari beberapa aspek yaitu mahasiswa yang dinilai, perlengkapan instrumen yang digunakan dalam penilaian, biaya yang disediakan, dan informasi tentang mahasiswa. Sedang komponen proses meliputi program penilaian, prosedur dan teknik penilaian, teknik penganalisaan data, dan kriteria penentuan kelulusan. Dan komponen produk merupakan hasil-hasil penilaian yang berguna untuk pembuatan keputusan dan sebagai bahan balikan. Dengan demikian maka dapat disimpulkan sistem penilaian atau evaluasi merupakan komponen atau bagian terpenting dari sistem pembelajaran. Oleh karena itu, pengadaan evaluasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan. Hal ini berfungsi sebagai pusat informasi tentang proses pembelajaran maupun keberhasilan studi para mahasiswa. Sedang tujuan dari diadakannya evaluasi adalah sebagai pegidentifikasian apakah mahasiswa sudah mampu dalam pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan bahan yang disajikan dalam mata kuliah. Selain itu sebagai dasar atau acuan pengelompokan mahasiswa ke dalam beberapa kriteria atau tingkatan prestasi belajarnya. Dan tujuan evaluasi bagi Dosen adalah untuk diketahui derajat kesesuaian antara bahan mata kuliah yang disajikan dengan cara penyajiannya.[1]




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB V Pendidikan Islam di Indonesia: Pesantren, Madrasah, dan Sekolah



BAB V
Pendidikan Islam di Indonesia: Pesantren, Madrasah, dan Sekolah


Kajian tentang perbandingan madrasah, pondok pesantren, dan sekolah –sebagai tiga “bentuk pendidikan” yang terbesar di Indonesia– khususnya terkait dengan implementasi Pendidikan Agama Islam bukan sebuah hal baru. Diskusi tentang itu, sebagaimana diketahui secara jamak telah ada utamanya sejak pemerintah Indonesia “meresmikan” madrasah melalui SKB Tiga Menteri Tahun 1975 sebagai lembaga pendidikan yang diakui sebagaimana sekolah umum. Lalu pada akhir-akhir ini pun pesantren –sebagai corak pendidikan asli milik masyarakat Indonesia– pasca disahkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 juga telah mendapat tempat yang “sejajar” dengan lembaga pendidikan lainnya di mata pemerintah.[1] Meskipun keberadaan pesantren “murni” kebanyakan di mata pemerintah diletakkan pada jalur pendidikan nonformal.[2] Oleh sebab itu, wajar bila setelahnya terjadi penilaian, perbandingan, dan pembaharuan terhadap ketiga bentuk pendidikan tersebut.




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum


Stertegi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Dengan kata lain strategi digunakan untuk diperolehnya kesuksesan atau keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan metode adalah upaya pengimplementasian rencana yang sudah disusun dalam kegiatan yang nyata agar tujuan yang disusun tercapai secara optimal. Dengan demikian metode digunakan untuk perealisasian strategi  yang telah ditentukan. Artinya bisa terjadi pada satu stertegi pembelajaran digunakan beberapa metode misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi dll.[1]




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Kompetensi Mahasiswa yang Diharapkan setelah ikut serta perkuliahan Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum

B. Kompetensi Mahasiswa yang Diharapkan setelah ikut serta perkuliahan Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB IV A. Materi Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum


BAB IV
SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA PERGURUAN TINGGI UMUM




Baca tulisan menarik lainnya:

E. Berbagai Kemungkinan yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI pada Perguruan Tinggi Umum


Dalam pembelajaran PAI di PTU untuk tercapainya tujuan dengan efektif dan efisien menurut penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik faktor internal maupun eksternal dalam pembelajaran PAI. Namun untuk masalah ini perlu dilakukan penelitian lebih mendalam lagi agar benar-benar ditemukan hasil yang objektif dan berimbang. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dimungkinkan mempengaruhi pembelajaran PAI di PTU baik secara langsung maupun tidak langsung:




Baca tulisan menarik lainnya:

Mudahnya Mengurus HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Lebih Mudah dari Mencari Uang

 Mudahnya Mengurus HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Lebih Mudah dari Mencari Uang
Oleh: A. Rifqi Amin

Banjir Embun - Non Fiksi - Hari Ahad 08 Juli 2018 kemarin merupakan salah satu hari berkesan dalam hidup. Alur peristiwa perjalanan hidup dari pagi hingga malam dipenuhi berbagai kejutan. Meski semua agenda sudah saya kalkulasikan dengan matang tapi kenyataannya banyak yang meleset. Beberapa antaranya diawali pada pagi hari sebelum berangkat dari kota Malang menuju ke Kediri. Pada pagi itu saya ingin  transfer uang milik klien yang membatalkan pengajuan HKI. Saya lakukan di pagi hari buta karena klien terlihat galau dan meminta saya melakukan sesegera mungkin. Jujur saja dari puluhan klien, baru kali ini saya menghadapi klien yang begitu spesial. Dikatakan spesial karena saya harus banyak bersabar dan telaten menghadapi berbagai tuntutannya. Bagaimana tidak selain banyak tuntutan ini itu, dengan fasih dia mengatai saya orang sok sibuk. Tidak mengutamakan dia terlebih dahulu dan kata-kata lain yang tak kalah menguras emosi.




Baca tulisan menarik lainnya:

D. Tantangan Umum Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum


Dengan adanya media massa dan teknologi informasi komunikasi yang canggih telah menjadi penyebab masyarakat mudah terpengaruh terhadap tayangan, informasi, berita, atau ‘ajaran’ yang ada di dalamnya. Hal tersebut terjadi karena begitu sering dan mudahnya tayangan tersebut diaskes oleh siapapun hampir setiap hari. Tidak mustahil semua itu bisa menjadi penyebab secara lambat laun adanya perubahan budaya, etika, dan moral pada masyarakat dan tak terkecuali pada mahasiswa. Masyarakat yang pada mulanya merasa asing dan tabu pada model-model pakaian yang terbuka (porno), hiburan-hiburan yang berlebihan, dan sadisme yang ditayangkan oleh media lama kelamaan karena tidak terbendung lagi menjadi terbiasa. Bahkan karena seringnya menerima informasi itu selanjutnya mereka menjadi bagian (pelaku) dari fenomena tersebut. Oleh karena itu pada kehidupan masyarakat bahkan pada mahasiswa ditemui kehidupan yang kontroversial, dapat dialami dalam waktu yang sama dalam individu pribadi yang sama. Misalnya dalam satu pribada punya keseimbangan antara kesalehan dan keseronohan, kelembutan dan kekerasan, antara korupsi dan dermawan, antara korupsi dan keaktifan ibadah, dan antara kehidupan Masjid dengan mall. Di mana keduanya senantiasa terus menerus berdampingan satu sama lain sehingga menjadi nilai atau gaya hidup baru masyarakat. Hal inilah yang menjadi alasan diperlukannya kajian keilmuan (penelitian) dalam bidang PAI sebagai penemuan jawaban atas masalah-masalah seperti itu.[1]




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Kedudukan Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum




Kedudukan PAI di PTU adalah sebagai mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh seluruh mahasiswa Islam di seluruh PTU baik pada perguruan tinggi negeri maupun suasta. Hal ini agar mahasiswa mampu menjadi manusia yang punya kepribadian muslim secara utuh, yaitu yang taat pada perintah agama Islam, dan bukan hanya sekedar menjadi mahasiswa yang ahli dalam bidang ilmu agama Islam tanpa diamalkan. Atau hanya mengamalkan perintah ritual Agama tapi tanpa penuh makna dan manfaat yang berarti bagi masyarakat. Dengan demikian kedudukan PAI di PTU adalah sangat penting yaitu menjadi suatu mata kuliah yang diharapkan darinya mampu dihasilkan para sarjana yang punya jiwa agama (religius) dan taat pada perintah agamanya. Tidak hanya menjadi manusia yang hanya ahli dalam bidang pengetahuan tentang agama Islam tanpa pengamalan secara konkrit dalam sehari-hari.[1]




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Ciri Utama Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum


   B.  Ciri Utama Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum




Baca tulisan menarik lainnya:

Menimbang Kebermanfaatan Antara Teori dengan Praktik

Lingkarang Terori-Praktik (Sumber gambar Fakhrurrojihasan)
Menimbang Kebermanfaatan Antara Teori dengan Praktik
Oleh: A. Rifqi Amin


Bagi siapapun yang ingin menonjolkan diri di masyarakat pasti ia akan menunjukkan nilai kebermanfaatannya di tengah-tengah mereka. Entah dengan cara terjun langsung secara nyata di lapangan maupun dengan cara menjadi penyumbang gagasan/ide hingga menjadi penyumbang dana. Salah satu di antaranya dengan menjadi perangkat desa, ketua panitia pembangunan, Imam Masjid, penggerak pemuda, penggerak kegiatan rutinan masyarakat, menjadi konseptor (memberi teori, wawasan, pengelaman, dan motivasi), atau menjadi apapun itu asal berkontribusi bagi masyarakat. Baik diberikan secara lisan, tulisan, maupun melalui perantara pihak lain. Semuanya itu baik yang berperan sebagai ahli praktik maupun ahli teori tetap memiliki andil dalam pembangungan masyarakat.




Baca tulisan menarik lainnya:

Tabel Panduan Perevisian Sebelum Buku Diterbitkan

Tabel Panduan perevisian Buku

Sahabat Banjir Embun (sabem) menulis buku itu tidak mudah. Tabel di bawah ini merupakan bukti bahwa menulis buku itu butuh ketelitian, ketelatenan, dan keseriusan. Yuk kita simak langsung isinya.




Baca tulisan menarik lainnya:

Panduan ke Penerbit tentang Perevisian Sebelum Buku Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Diterbitkan


Sahabat Banjir Embun (sabem) kami mau bercerita. Dulu kala pendiri Banjir Embun yaitu Kang Rifqi Amin pernah menerbitkan buku. Nah, saat dia mau nerbitin buku ribetnya tuh minta ampun. Maklum itu ialah buku pertama yang diterbitkan oleh Kang Rifqi. Saking kepingin nerbitin buku dia ngirimin naskah mentah yang banyak typo alias salah ketik. Alasannya sih dia ingin coba-coba apakah menurut penerbit tulisan tersebut layak untuk dibaca. Singkat cerita, ia menemukan penerbit yang mau mempublikasikan tulisannya. Selanjutnya, ia merevisi beberapa kali tulisan tersebut hingga revisi terakhir yang pedoman/panduan/keterangan revisinya berikut ini.




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB III A. Pengertian Perguruan Tinggi Umum



BAB III
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA PERGURUAN TINGGI UMUM




Baca tulisan menarik lainnya:

Daftar Isi (Menu Lengkap) Konten Blog *Banjir Embun*





Baca tulisan menarik lainnya:

D. Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam





   D.  Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Komponen kurikulum secara umum pada dunia pendidikan yang luas menurut Syaodih Sukmadinata teridentifikasi dalam unsur atau komponen pada anatomi[1] tubuh kurikulum. Komponen tersebut terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut yaitu tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian serta medianya, dan evaluasi, yang mana keempatnya berkaitan erat satu dengan lainnya.[2] Hampir sama menurut Hamid Syarief walaupun terjadi sedikit perbedaan istilah telah diuraikan tentang kurikulum secara struktural terbagi menjadi beberapa komponen di antaranya adalah tujuan kurikulum, komponen isi/bahan, komponen strategi pelaksanaan, dan komponen evaluasi.[3] Dari pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan komponen kurikulum setidaknya harus terdiri dari empat komponen yaitu materi, tujuan, metode (strategi), dan evaluasi. Oleh karena itu, dari pembahasan sebelumnya tentang pembelajaran PAI maka khusus untuk kurikulum PAI di dalamnya harus bermuatan nilai-nilai ajaran Islam pada setiap komponennya. Ke empat komponen tersebut harus terjalin secara integral yang digambarkan sebagaimana gambar berikut ini:




Baca tulisan menarik lainnya:

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


   E.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Hasil pencermatan dari fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang ini baik secara global maupun nasional perlu ada perhatian serius pada penggalian format dan model sistem PAI di lembaga pendidikan umum.[1] Di mana PAI ada muatan akomodasi antara tuntutan dan kebutuhan zaman dengan ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Oleh karena itu orientasi PAI dalam zaman informasi mendatang perlu diubah, yang semula berorientasi kepada kehidupan ukhrawy menjadi duniawy-ukhrawy.[2]





Baca tulisan menarik lainnya:

Pertikaian Antara Ahli Praktik dengan Ahli Teori

Pertikaian Antara Ahli Praktik dengan Ahli Teori




Baca tulisan menarik lainnya:

C. Peran Penting Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Proses pembelajaran agama Islam adalah sebagai perwujudan dakwah yang senantiasi terjadi secara dinamis serta dimunculkannya kesadaran motivasi yang besar pada peserta didik guna pencarian keridhaan dari Allah SWT. Jika pembelajaran agama Islam dimaknai sebagai sesuatu yang statis maka pembelajaran hanyalah menjadi rutinitas yang kurang dimiliki makna. Selain itu pembelajaran pendidikan Islam hendaknya didasarkan dan digerakkan pada keimanan dan komitmen tinggi terhadap ajaran agama Islam.[1] Oleh karena itu untuk diperolehnya hasil dan pencapaian tujuan secara optimal pada pembelajaran PAI maka perlu dibentuknya sistem pembelajaran PAI secara utuh dan kokoh. Selain itu dengan adanya sistem pembelajaran PAI yang kokoh dapat menjadi pengaruh positif. Baik bagi sistem pembelajaran PAI yang dinaungi oleh satu pendidik sebagai penanggung jawab tujuan pembelajaran di dalam kelas (sistem pembelajaran PAI yang dilaksanakan dan dikelola oleh satu pendidik). Maupun sistem pembelajaran PAI pada lingkup satu lembaga yang terdiri dari seluruh Dosen PAI di lembaga tersebut untuk usaha pensuksesan tujuan  institusional.




Baca tulisan menarik lainnya:

B. Komponen Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam




  Untuk penelahaan sistem pembelajaran secara mendalam sesungguhnya pada sistem pembelajaran terdapat beberapa komponen penyusun yang berperan dalam pelancaran mekanisme organisasi pembelajaran. Di antara beberapa komponen tersebut sangat berperan penting bagi terwujudnya tujuan pembelajaran, bahkan diantaranya merupakan komponen utama dan yang paling vital. Diantara beberapa komponen dalam sistem pembelajaran menurut Wina Sanjaya adalah:




Baca tulisan menarik lainnya:

Penyakit ini Bernama Serakah

Penyakit itu Bernama Serakah
Oleh: A. Rifqi Amin




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB II A. Pengertian Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Sistem (sumber gambar kata)






BAB II
SISTEM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

  A.  Pengertian Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Sistem pembelajaran PAI merupakan sebuah rangkaian dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Setiap kata dari rangkaian tersebut secara bahasa dan istilah punya arti tersendiri dan secara independen bisa dibentuk makna yang utuh. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pembahasan tentang arti sistem pembelajaran PAI secara utuh maka dipandang perlu ditelusuri terlebih dahulu makna perkata dari rangkaian tersebut. Diantaranya adalah kata sistem, pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, sistem pembelajaran, pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan secara utuh terbentuk rangkaian kata sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam.




Baca tulisan menarik lainnya: