Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Privacy Policy · Daftar Isi · Tentang Kami

E. Berbagai Kemungkinan yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI pada Perguruan Tinggi Umum


Dalam pembelajaran PAI di PTU untuk tercapainya tujuan dengan efektif dan efisien menurut penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik faktor internal maupun eksternal dalam pembelajaran PAI. Namun untuk masalah ini perlu dilakukan penelitian lebih mendalam lagi agar benar-benar ditemukan hasil yang objektif dan berimbang. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dimungkinkan mempengaruhi pembelajaran PAI di PTU baik secara langsung maupun tidak langsung:

1.    Latar Belakang Mahasiswa Islam pada Perguruan Tinggi Umum
Lebih banyak mahasiswa Islam di PTU merupakan lulusan dari lembaga pendidikan umum atau dari Sekolah umum yang tidak berafiliasi pada agama tertentu. Bahkan juga tak jarang ditemui mahasiswa Islam yang merupakan lulusan dari SMA atau SMK keagamaan yang berafilisasi pada agama selain Islam. Jikapun ada beberapa mahasiswa lulusan dari lembaga pendidikan keislaman seperti Madrasah Aliyah, SMA Islam, dan yang semacamnya namun jumlahnya secara presentase sangat minim. Apalagi mahasiswa yang murni dari pondok pesantren masih langka sekali yang ikut kuliah di PTU dalam rangka untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Apabila ditinjau dari minat atau kecenderungan aktivitas, organisasi keagamaan, dan asal usul daerah, keturunan, adat istiadat, budaya, maupun suku yang di miliki oleh mahasiswa satu dengan yang lain sangat beragam. Ini terjadi terutama pada PTU yang berbentuk Universitas dan Institut, terlebih pada PTU favorit. Untuk kecenderungan aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa di kampus maupun luar kampus misalnya dapat penulis klasifikasikan sebagai berikut:
a.    Mahasiswa Islam KMO
KMO adalah Kuliah Masjid Organisasi, mahasiswa ini biasanya disebut dengan aktivis kerohanian kampus atau rohis (kerohanian Islam). Selain aktif di organisasi mahasiswa tipe mahasiswa seperti ini juga aktif dalam kegiatan kegamaan di Masjid kampus salah satunya rajin Sholat Jamaah dan ikut kajian di Masjid. Dalam PTU tertentu Mahasiswa KMO secara presentase kasat mata jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan mahasiswa model lainnya. Namun tak jarang ditemui mahasiswa Islam sebagai aktivis organisasi kemahasiswaan tidak menjalankan sholat Jamaah atau aktivitas kajian di Masjid. Ketidak aktifan mahasiswa tersebut dalam ‘menjenguk’ Masjid kampus bisa disebabkan beberapa alasan. Salah satu alasanya adalah karena Masjid kampus telah dimonopoli oleh aktivis mahasiswa yang ‘ideologi’ atau organisasi keagamaannya berseberangan dengan mereka.
Alasan lainnya yang mungkin terjadi adalah Masjid dipresepsikan hanya sebagai tempat untuk ibadah dan hanya berhubungan dengan kegiatan keagamaan saja. Oleh karena itu untuk memperoleh ilmu manajemen, ilmu organisasi, ilmu politik, ilmu ketrampilan, dan sebagainya tempatnya adalah di sekretariat organisasi atau di kantor BEM (Badan Eksutif Mahasiswa) maupun UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Untuk ibadah Sholat bisa dilakukan di manapun termasuk di sekretariat Organisasi. Tipe mahasiswa seperti ini penulis sebut sebagai mahasiswa KO (Kuliah Organisasi). Padahal idealnya Masjid di kampus tidak hanya menjadi pusat ibadah saja namun juga aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan bagi seluruh mahasiswa Islam.

b.    Mahasiswa Islam 3K
3K adalah singkatan dari Kampus Kantin Kost, di mana kegiatan mahasiswa hanya berkutat pada kegiatan berkuliah. Selain itu mereka juga aktif ke kantin termasuk juga shoping sebagai sarana menghibur diri. Pencarian hiburan dilakukan di manapun senyampang dipandang tersedia barang yang bisa memuaskan perut dan tersedia barang untuk penghias tubuh. Aktivitas lain yang dilakukan oleh mahasiswa tipe ini adalah kegiatan di kost atau di rumah seperti mengobrol bersama teman dilanjutkan dengan cari hiburan, main game, nonton bola bersama, dan sebagainya. Mahasiswa Islam seperti ini ditakutkan tujuan hidupnya hanya untuk hedonisme semata. Jikapun di masa depan berhasil menjadi politikus, pemimpin perusahaan, maupun usahawan sukses dikawatirkan orientnasinya hanya murni untuk kesenangan duniawi semata.

c.    Mahasiswa Islam 2K
2K atau Kuliah Kerja adalah aktivitas mahasiswa yang lebih cenderung pada dua alasan besar yaitu kuliah untuk kerja atau kerja untuk kuliah. Jika alasan pertama yaitu kuliah dilakukan karena menjadi tuntutan bagi dunia kerjanya. Mahasiswa tipe ini biasanya lebih banyak pada program Magister (S2) dan Doktor (S3). Maka berbeda dengan yang kedua, yaitu kerja untuk kuliah. Di mana mahasiswa bekerja serabutan atau kerja apapun yang penting bisa untuk membiayai perkuliahan. Dipastikan mahasiswa seperti ini punya waktu minim untuk ikut organisasi maupun untuk ikut aktif dalam pengembangan diri menjadi lebih produktif bagi sesama.
Mahasiswa tipe ini biasanya tidak akan bisa terlalu fokus untuk kuliah karena disibukkan dengan pekerjaan. Terlebih bagi mereka yang tidak bisa memanejemen waktu dan tidak mengambil pekerjaan yang sesuai atau mendekati dengan program studi yang diambilnya. Bisa jadi pula dalam berkuliah lebih mengutamakan mata kuliah yang kajiannya sesuai dengan bidang kerjanya. Atau paling tidak serius ingin mendapatkan nilai tinggi dari mata kuliah PAI untuk mendongkrak IPK menjadi sedikit lebih tinggi di akhir kuliah.

d.    Mahasiswa Islam 1K
Mahasiswa tipe ini hampir sama dengan tipe 3K namun perbedaannya adalah pada niat dan tujuan. Mahasiswa Islam tipe 1K masuk keperguruan tinggi adalah untuk fokus kuliah. Jangan sampai ada aktifitas lain yang mengganggu, jikalaupun ada itu hanya sebagai selingan atau hiburan sesekali saja. Sama seperti mahasiswa 2K dapat ditafsirkan kuliah sebagai sarana investisasi untuk kelanjutan karir di masa depan. Walaupun tak dapat dipungkiri dimungkinkan ada Mahasiswa yang keliahatannya fokus kuliah atau kuliah untuk kerja namun dia melaksanakan ajaran agama Islam secara menyeluruh.

Selain dari kecenderungan minat aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa seperti yang diterangkan di atas kecenderungan lain juga ada. Misalnya kecenderungan mahasiswa dalam memilih atau memihak organisasi keagamaan Islam yang dibawanya dari kampung halaman. Yang dimungkinkan fanatisme organisasi keagamaan tersebut buah pendoktrinan dari otoritas di sekelilingnya seperti orang tua, ulama, dan gurunya. Tak mustahil terjadi pada mahasiswa Islam untuk cenderung fanatik pada organisasi keagamaan tertentu seperti NU, Muhammadiyah, Wahidiyah, HTI, LDII, dan sebagainya. Yang ditakutkan salah satunya adalah ketika fanatisme tersebut dimunculkan dalam kelas ketika terjadi diskusi tentang keagamaan Islam pada mata Kuliah PAI. Tentu ini bisa menjadi awal permasalahan yang cukup serius jika tidak ditangani dengan benar.
Padahal idealnya bukan eranya lagi untuk mempermasalahkan perbeadaan organisasi keagamaan. Itu merupakan hak bagi setiap individu Islam guna memilih berorganisasi atau cenderung memihak pada organisasi tertentu. Fanatisme tidak akan bisa diatasi dengan debat atau diskusi karena fanatisme adalah pemberian (given) atau hadiah dari Allah terhadap individu tersebut yang sulit dijelaskan sebabnya. Oleh karena itu, inilah tugas besar tidak hanya bagi Dosen PAI untuk membangun sistem pembelajaran PAI yang bisa mengakomodasi seluruh perbedaan tersebut. Salah satu caranya adalah membuat tujuan yang sama dalam sistem tersebut yaitu “mendapatkan ridho Allah SWT.”
Sedang yang terakhir adalah perbedaan asal usul daerah, suku, maupun budaya antara mahasiswa satu dengan yang lain sangat beragam. Hal ini terutama pada PTU favorit yang menyerap seluruh mahasiswa berprestasi dan terpilih dari berbagai daerah. Tak jarang ditemukan berbagai perkumpulan, persatuan, atau paguyuban mahasiswa yang dilatar belakangi dari persamaan daerah atau kota tertentu. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya di perguruan tinggi umum terutama yang berbentuk Universitas dan institut latar belakang mahasiswanya punya tingkat heterogenitas. Keadaan tersebut menyebabkan mahasiswa menjadi terkotak-kotak jika tidak ditangani dengan benar. Tentu salah satu cara meanganinya adalah dengan dibentuknya sistem pembelajaran PAI yang kokoh, integral, dan berkesinambungan.

2.    Pengelolaan Dosen PAI dan Aturan Pelakasanaan Pembelajaran PAI oleh Pengelola Perguruan Tinggi Umum

Bisa jadi Dosen PAI di PTU terutama yang suasta dalam perhatian dan pengelolaan kualitas, kesejahteraan, dan pengawasan kinerja Dosen PAI belum diprioritaskan. Masalah yang klasik adalah karena faktor minimnya anggaran. Alasan lain adalah agar mahasiswa lebih fokus untuk mendalami ilmu pengetahuan sesuai dengan prodi yang mereka pilih. Padahal selayaknya setiap Dosen satu dengan yang lain tidak dibedakan atau diklasifikasikan tingkat statusnya berdasarkan mata kuliah apa yang ia emban atau Dosen ajar. Namun didasarkan pada prestasi, gelar, lama mengabdi, dan faktor lain yang bisa dilogikakan. Jika pada kenyataannya mata kuliah PAI atau Dosen PAI setelah diadakan penelitian secara objektif berada di tingkat bawah maka itu semata-mata bukan disebabkan oleh Dosen PAI. Bisa jadi penanganan oleh kampus terhadap sistem pembelajaran PAI tidak menjadi bagian dari prioritas tujuan kampus tersebut.
Padahal secara kualitas Dosen PAI berhak untuk mengembangkan diri sebagaimana Dosen lain. Pengembangan diri tersebut bisa berupa ikut workshop, aktif dalam penelitian, aktif dalam penulisan, dan kegiatan ilmiah lain yang tentu mendapatkan anggaran dan perhatian dari kampus maupun pemerintah. Dari segi kesejahteraan serta peningkatan karir terutama Dosen PAI di PTU suasta masih ditemui Dosen PAI yang belum mendapat status sebagai Dosen tetap Yayasan walaupun sudah mengajar bertahun-tahun. Dan dari segi pengawasan maupun pendampingan terhadap kinerja Dosen PAI masih ditakutkan belum dilakukan secara optimal serta integral.
Jika ditinjau dari aturan pelaksanaan idealnya mata kuliah PAI di PTU dilakukan pada tahun pertama atau pada semester pertama dan kedua. Asumsinya adalah mata kuliah PAI merupakan mata kuliah dasar, mata kuliah pedoman, dan mata kuliah pengembangan kepribadian. Jika sebagai mata kuliah dasar bagi pengembangan kepribadian dan untuk pengembangan pengetahuan bagi mata kuliah lain dilakukan di semester ke-3 atau seterusnya. Maka bisa menyebabkan fungsi tersebut tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Alasan lain jika diajarkan di semester tiga dan seterusnya akan mengakibatkan mahasiswa mengabaikan mata kuliah PAI karena lebih mementingkan mata kuliah lainnya.
Apabila dicermati biasanya mahasiswa semester pertama sangat antusias sekali untuk berkuliah serta masih bersemangat adaptasi terhadap dunia perkuliahan. Pada semester pertama umumnya dipenuhi dengan mata kuliah instrumen, mata kuliah dasar, dan mata kuliah kunci (prasyarat) bagi mata kuliah setelahnya. Dengan demikian sangat tepat jika mata kuliah PAI sebagai mata kuliah dasar pengembangan kepribadian diletakkan di semester pertama. Konsekuensi lainnya adalah materi PAI yang ditetapkan harus sinkron dengan mata kuliah lain yang akan dipelajari oleh mahasiswa setelahnya. Bahkan materi PAI harus bermuatan motivasi bagi mahasiswa untuk pendalaman ilmu pengetahuan bagi kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, materi PAI tidak bisa berdiri sendiri atau terlepas dari mata kuliah lain sehingga perlu diadakan pelatihan bagi Dosen PAI. Pelatihan tersebut tentang bagaimana aturan teknis pengembangan materi yang disesuaikan dengan kondisi ciri khas bidang keilmuan pada prodi.
Adapun sebagai penunjang pembelajaran PAI pihak kampus idealnya membuat buku pedoman penyelenggaraan mata kuliah PAI yang didapat dari pemerintah, saran Dosen PAI, dan masukan mahasiswa. Kemudian dikembangkan, diolah, dan disesuaikan dengan keadaan serta kemampuan kampus untuk melaksanakannya. Selain itu diwajibkan bagi Dosen untuk menulis buku diktat, buku referensi, dan jurnal atau artikel ilmiah tentang PAI yang didanai oleh kampus ataupun hibah dari pemerintah. Kelengkapan adminsitrasi lain Dosen PAI juga harus disetarakan dengan Dosen mata kuliah lain misalnya jurnal perkuliahan, absensi, dan hak serta kewajibannya secara adminstrasi lainnya.

3.    Kepedulian Pengelola Kampus Terhadap Kegiatan dan Pengembangan Keagamaan Islam pada Perguruan Tinggi Umum

Kepedulian pengelola atau pejabat kampus terhadap kegiatan dan pengembangan keagamaan Islam sangat penting bagi eksistensi pembelajaran PAI di kampus. Hal yang paling mudah dijadikan contoh adalah disediakannya ruang untuk dijadikan Mushola di perpustakaan, di gedung Student Center, atau ditempat lainnya yang diperkirakaran jauh dari Masjid. Tidak hanya tersedia begitu saja namun juga mushola tersebut terawat serta dalam keadaan bersih dan layak untuk beribadah. Hal ini terutama di kampus PTU yang mahasiswanya lebih banyak agama Islamnya. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kecil kepedulian pengelola kampus terhadap PAI.
Dengan demikian kampus tidak hanya menyediakan fasilitas-fasilitas umum, olah raga, laboratorium, dan fasilitas khusus yang disesuaikan dengan program studi atau mata kuliah tertentu. Namun hendaknya kampus juga menyediakan fasilitas bagi mahasiswa untuk pengembangan kepribadian mereka terutama dalam bidang keagamaan. Misalnya disediakan Masjid atau mushola, laboratorium PAI, buku-buku keagamaan Islam, dan ruang atau gedung. Di harapkan gedung atau ruang tersebut bisa menjadi tempat praktek mata kuliah PAI secara nyata bagi mahasiswa dan Dosen dalam bidang pendidikan, penelitian, dan  pengabdian kepada masyarakat.
Apabila pengelola kampus tidak punya kepedulian terhadap kegiatan dan pengembangan keagamaan Islam maka tidaklah salah jika ada seseorang yang menyebut kampus tersebut sekuler. Dikatakan sekuler karena ada aktivitas sekulerisasi terhadap mahasiswa dengan bentuk menjauhkan mahasiswa dari hal-hal yang berciri khas agama. Misalnya tidak disediakan mushola, tidak diberikan kesempatan kepada mahasiswa Islam untuk aktualisasi diri menjalankan ajaran agamanya dengan berbagai cara, dan ditiadakannya kegiatan-kegiatan keislaman di kampus.

4.    Pembentukan Forum Dosen PAI pada Perguruan Tinggi Umum
Organisasi, forum, persatuan, atau wadah yang semacamnya di suatu lembaga perguruan tinggi umum sangat penting bagi pengembangan pembelajaran PAI. Selain untuk menyamakan presepsi antara Dosen PAI yang satu dengan yang lain karena dimungkinkan terjadi perbedaan, juga sebagai sarana menemukan titik temu dari masalah pembelajaran PAI yang ditemukan. Dengan adanya forum tersebut pula maka Dosen bisa bekerja sama dengan berbagai cara untuk membangun suasana kampus yang religius, damai, dan rukun. Di mana harapan selanjutnya di masa yang akan datang hal tersebut bisa memudahkan Dosen PAI dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran PAI di kampus.
Forum Dosen PAI di PTU apabila terbentuk dan berjalan dengan efektif dan efisien maka akan bisa terwujud pembelajaran PAI yang integral dengan mata kuliah lain. Salah satu caranya mengadakan bekerja sama dengan Dosen atau forum Dosen mata kuliah lain. Serta bisa menjadi wadah diskusi Dosen PAI dalam merumuskan serta menyusun komponen sistem pembalajaran PAI (materi, kompetensi, strategi, dan evaluasi). Ataupun yang lebih jauh menjadi wadah untuk saluran aspirasi atau interaksi Dosen PAI baik secara akademis maupun sosial dengan masyarakat kampus maupun yang di luar kampus. Teramat pentingnya forum Dosen PAI yang mendapat pengakuan secara administrasi maupun sosial kemasyarakatan kampus bagi sistem pembelajaran PAI. Pengakuan administrasi misalnya forum tersebut memiliki payung hukum yang diakui oleh pengelola kampus untuk mengadakan kegiatan maupun usulan guna pengembangan PAI di kampus.



Ilustrasi daya pengaruh antar individu dan kelompok (Sumber gambar SMP 1 Kayuagung)




Baca tulisan menarik lainnya: