Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Bijak Bermedsos, Jangan Lakukan Ini Ketika Bermedsos

Sekarang  ini manusia berada di zaman digital. Era di mana koneksi jarak jauh mudah dilakukan. Apalagi jenis media sosial (medsos) begitu banyak pilihan. Masing-masing berlomba memberi fasilitas yang tak kalah memanjakan. Pengguna dibuat betah berlama-lama.

Komunikasi jarak jauh tidak lagi mahal. Tidak sulit malah memudahkan. Semua bisa mengaksesnya. Mulai yang kecil hingga dewasa. Asal punya perangkat elektronik yang mumpuni untuk berselancar. Tentunya juga punya paket datanya. Pasti bisa mengembara dengan media sosial.





Medsos adalah dunia liar. Dunia yang membebaskan pengguna dalam menjelajah kesenangan seluasnya. Berkomunikasi sebebasnya dengan siapa saja. Baik pada orang dikenal maupun tidak. Dengan iming-iming itu, siapa yang tak tertarik berkelana. Mengarungi lapangnya media sosial. 

Memang, pihak pengelola medsos memberi fasilitas menu laporan. Yakni, melaporkan siapa saja yang berbuat pelanggaran. Namun, sayangnya itu masih bisa diakali bagi yang benar-benar niat. Dengan membuat akun baru dan nama baru tentunya. Biar bisa kembali berkelana.

Bisa dikata, tidak semua pengguna sadar untuk berbuat hal positif saat berselancar.  Mereka menggunakan medsos untuk kedunguan. Menebar ketidaknyamanan. Berulah demi mendapat perhatian. Akhirnya, medsos hanya jadi tempat pelampiasan. Dengan memancarkan energi negatif dalam dirinya untuk ditularkan.

Sesekali mencari hiburan menggunakan medsos tak masalah. Asal tidak berlebihan. Apalagi secara terus-terusan. Sebab manusia bukan mesin yang harus monoton dan tanpa senyuman. Tak perlu jadi anti bermedsos ria. Sebab medsos juga ada segi positifnya. Tinggal pengguna mau mengurung segi negatifnya atau tidak.



Oleh sebab itu, pengguna harus memperhatikan hal-hal sensitif saat asyik bermedia sosial. Dari kenyataan itu dirasa kami perlu menjabarkan larangan saat bermedia soasial. Tindakan yang tak boleh dilakukan saat bermedsos adalah:

1.  Terlalu reaktif atau tanggap berlebihan. Cepat mengomentari postingan seseorang yang dirasa ambigu, bias, dan janggal. Lebih utama tatkala masih ragu, risih, dan bingung terhadap postingan seseorang ditanyakan dulu apa maksudnya. Barangkali si pengepos punya alasan mendasar. Bila postingan ternyata benar-benar salah, hoax, bukan pada tempatnya, dan semacamnya maka harus diingatkan dengan cara bijak. Tidak menyudutkan. Tidak pula membullinya bersama-sama.

2. Keminter atau sok pintar. Saat bermedsos tidak boleh menulis hal-hal yang menyebabkan orang lain merasa disudutkan. Kesan menyepelekan dan merendahkan begitu terasa.  Meremehkan pihak lain yang dianggap berbeda. Baik beda kepentingan maupun beda pendapatan. Merasa unggul dari pada yang lainnya. Padahal di medsos sesungguhnya banyak langit di atas langit bahkan bisa jadi lebih tinggi lagi darinya. Oleh sebab itu carilah lingkungan (group) di medsos yang sesuai dengan levelnya. Bila beda level lebih baik diam agar mulut terselamatkan.

3. Menyebar hoax. Ini sudah pasti sebuah kesalahan mutlak. Tak bisa ditawar-tawar pelakunya harus diingatkan. Tentu dengan bahasa yang sopan dan pantas. Bukankah memang seharusnya mengingatkan untuk kebaikan harus menggunakan cara baik pula? Bisa jadi si pengirim hoax tidak sengaja. Tidak sadar salahnya. Maksudnya baik tapi tidak tahu bahwa yang dilakukan bukan kebaikan. Sebab mata rantai hoax harus diputus segera. Supaya tidak banyak korban yang termakan.



4. Menyebarkan provokasi atau hasutan. Memancing pihak lain supaya bereaksi dengan cepatnya. Membangkitkan amarah pihak lain supaya panas suasananya. Bagi provokator merasa lega bila pancingannya dimakan mangsa. Lega karena tujuan akhirnya akan tergapai dengan mudah. Bisa jadi hanya lega karena dengan keisengannya bisa tercipta pertengkaran kecil atau sebaliknya membuahkan tawa bersama. Entah itu tawa beneran atau kepalsuan. Di sini harus hati-hati dengan ekstra. Sebab orang kadang berbeda dalam memahami tulisan. Maksudnya bercanda tapi dimaknai keseriusan.

Barangkali itu tulisan sedikit yang bisa kami berikan. Tentu masih ada larangan lain selain yang di atas. Tapi empat hal itu tak kalah penting untuk diperhatikan. Menjadi kunci aman saat mengembara di dunia maya.

Memang lebih baik banyak diamnya saat bermedia sosial. Bila pun ingin menulis buatlah tulisan yang bermakna. Tidak dibuat saat itu juga. Namun dirancang dulu di media offline yang mendukung membuat karya tulisan.

Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan tulisan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial (gambar dimodifikasi dari sini)








Baca tulisan menarik lainnya:

Akademisi dalam Belenggu Kemunafikan

Oleh: 
Redaktur Banjir Embun

Figur akademis merupakan sosok idealis yang sulit digoyahkan. Baik dari segi logika maupun etikanya. Ia punya pandangan hingga prinsip kehidupan. Tatapannya luas jauh ke depan. Tentu yang seperti itu tak dimiliki kaum awam.


Ia tak akan tergoda melawan akal sehat. Tak pula tergiur menentang gemuruh suara nuraninya. Ia mau dan mampu bertindak sesuai dengan apa yang ia tahu, ia utarakan, dan ia tuliskan. Tak akan bisa terayu dengan tindak kebodohan. 






Syarat menjadi akademisi tidak hanya sekedar pintar. Tapi juga harus tahu diri dan cerdas. Menjadi akademisi tidak boleh untuk memperkaya. Tidak pula untuk menduduki jabatan. Sebab akademisi itu ibarat malaikat. Setiap tingkah polahnya dianggap kebaikan dan kebenaran.


Akademisi sejati seharusnya tak memikirkan uang tambahan. Akademisi betulan tak akan berbuat keserakahan. Baginya yang terpenting kebutuhan sandang, pangan, dan papan terpenuhi secukupnya. Tak akan diraih berlebihan.


Akademisi adalah "juru bicara" Tuhan. Ia tak pantas tampil bersandiwara. Bermulut dan bermuka manis tapi ternyata busuk hatinya. Tega menginjak yang lainnya. Demi merebut jatah jabatan dan anggaran. Bahkan rela memihak kepentingan politik tertentu demi itu semua.


Akademisi harusnya dalam keseharian disibukkan untuk kepentingan masyarakat luas. Menyisakan porsi secukupnya untuk diri dan keluarga. Bukan menguras potensi untuk kepentingan segolongan dan satu kepentingan. Supaya posisi dan pemasukan tetap aman.


Jadilah akademisi yang rela berkorban. Bukan menjadi akademisi instan yang dipenuhi kemunafikan. Berakademisi guna dijadikan profesi sebagai ladang pengerukan. Bila apa yang ia terima sesuai pengorbanan maka hal itu masih bisa diperdebatkan.


Nyatanya, prinsip ekonomi digunakan. Dengan sedikit pengorbanan (pengeluaran) untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan, cara kotor dan menjijikkan dihalalkan. Melanggar etika baginya sudah biasa. Asal bisa ditutupi jubah kemunafikan.


Akademisi instan merupakan akademisi penuh kemunafikan. Ia tak mau bersusah payah repot-repot melakukan pekerjaan dengan semestinya. Ia tak peduli pada landasan moral kehidupan.  Ia tahu itu salah tapi tetap menerjang.


Memanipulasi, mengakali, dan berbuat curang baginya sudah biasa. Sekali lagi, asal bisa tampil santun, sedikit bagi-bagi, dan tetap berbusana akademis semua akan terlupakan. Semua akan memaafkan. Tahu sama tahu keadaan. Supaya tak ada yang saling menyalip di tikungan.


Itulah kondisi akademis yang sungguh mengerikan. Untungnya itu tidak terjadi di negara kita. Tidak pula di dunia. Kejadian itu hanya ada di luar angkasa. Entah di sebelah mana. Haruskah kita geruduk bersama? Biar mereka tahu sulitnya jadi Akademisi di dunia. Atau sekalian kita caci maki mereka agar hati lega?

Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga bermanfaat. Salam hangat dari kami tim redaktur *Banjir Embun* yang senantiasa memberi terbaik bagi kalian.


Kemunafikan itu mendorong ketidakjujuran dan iri hati (gambar dimodifikasi dari sini)








Baca tulisan menarik lainnya:

Daftar Pustaka Tesis Pendidikan bahasa Arab berjudul تطوير مادة النحو على أساس مدخل التنويم المغناطيسيّ التعليمي "Android" ببرنامج أندرويد "Hypnoteaching" بدورة تعليم اللغة العربية المكثفة "الفارسي" باري

Ditulis oleh:
Inchinia Angger Rowin, S.Fil.I, M.Pd.I
(Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG)




Baca tulisan menarik lainnya:

TESIS BAB V Pendidikan bahasa Arab berjudul تطوير مادة النحو على أساس مدخل التنويم المغناطيسيّ التعليمي "Android" ببرنامج أندرويد "Hypnoteaching" بدورة تعليم اللغة العربية المكثفة "الفارسي" باري

Ditulis oleh:
Inchinia Angger Rowin, S.Fil.I, M.Pd.I
(Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG)




Baca tulisan menarik lainnya:

TESIS BAB IV Pendidikan bahasa Arab berjudul تطوير مادة النحو على أساس مدخل التنويم المغناطيسيّ التعليمي "Android" ببرنامج أندرويد "Hypnoteaching" بدورة تعليم اللغة العربية المكثفة "الفارسي" باري

Ditulis oleh:
Inchinia Angger Rowin, S.Fil.I, M.Pd.I
(Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG)




Baca tulisan menarik lainnya:

TESIS BAB III Pendidikan bahasa Arab berjudul تطوير مادة النحو على أساس مدخل التنويم المغناطيسيّ التعليمي "Android" ببرنامج أندرويد "Hypnoteaching" بدورة تعليم اللغة العربية المكثفة "الفارسي" باري

Ditulis oleh:
Inchinia Angger Rowin, S.Fil.I, M.Pd.I
(Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG)




Baca tulisan menarik lainnya:

TESIS BAB II Pendidikan bahasa Arab berjudul تطوير مادة النحو على أساس مدخل التنويم المغناطيسيّ التعليمي "Android" ببرنامج أندرويد "Hypnoteaching" بدورة تعليم اللغة العربية المكثفة "الفارسي" باري

Ditulis oleh:
Inchinia Angger Rowin, S.Fil.I, M.Pd.I
(Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG)




Baca tulisan menarik lainnya:

BAB I TESIS Pendidikan bahasa Arab berjudul B تطوير مادة النحو على أساس مدخل التنويم المغناطيسيّ التعليمي "Android" ببرنامج أندرويد "Hypnoteaching" بدورة تعليم اللغة العربية المكثفة "الفارسي" باري

Ditulis oleh:
Inchinia Angger Rowin, S.Fil.I, M.Pd.I
(Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG)




Baca tulisan menarik lainnya:

Tuhanku Tuhanmu Tuhan Kita

Agama itu sakral. Tidak boleh dibuat main-main. Buat bahan bercanda dan cari perhatian. Apalagi buat meraup keuntungan politik golongan. Ia adalah sumber moral yang tidak bisa jadi bahan permainan.


Agama dan Tuhan itu satu kesatuan. Agama tanpa Tuhan itu bualan. Tuhan tanpa agama itu kesesatan.  Sebab Tuhan itu yang mencipta agama. Tuhan menciptakannya untuk kedamaian hidup manusia.



Ironis, ajaran agama itu banyak diselewengkan pemeluknya. Agama seharusnya untuk perdamaian malah untuk peperangan. Agama seharusnya untuk ibadah pada Tuhan malah dieksploitasi sebagian golongan.


Ketika Tuhan ditiadakan. Agama berubah menjadi teror kehidupan. Kadang agama juga jadi nilai tawar dalam perdagangan. Bisa dagang dalam arti sebenarnya. Bisa pula politik "dagang sapi" yang membosankan.


Ketika Agama meninggalkan Tuhan maka ia hanya menjadi bencana kehidupan. Memang benar, Tuhan tak butuh pemeluk agama. Namun Tuhan menyuruh manusia beragama. Beragama yang sebenarnya. Bukan untuk topeng wajah kemunafikan.


Sebaliknya, agama menyuruh manusia bertuhan. Tuhan yang sebenarnya Tuhan. Bukan Tuhan imajiner yang dibangun untuk kepentingan. Bukan Tuhan yang bisa dikuasai dan diatur sesukanya. Namun Tuhan yang benar-benar Tuhan Yang Maha Kuasa.


Tuhan digambarkan pemarah oleh manusia yang suka marah. Tuhan digambarkan sadis oleh manusia yang suka aksi kekerasan. Tuhan digambarkan intoleran oleh manusia yang tak suka kerukunan.


Tuhan telah diimajenasikan sedemikian rupa. Untuk memenuhi ego pribadi dan golongan. Padahal Tuhan tak seperti itu. Tuhan itu Maha Kasih. Seharusnya wujud kasih itu juga diterapkan pada sesama ciptaan--Nya. 


Lebih parah lagi bahkan Tuhan telah ditiadakan. Agama dijadikan tambang tempat mengeruk keuntungan. Tuhan hanya dijadikan alat pembenar. Alih-alih membela Tuhan, yang ada malah mencaci maki pihak bersebrangan.


Tuhan yang sebenarnya tak butuh dibela. Ia tak butuh pembelaan dari siapapun juga. Tuhanku Tuhanmu Tuhan kita bersama. Tuhan yang sebenarnya Tuhan. Bukan Tuhan hasil imajinasi manusia.

Tuhan adalah milik kita bersama. Dan kita bersama dimiliki Tuhan. Oleh sebab itu klaim bahwa Tuhan pasti membela satu golongan harus dibinasakan. Tuhan tak berperingai semarah itu. Tak sesuai dengan apa yang dibayangkan.


Hiduplah damai berdampingan. Pasti Tuhan akan memberi pahala. Jagalah persatuan dan kesatuan. Pasti berkah Tuhan akan mengalir deras. Tuhanku Tuhanmu Tuhan kita bersama harus kita jaga dari penyelewengan.

Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan. Kritik dan saran kami tunggu sebagai bimbingan. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi penyemangat terciptanya hidup penuh perdamaian.




Tuhan untuk semua (gambar dimodifikasi dari sini)









Baca tulisan menarik lainnya:

Cerpen: Ganteng-ganteng Baik Hati

*BANJIR EMBUN* -Cerpen- Namanya Jonathan. Usia 23 tahun. Paras ganteng menawan. Sosok pemuda yang digandrungi ABG usia 13 hingga 17-an. Figur yang membuat mereka semua jadi meleleh tak tertahankan.


Bagaimana tidak, bukan hanya fisik yang luar biasa yang ia punya. Akhlak mulia dan aqidah kokoh jadi panutan dan pegangan. Membuatnya makin disukai ABG yang masih terselamatkan.





Ia kaya raya tapi tak congkak. Ia pintar luar biasa tapi tak pelit membagi ilmunya. Ia tentunya ganteng tapi tak mau pacaran sebelum halal. Ia bagaikan sosok yang hanya pantas mendiami surga.

Hari ini adalah tepat satu tahun kelulusan kuliahnya. Tentu dari salah satu kampus yang unggul luar biasa. Ia tak perlu lagi khawatir mau melamar ke mana. Khawatir menentukan cara apa agar lamaran diterima.


Sebaliknya, banyak perusahaan yang malah melamarnya. Dijanjikan posisi dan gaji yang bikin mata terbuka. Hal itu karena ia memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Prestasinya sudah terkenal di mana-mana.


Ia berhasil menciptakan mesin canggih yang irit seirit-iritnya. Satu liter BBM bisa untuk mencapai ratusan kilometer jauhnya. Tetap irit meski mesin mengangkat berat kendaraan ratusan kilogram jumlahnya.


Belum lagi ia sedang menyempurnakan prototipe mesin generasi ke lima. Mesin berbahan bakar air saja. Tanpa campuran atau bantuan alat yang lainnya. Tentu kecuali alat pada mesin yang telah ia rekayasa.


Inilah yang menjadi incaran para pengusaha. Ia ibaratnya lumbung dollar yang berjalan. Harus diikat supaya tidak ke mana-mana. Hanya untuk menguntungkan perusahaan miliknya.


Tak disangka, ia tak tertarik dengan semua tawaran. Ia lebih memilih memberdayakan umat. Ia tak jual hak patennya. Ia merangkul umat untuk bekerja sama. Mendirikan perusahaan otomotif berbasis syariah.


Ia ajak lembaga Islam yang punya potensi  basis keuangan. Ia yakinkan perusahaan yang akan dibangun  bersama  bakal menguntungkan umat di masa datang. Umat akan terangkat harga diri maupun tingkat ekonominya.


Namun misi ini banyak ganjalan. Bukan ganjalan masalah keuangan. Umat sudah mendukung ia sepenuhnya. Rintangan itu datang dari para mafia minyak dunia. Mereka takut bisnisnya akan gulung tikar.


Teror, ancaman, hingga kriminalisasi ia terima. Hidupnya jadi penuh ganjalan. Bahkan untuk menghabisi karirnya ia difitnah membantu teroris sebagai penyumbang dana. Niat jahat itu menghasilkan. 


Setelah kejadian itu hari-harinya terbuang sia-sia bersama polisi dan pengacara. Dilanjutkan ke pengadilan untuk menghadapi tuntutan di persidangan. Sempat baginya untuk menyerah. Menjual hak patennya.


Akibat ulah penghianat akhirnya umat terbelah. Si penghianat telah terbeli harga dirinya. Dengan segepok uang  yang diterima dari mafa. Ia tega menggadaikan kepentingan umat.


Pemuda itu menjalani hidupnya di sel tahanan. Bukan tahanan khusus di markas komando kepolisian. Ia ditahan bersama para Bromocorah. Tentu tak mudah bagi sosok seperti dia. Yang biasa hidup bergelimang.


Di dalam tahanan ia menunggu keputusan final pengadilan. Apakah ia akan dibebaskan tanpa syarat atau menjalani kehidupan dalam penjara. Selama bertahun-tahun yang mungkin tak ada remisinya.


Besok sesi pembelaan dari terdakwa akan dilakukan. Ia akan tunjukkan bukti pamungkas yang baru ia temukan. Ia tunjukkan bahwa dirinya tak bersalah. Ia telah difitnah oleh penghianat. Yakni, oleh muslim gadungan yang berjubah kemunafikan.


Tapi ia ragu mau mengeluarkan kartu AS itu atau tidak. Bukan takut karena buktinya akan bisa terbantahkan. Ia takut bukti itu akan makin memecah belah umat. Umat akan makin saling menjauh terpisah. Terbelah jadi dua.


Sosok yang baginya penghianat itu bukan orang biasa. Ia tokoh besar. Meski bukan tokoh agama yang bergelar mulia tapi ia punya massa. Tidak sedikit jumlahnya. Hampir 70% dari suara partai yang masuk lima besar. 


Ia pun sholat istikharah dalam jeruji tahanan. Si ganteng ini sholat. Betul, ganteng-ganteng (tapi) sholat. Ia ragu, bukan ragu untuk memilih dua pilihan. Tapi ragu akan menunjukkan bukti itu atau tidak.


Setelah sholat istikharah dilakukan tak ada gejala apa-apa. Tidak ada mimpi maupun pertanda lainnya. Tak ada "kode" dari Tuhan. Memang, hasil sholat istikharahnya bukan demikian. Tak seperti hasilnya para Wali Tuhan.


Sholat itu menghasilkan kemantapan. Hatinya menjadi teguh penuh keyakinan. Ia memutuskan dengan tanpa keraguan. Ia akan membacakan pembelaan pada sidang. Tapi tanpa menyertai bukti yang jadi andalan.


Di sesi pembelaan itu ia membaca surat itu dengan tangisan. Bukan tangisan putus asa. Bukan pula tangisan ketakutan. Ia membaca dengan penuh harapan. Supaya umat tak terpecah belah. Saling menjatuhkan.


Ia rela dirinya dipenjara. Ia rela dirinya dikorbankan. Demi kepentingan umat. Ia berkeyakinan persatuan umat lebih utama dari dirinya. Bahkan lebih penting dari perkembangan ilmu pengetahuan sekalipun juga.


Seharusnya ia berpikir matematis, logis, dan penuh perhitungan. Itulah yang biasa dilakukan ilmuwan alam. Namun jiwa sosialnya lebih menang daripada naluri ilmunya. Itu semua berkat didikan agamanya.


Ia tak menyesal atas segala keputusan. Ia berjanji akan bangkit setelah keluar dari penjara. Berjuang membangun ilmu pengetahuan dan ekonomi umat. Merangkul dan menyatukan mereka. Umat akan sabar menantimu bang Jonathan.

Tamat. Selesai. The End.

Apakah menurutmu cerita ini Happy Ending?




Bagi kalian yang tak ahli matematika maupun permesinan jangan berkecil dada. Prestasi itu tidak harus berupa benda fisik atau kecanggihan tekhnologi yang berdaya guna. Ilmu sosial juga bisa.


Kalian masih bisa berperan nyata. Ikut memberdayakan masyarakat dengan potensi yang kamu punya. Tinggal penyesuaian saja. Bakatmu cocok untuk bidang apa. Lapangan (terapan) atau kajian ilmiah (teoritis).


Cerita ini hanya fiktif belaka. Pemilihan nama serta atribut lainnya sudah dipikirkan matang-matang. Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga bisa menghibur.



GGS Ganteng-ganteng Sholeh (gambar dimodifikasi dari sini)






Baca tulisan menarik lainnya:

Pengalaman Saya Berurusan dengan Penyedia Jasa Pinjaman Online

Sekarang ini eranya serba online. Untuk melakukan pinjaman pun bisa online. Tanpa jaminan sama sekali dan syarat yang tak begitu rumit. Tinggal klik, klik, dan klik uang pinjamanl langsung bisa masuk rekening. Sungguh sangat mudah sehingga dapat menggiurkan siapapun juga.




Baca tulisan menarik lainnya:

Bedanya Salah Beneran dengan Mencari Kesalahan

Kesalahan apa adanya dengan mencari-cari salah bedanya tipis. Bisa jadi itu memang salah tapi kesalahannya dicari-cari dulu. Bahkan sebenarnya tidak salah tapi diolah sedemikian rupa sehingga nampak salah. Sedang yang lain meski sama-sama salahnya karena satu kepentingan kesalahannya disembunyikan.




Baca tulisan menarik lainnya:

Memahami Tertawa dari Berbagai Makna





Baca tulisan menarik lainnya:

Akademisi Bermazhab Katak dalam Tempurung







Baca tulisan menarik lainnya:

Jauhi Medsos Jika Mengalami Kondisi Seperti Ini

Sahabat *Banjir Embun* pepatah mengatakan "Orang yang Beruntung adalah Orang yang Bijak dalam Berkata". Ungkapan itu ada benarnya. Berlaku di dunia nyata maupun maya. Siapapun yang konstan berperilaku bijak dalam berkata pasti ia akan mendapat tempat. Cepat atau lambat.




Baca tulisan menarik lainnya:

Pengalaman Pertama Memesan Tiket Melalui Aplikasi KAI Access


Beberapa Kelebihan Transportasi Kereta Api

Ini adalah pengalaman saya untuk pertama. Naik kereta api dari stasiun Malang. Sebelumnya saya pernah menggunakan kereta tapi berangkat dari stasiun kota Kediri, stasiun Ngadiluwih kabupaten Kediri, stasiun Gubeng Surabaya, dan stasiun tanah Abang Jakarta. Semuanya kelas ekonomi.

Baca juga: 

Beberapa Kelebihan Transportasi Kereta Api


Kecuali pada bulan Juli kemarin dari stasiun Gambir saya naik eksekutif menuju stasiun Pasar Turi Surabaya. Seharga 450-an ribu. Memang diakui lebih nyaman dan lebih cepat menggunakan kereta ini. Fasilitas sesuai dengan harga.



Berbeda dengan perjalanan sebelumnya. Kali ini saya memesan tiket secara online. Melalui aplikasi KAI Access yang bisa diunduh di play store. Sangat sederhana. Cukup dengan mengklik pilihan rute, jadwal, dan kereta apa yang kita kehendaki.


Setelah deal maka kita akan mendapatkan beberapa digit nomor pemesanan. Nomor itu digunakan untuk kode pembayaran di minimarket (misalnya Alfamart). Setelah mendapat kode itu kita hanya dikasih waktu satu jam untuk melakukan pembayaran. Lebih dari itu kode pembayaran akan hangus.



Hasil tembak layar (screenshot) aplikasi KAI Access (gambar koleksi pribadi)




Setelah kode pemesanan kita bayar maka kita tak perlu ke stasiun. Saat hari berangkat tiba kita hanya melakukan boarding saja. Tidak perlu mengprimen tiket. Boarding dilakukan dengan cara menscan barcode yang ada di aplikasi. Jangan khawatir akan dibantu petugas stasiun.




Barcode yang harus discan saat boarding (gambar koleksi pribadi)



Keuntungan memakai aplikasi ini adalah:


1. Tidak perlu bolak-balik ke stasiun untuk bertanya tentang jadwal, harga tiket, rute, maupun untuk pembayaran tiket.


2. Tidak perlu print tiket. Misal pun ada sesuatu di luar dugaan dengan hp maka kita masih bisa mengeprint e-tiket yang telah dikirim oleh KAI ke email kita.

Email pemberitahuan sekaligus e-tiket yang dikirim oleh KAI.




E-tiket berupa file pdf (gambar koleksi pribadi)



3. Bisa meng-cancel (membatalkan) maupun reschedule (menjadwal ulang) tiket yang telah dibayar. Tidak perlu data ke stasiun.


4. Saat ada pengecekan tiket penumpang oleh petugas di tengah perjalanan biasanya untuk pembayar tiket secara online tidak akan diperiksa. Mungkin petugas sudah punya data online daftar penumpang pembayar e-tiket beserta nomor duduknya.


Untuk sementara ini dulu yang bisa saya bagikan. Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan tulisan.




Baca tulisan menarik lainnya:

Pengembangan Human Security Melalui Pendidikan Bina Damai



Pengembangan Human Security Melalui Pendidikan Bina Damai




Baca tulisan menarik lainnya:

WACANA PENGEMBANGAN BUKU AJAR PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS NIRKEKERASAN (BINA DAMAI) DALAM MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


WACANA PENGEMBANGAN BUKU AJAR PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS NIRKEKERASAN (BINA DAMAI) DALAM MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




Baca tulisan menarik lainnya:

Umat Islam Mengidap Obsesi Kekuasaan



Apapun ideologinya bila terobsesi berkuasa maka radikalisme akan mudah tumbuh mekar. Sayangnya obsesi ingin berkuasa ini  masih mengidap sebagian umat Islam. Ingin merebut lembaga kekuasaan seperti negara. 


Di agama lain umatnya tidak ada lagi cita-cita mendirikan negara Kristen, Hindu, Budha, atau yang lainnya. Mereka sudah berhasil menyapih obsesi kekuasaan itu. Memisahkan antara kepentingan kelompok dengan kepentingan negara.



Dalam sejarahnya kerajaan/negara agama harus otoriter. Kalau tidak maka akan mudah untuk diruntuhkan. Sebab agama adalah doktrin yang tidak boleh diganggu gugat. Melawan negara akan dianggap melawan agama.


Di Indonesia, untungnya mayoritas umat Islam tidak memaksakan diri membentuk negara islam. Melabelisasi ayat agama untuk kepentingan politik negara. Bisa dikatakan, ekspresi ajaran Islam di Indonesia adalah khas.


Tak terbayang bila indonesia menjadi negara agama. Negara akan menjadi alat kekuasaan yang tak terbantah. Bila Indonesia dilabeli agama maka akan menjadi negara absolut. Akan terjadi pembunuhan kebebasan ekspresi.


Patut disyukuri Indonesia mempunyai pesantren. Institusi yang khas Nusantara. Dibina oleh Kiai yang memiliki peran ganda. Menjadi orang tua, manajer, guru (mursyid), dll. Hubungan dia dengan santrinya tidak hanya mentransfer pengetahuan. Kiai juga berhubungan secara batiniah pada santri maupun masyarakat sekitarnya.


Dengan adanya pesantren Indonesia bisa terbentengi dari paham radikal yang ingin mendirikan khilafah. Semoga pesantren tetap selalu ada dengan segala ciri khasnya. Dengan itu generasi kita akan terselamatkan dari bencana politisasi agama.

Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan. Saran dan masukan dari pembaca sungguh berarti.

Kekuasaan (sumber gambar)





Baca tulisan menarik lainnya:

OASE itu Bernama Moderasi Islam


Masih ada perbedaan pendapat tentang penggunaan istilah "moderasi Islam". Ada yang mengatakan istilah itu Tendensius. Dianggap me-down grade Islam sebagai agama. Islam tercitra tidak moderat sehingga perlu dimoderasi. Sebagai gantinya para penolak ini menawarkan istilah "moderasi beragama".

Istilah "moderasi beragama" dianggap lebih tepat karena yang ingin dimoderasi adalah implementasi beragama umatnya. Bukan agamanya. Sebab, masih ada pemeluk agama yang tidak mengambil nilai-nilai moderat dalam ajaran agama untuk dijadikan gaya hidup. Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan pratik beragama.


Sedang kubu lain mengatakan bahwa penggunaan istilah moderasi Islam yang disingkat MODIS sudah tepat. Alasannya dalam konteks keindonesiaan, sekarang ini Islam sebagai agama oleh para  pemeluk telah dilunturkan nilai-nilai moderatnya. Ajaran Islam sebenarnya yang bersifat moderat tidak dimunculkan. Malah sebaliknya.


Menghadapi permasalahan itu maka perlu diteguhkan serta digaungkan sebuah program bernama moderasi Islam. Yakni, memoderatkan kembali ajaran Islam yang telah diselewengkan. Salah satunya dengan menggali teks maupun konteks sejarah moderasi Islam di masa lalu. Bisa juga dengan mereinterpretasikan kandungan ayat-ayat.




Gerakan moderasi Islam sangatlah penting. Moderasi itu ibaratnya OASE di tengah gurun pasir. Ia menjadi penyejuk di tengah panasnya padang pasir. Ia dibutuhkan bagi kehidupan. Menjadi penghilang dahaga dan menjadi titik kumpul bagi manusia (kalifah) maupun hewan. Tanpa moderasi Islam maka Islam akan kehilangan jiwanya.


Sepertinya halnya OASE, moderasi Islam posisinya tidak hanya di tengah tapi juga menjadi penengah. Pemberi solusi atas kedahagaan karena panasnya keadaan. Tidak hanya pasif tapi aktif mengeluarkan air. Tidak hanya netral tapi independen. Tidak berpihak pada siapapun dan merdeka dalam menentukan diri.


Inilah OASE yang sangat dibutuhkan di negeri ini yang sarat keragaman. Entah bagaimana bila OASE ini semakin mengecil genangannya. Situasi panas akan terasa semakin menggelora. Masyarakat akan cenderung makin sensitif dan mudah tergugah emosinya. Kalau sudah begitu kenyamanan dan keamanan akan menjadi barang langka.


Terima kasih telah membaca. Semoga bermanfaat. Mohon saran atau masukan agar tulisan bisa menjadi lebih baik.


Moderasi Islam (gambar dimodifikasi dari web ini)





Baca tulisan menarik lainnya:

Penyakit "Anu" pada Penulis Blog: Bingung Mau Nulis Apa



Salah satu penyakit yang menyerang penulis adalah kesulitan menentukan tema tulisan. Hal ini terutama dialami oleh penulis blogger. Padahal, tema tulisan sebetulnya melimpah ruah di sekitar kita. Misal tentang kebiasaan teman kost yang tidur ngorok hingga terdengar sampai luar. Bisa juga tentang kebiasaan lucu adik atau keponakan yang masih balita. Masih banyak hal lain yang bisa ditulis.




Baca tulisan menarik lainnya:

Banting Tulang Pejuang Google Adsense Merawat Blog

Para blogger yang punya akun google adsense pasti pernah merasa was-was. Takut kena suspend (ditangguhkan) bahkan hingga banned (diberhentikan) karena berbagai alasan. Salah satunya ada tangan gatal yang mengklik iklan di webnya para blogger. Bila kliknya secara alami tanpa ada kesengajaan untuk mempengaruhi pendapatan sih tidak apa-apa. Dengan itu, malah para blogger akan tambah pemasukan. Jadi seneng kan??




Baca tulisan menarik lainnya:

Bagai Biawak dalam Sangkar Emas


"Bagai burung dalam sangkar emas" peribahasa itu sering kita dengar waktu belajar di SD maupun di lirik lagu lama. Memang judul tulisan ini terinspirasi dari perumpamaan tersebut. Bedanya hanya pada kata biawak dan burung yang keduanya merupakan sama-sama binatang. Mereka pun bernasib sama. Dikurung dalam perhiasan dunia.




Baca tulisan menarik lainnya:

Pembangun Peradaban dan Sampah Peradaban: Diskursus antara Manusia Mulia Vs Manusia Durjana




Siapa sih yang tidak ingin menjadi manusia bermanfaat? Siapa yang tidak ingin menjadi manusia yang baik? Siapa yang tidak ingin menjadi manusia yang unggul? Semua pertanyaan itu memang menggelitik. Pertanyaan yang dianggap tidak penting serta penuh keyakinan bahwa jawabannya ialah semua orang mau atau ingin menjadi semua yang disebutkan itu. Memang harus diakui hampir semua orang awalnya mau dan ingin menjadi sosok seperti itu. Terutama di masa kecil dulu. Mereka ingin menjadi sosok "pahlawan" seperti di film fiksi yang merupakan sosok bermanfaat, baik, dan unggul. Tentu dengan mendapat gelar pahlawan itu mereka juga ingin menjadi sosok yang terkenal dan diakui oleh sekitarnya.


Seiring berjalan waktu keinginan tersebut ternyata menjadi khayalan belaka. Semuanya seakan sulit untuk mencapainya, hingga akhirnya keputusasaan menghampiri. Ujungnya ia memilih menjadi manusia yang biasa-biasa saja, yang normal (wajar) seperti pada umumnya. Sebaliknya, ada pula yang melakukan titik balik. Alih-alih menjadi manusia yang bermanfaat, baik, dan unggul malah menjadi manusia yang membawa mudarat (kerugian), keburukan, dan hina. Itu semua diakibatkan karena mereka tidak bisa atau tidak tahu caranya mencapai kemuliaan diri. Selanjutnya, jalan pintas yang menjadi klaim jalan satu-satunya yang harus diambil sebagai ekspresi atau bentuk protes dan keputusasaan. Tidak akan peduli itu akan merugikan hingga menyebabkan keburukan bagi orang lain.


Manusia yang membawa kemudaratan, keburukan, dan kehinaan bisa disebut sebagai manusia durjana. Sedang manusia yang membawa kebermanfaatkan, kebaikan, dan keunggulan bisa disebut manusia mulia. Manusia tinggal pilih mau menjadi apa. Bisa juga memilih jalan tengah. Tidak ingin menjadi pahlawan yang berhati mulia pun tidak berharap menjadi manusia durjana. Manusia seperti ini sangat banyak jumlahnya. Memang pada beberapa kasus, umumnya yang berada di tengah-tengah seperti ini banyak jumlahnya. Resikonya, tentu ia tidak akan menjadi manusia yang terkenal dan diakui terutama untuk skala besar. Paling mentok hanya menjadi manusia yang terkenal dan diakui di lingkungan sekitarnya saja. Bagi mereka itu sudah lebih cukup dan patut untuk disyukuri bahkan untuk dibanggakan.


Menjadi orang yang terkenal dan diakui memang tidak mudah. Butuh perjuangan dan kerja keras yang luar biasa. Tidak sembarang orang bisa mencapai pada tahap ini. Namun, keterkenalan dan diakui belum tentu otomatis akan menyebabkan ia menjadi manusia mulia. Sebab ada beberapa kejadian ditemukan orang yang terkenal dan diakui reputasinya tapi bukan karena kebaikan yang ia lakukan tapi karena keburukannya. Manusia seperti ini pantas disebut sebagai bagian sampah peradaban. Di mana, mereka akan tercatat sebagai pengotor sejarah peradaban manusia. Pada kemudian hari, saat sejarah hidupnya dibaca maka akan ditertawakan oleh generasi berikutnya. Betapa sakit rasanya bila di dalam kubur ia tahu sedang "ditertawakan" oleh keturunannya sendiri maupun keturunan saudara-saudara hingga keturunan teman-temannya.


Manusia durjana cenderung menjadi perusuh. Tidak suka melihat orang lain berusaha mencapai prestasi gemilang, bahkan cenderung menghalanginya. Hendak menyaingi tapi tidak mampu karena bakatnya tidak mendukung atau tidak cocok untuk mencapainya. Sedang bakatnya sendiri di bidang lain tidak ia optimalkan untuk mencapai presatasi di bidang lain. Ia kurang mensyukuri terhadap bakat yang melekat padanya. Akibatnya ia hanya menjadi batu rintangan bagi pembangunan peradaban. Ia menyiksa diri, karena seharusnya energinya digunakan untuk mengekspresikan diri dengan bakatnya malah dikuras untuk mengganggu orang lain. Ia tidak rela bila peradaban ini dibangun oleh orang yang tidak disukainya. Bahkan berpandangan, biarlah peradaban jalan ditempat asal orang yang dimusuhinya tidak bisa membangun peradaban. Sungguh mengerikan.
 

Sedang manusia umumnya yang mengambil jalan tengah (tidak ingin menjadi pahlawan juga tidak ingin menjadi manusia durjana) cenderung berprinsip "Bila tidak bisa membangun peradaban maka pantang untuk merusak peradaban yang sudah maupun sedang dibangun." Tidak akan menganggu jalannya pembangungan peradaban tapi juga tidak berperan aktif dalam membangun peradaban. Bila dibutuhkan akan membantu semampunya itupun harus diajak terlebih dahulu. Sebagian dari mereka berpandangan bahwa hanya orang-orang yang terpilih yang berhak dan mampu menjalankan tugas mulia itu. Sebagian yang lain berprinsip hidup untuk urusan diri sendiri tidak usah ikut campur kehidupan dan urusan orang lain. Biarkan orang yang lain yang mampu dan yang berwenang yang mengurusinya. Itulah kenyataan yang harus kita akui.


Adapun orang yang ingin membangun peradaban tentu jumlahnya sangat sedikit. Terlebih mereka yang membangun penuh ketulusan dan rasa empati yang tinggi. Di dalam hati mereka hanya terbesit untuk membangun sebuah tatanan luas yang bisa berakibat baik bagi umat manusia. Mereka ingin kehidupan manusia lebih baik. Tidak ada lagi kelaparan, kekerasan, peperangan, pembantaian, ketidakadilan, dan hal-hal semacamnya. Entah dengan cara apa yang penting tidak melanggar etika maka akan ditempuhnya. Bisa melalui jalur pendidikan, politik, teknologi, ekonomi, dan apapun itu asal bisa bermanfaat dan membawa kebaikan bagi manusia. Itulah manusia mulia yang mendedikasikan waktu, uang, pikiran, dan bakatnya bukan untuk diri sendiri semata. Semoga kita bisa menjadi manusia mulia yang mampu membangun peradaban sehingga nama kita tercatat harum dalam sejarah kehidupan manusia.


Demikian tulisan ini saya buat. Terima kasih telah membaca. Semoga bermanfaat.





Peradaban (sumber gambar)





Baca tulisan menarik lainnya: