Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Contoh Daftar Pustaka penelitian kuantitatif


BIBLIOGRAPHY




Baca tulisan menarik lainnya:

Contoh tesis kuantitatif bab VI

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh:
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
 

 Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso

Dalam bab ini akan disajikan tentang kesimpulan dari penelitian ini dan beberapa saran dari penulis.
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Sikap siswa SMPN 1 plosoklaten kepada gurunya memiliki katagori 19 % tergolong sangat rendah; 35,97 % tergolong rendah; 34,89 % tergolong sedang; 20,14 % tergolong tinggi dan 2,16 % tergolong sangat tinggi. Melihat prosentase frekuensi tertinggi sebesar 35,97% ini berarti sikap siswa kepada guru tergolong rendah.
2.      Aktivitas belajar siswa SMPN 1 Plosoklaten memiliki katagori 8,99 % tergolong sangat rendah; 23,38 % tergolong rendah; 41,73 % tergolong sedang; 24,46 % tergolong tinggi dan 1,44 % tergolong sangat tinggi. Melihat bahwa prosentase frekuensi tertinggi sebesar 41,73% ini menandakan aktivitas belajar siswa tergolong rendah.
3.      Sikap siswa SMPN 1 Plsosklaten kepada guru bekorelasi positif dengan aktivitas belajarnya.
4.      Besarnya korelasi antara variabel sikap (X) dengan variabel aktivitas (Y) adalah sebesar 0,345. Angka ini menunjukkan adanya korelasi yang rendah. Tetapi adanya korelasi yang positif, menunjukkan adanya arah yang sama dalam hubungan antar variabel. Ini menandakan jika nilai variabel X mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan naiknya nilai variabel Y.
Sedangkan besar kecilnya konstribusi (sumbangan) variabel X terhadap Y atau koefisien determinan = r2 x 100 % atau 0,119025 x 100 % = 11,9 % sedangkan sisanya 88,1% ditentukan oleh variabel lain.
Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa jika sikap siswa kepada gurunya semakin baik, maka aktivitas siswa akan semakin baik pula. Karena siswa akan lebih aktif dalam kegiatan proses belajarnya dan ini diharapkan akan semakin meningkatkan prestasi belajarnya.
B.     Saran
Dari kesimpulan di atas, untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa perlu adanya peningkatan sikap siswa kepada guru, maka untuk itu disarankan sebagai berikut:
1.      Pimpinan sekolah senantasa membina para guru untuk senantiasa berperilaku yang patut dan pantas untuk dijadikan tauladan bagi anak didik sehingga anak didik memiliki kesan positif terhadap guru.
2.      Pimpinan sekolah hendaknya berupaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan kondusif agar interaksi guru dan siswa bisa berjalan dengan baik.
3.      Guru hendaknya senantiasa berusaha untuk menciptakan interaksi yang baik dengan siswa agar siswa memiliki sikap positif terhadapnya sehingga siswa dapat mengikuti proses belajarnya dengan nyaman dan menyenangkan.
4.      Orang tua disarankan untuk bersikap bijak dan tegas dalam mendidik anak-anaknya mengingat sebagian besar proses belajar anak adalah di rumah.
5.      Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan mengkaji masalah ini dengan jangkauan yang lebih luas demi perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia penelitian.




Baca tulisan menarik lainnya:

Contoh tesis Kuantitatif bab v

BAB V

PEMBAHASAN

Oleh:
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
 

 Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso


Dalam bab ini akan diuraikan tentang pembahasan dari hasil penelitian. Berdasarkan hasil pengujian yang telah diuraikan pada bab IV, maka terbukti bahwa sikap siswa kepada guru berhubungan dengan aktivitas belajarnya. Hubungan tersebut memiliki korelasi positif dengan katagori rendah.
Berdasarkan dari data yang diperoleh, nilai sikap siswa kepada gurunya memiliki katagori 19 % tergolong sangat rendah; 35,97 % tergolong rendah; 34,89 % tergolong sedang; 20,14 % tergolong tinggi dan 2,16 % tergolong sangat tinggi. Jadi nilai sikap siswa SMPN 1 Plosoklaten kepada gurunya tergolong rendah karena disebabkan penyebaran data tentang sikap tergolong rendah.
Rendahnya sikap siswa dimungkinkan karena interaksi siswa dengan guru kurang begitu baik. Guru kurang bisa mengambil hati siswa dengan menimbulkan kesan yang positif kepada siswa sehingga siswa jadi protektif dan menjadi selektif dalam berinteraksi. Karena seperti yang telah  diungkapkan Alex Sobur bahwa pada dasarnya pembentukan sikap tidak terjadi dengan sembarangan. Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksinya dengan manusia atau objek tertentu. Interaksi sosial di dalam maupun di luar kelompok bisa mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru, selain itu faktor intern di dalam diri manusia itu, yaitu selektivitasnya sendiri, daya pilihannya sendiri atau minat perhatiannya untuk menerima atau menolak berbagai pengaruh yang datang dari luar.[1]
Jika melihat sikap dari aspek kognitip yang berupa kesan dan penafsiran siswa terhadap seorang guru, kesan dan penafsiran siswa ini menjadi faktor penentu di dalam proses berinteraksi. Karena kesan yang muncul dibenak siswa terhadap seorang guru akan memunculkan penafsiran siswa mengenai guru tersebut baik secara positif atau negatif. Ketika muncul kesan dan penafsiran yang positif maka siswa akan merasa senang terhadap guru yang mengajarnya, sehingga ia akan memperhatikan dengan seksama segala pelajaran yang diberikannya. Dan begitupun sebaliknya, jika muncul kesan dan penafsiran yang negatif maka siswa akan merasa tidak senang terhadap guru yang mengajarnya, dan itu menyebabkan materi pelajaran yang diajarkannya tidak lagi mengasikkan dan menarik. Sehingga siswapun cenderung untuk tidak memperhatikan.
Hal ini telah diungkapkan oleh Rosenberg dalam teori konsistensi kognitif afektif tentang perubahan sikap yang mengatakan bahwa hubungan antara komponen kognitif dan afektif dalam pembentukan sikap akan selalu berjalan konsisten. Sikap tidak hanya mencakup pengetahuan tentang objek saja, tetapi juga kepercayaan antara objek dengan nilai yang ada dalam diri subjek. Penilaian yang muncul dalam diri seseorang akan menimbulkan sikap positip atau negatif terhadap objek sikap sehingga akan berpengaruh terhadap prilakunya dalam menghadapi objek [2]
Ini berarti, rendahnya sikap siswa SMPN 1 Plosoklaten kepada guru, ini dimungkinkan karena kurang baiknya interaksi antara siswa dengan guru atau karena siswa sendiri memiliki selektivitas dalam memilih guru sehingga mempengaruhi minat perhatianya terhadap guru tersebut.
Kemudian dari data juga diperoleh bahwa nilai aktivitas belajar siswa memiliki katagori 8,99 % tergolong sangat rendah; 23,38 % tergolong rendah; 41,73 % tergolong sedang; 24,46 % tergolong tinggi dan 1,44 % tergolong sangat tinggi. ini berarti karena penyebaran nilai aktivitas belajar adalah sedang, maka aktivitas belajar siswa SMPN 1 Plosoklaten tergolong rendah.
Rendahnya aktivitas siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sikap saja, tetapi masih banyak faktor-faktor lain yang ikut berperan didalamnya. Seperti yang dikemukan oleh EP Hutabaret, bahwa faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar meliputi faktor kecerdasan, faktor belajar, faktor sikap, faktor fisik, faktor emosi dan sosial, faktor dosen dan faktor lingkungan[3]. Jadi sikap hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi dan bukan sebagai faktor penentu. Sedangkan menurut Muhibbin aktivitas belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam meliputi keadaan jasmani, kecerdasan, sikap, minat, bakat dan motivasi. Dan faktor dari luar bisa dari guru dan staff, keluarga, masyarakat, teman dan lingkungan non sosial[4]. Ini berarti, melihat reandahnya nilai aktivitas belajar tersebut, dimungkinkan karena kurangnya motivasi dan minat siswa dalam belajar, atau karena adanya faktor lain baik dari dalam atau dari luar yang lebih perpengaruh terhadap dirinya.
Kemudian untuk mengetahui hubungan antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajarnya digunakanlah rumus Korelasi Product Moment. dengan menggunakan rumus ini didapat hasil bahwa hubungan antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajarnya memiliki nilai koefisien sebesar 0,345 dalam taraf signifikansi 5%. Ini berarti bahwa antara sikap siswa kepada guru dan aktivitas belajar siswa memiliki korelasi tapi tergolong dalam kategori rendah. Rendahnya korelasi ini disebabkan karena nilai variabel bebas yaitu variabel sikap itu adalah rendah. Karena variabel sikap itu bernilai rendah, maka menyebabkan korelasi antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajarnya itu juga rendah.
Kemudian dengan melihat angka probabilitas dari hasil penghitungan sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,005, berarti bahwa ada korelasi yang signifikan antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajar siswa di SMPN 1 Plosoklaten.
Sejalan dengan penelitian ini, Mufidatul Munawaroh, mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang 2007, melakukan penelitian dalam skripsinya yang berjudul hubungan antara sikap siswa terhadap  fullday school dengan motivasi  belajar siswa MTs Surya Buana Malang, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap siswa terhadap fullday school dengan motivasi belajar siswa MTs Surya Buana Malang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan adanya hubungan positif yang signifikan ( hitung r  =  0,410> table r  =  0,213) antara sikap siswa terhadap  fullday school dengan motivasi belajar siswa MTs Surya Buana dengan proporsi ralat sebesar 0,000 dengan korelasi sebesar 0,410 pada taraf signifikan 5%.
Dengan demikian penelitian yang telah dilakukan Mufidatul Munawaroh memperkuat penelitian ini, yang berarti bahwa antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajar siswa terdapat hubungan yang signifikan, searah dan dalam katagori yang rendah. Ini menunjukkan bahwa sikap siswa kepada guru sedikit mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Tetapi jika sikap siswa ini ditingkatkan maka aktivitas belajar siswapun juga bisa meningkat.


[1] Alex Sobur, Psikologi Umum, 363
[2]  Bimo Walgito, Teori-teori Psikologi Sosial , 68.
[3] E.P. Hutabaret, Cara Belajar, 18-21
[4] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, 139




Baca tulisan menarik lainnya:

Udin, Paijah, dan Bento



PERINGATAN!: puisi ini hanya untuk kalian yang sudah berumu 20 Tahun ke atas. Selain itu juga tidak diperkenankan untuk dibaca bagi anda yang tidak suka kebebasan dalam menulis puisi. Dalam puisi ini mengandung kata-kata yang tidak pantas diucapkan di depan anak di bawah umur 18 tahun.



Udin, Paijah, dan Bento

Oleh: Sang Banjir Embun

Si Bento tertawa hitam
Paijah pun terpekik kurus
Sedang Udin si bangka Keranjang
Mereka tersatu dalam kubangan
               

Udin pun mendekte Paijah dan Bento
Namun Bento sicerdik picik
Dan Paijah si penjilat pantat
Itulah si bangsat yang terbangsat
3 ekor pembangsat tatanan


Paijah yang bermuka dua
Bento yang licik dan porno
Udin menjadi Kyai pembangkang Agama
3 Gerombol Penjahat Kehidupan
Pensiksa batin manusia


Udin, Paijah, dan Bentolah bangsatnya
Pecundang kehidupan yang beringas
Menata-nata untuk membuang
Menyusun-susun untuk melempar
Dan akhirnya kalianlah yang terbuang







Baca tulisan menarik lainnya:

Contoh BAB III Tesis Kuantitatif




METODE PENELITIAN
Oleh:
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)




Baca tulisan menarik lainnya:

Hubungan Antara Sikap Siswa Dengan Aktivitas Belajar



Hubungan Antara Sikap Siswa Dengan Aktivitas Belajar

Oleh:
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
 

 Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso



Pada bagian ini akan diuraikan tentang hubungan antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajarnya. Dengan kata lain, uraian ini mengarah kepada bagaimana sikap individu memiliki hubungan dengan peningkatan aktivitas belajarnya. Hal ini sangat penting mengingat dalam kaitannya dengan interaksi sosial dengan seorang guru, baik di dalam atau di luar sekolah, segala perilaku siswa bermula dari sikapnya. Dan dengan sikap yang benar, siswa akan bisa lebih aktif dalam merespon objek sehingga bisa menampilkan prilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada guna mencapai tujuan yang diinginkannya.
Adanya hubungan antara sikap siswa kepada guru dan aktivitas belajarnya di dasarkan pada teori konsistensi kognitif afektif yang dikemukakan oleh Rosenberg tentang perubahan sikap. Teori ini mengatakan bahwa hubungan antara komponen kognitif dan afektif dalam pembentukan sikap akan selalu berjalan konsisten. Sikap tidak hanya mencakup pengetahuan tentang objek saja, tetapi juga kepercayaan antara objek dengan nilai yang ada dalam diri subjek. Penilaian yang muncul dalam diri seseorang akan menimbulkan sikap positip atau negatif terhadap objek sikap sehingga akan berpengaruh terhadap prilakunya dalam menghadapi objek.[1]
Menurut pandangan Green Wald, Petty, Ostrom dan Brock yang mengemukakan tentang teori respon kognitif (cognitive response theory) bahwa  seseorang memberikan respon terhadap suatu komunikasi dengan beberapa pikiran posistif atau negatif (atau respon kognitif) atas dasar adanya pertimbangan untung dan rugi jika seseorang mengambil sikap tersebut.[2]
Dengan demikian berdasarkan teori ini, sikap memiliki peranan yang penting di dalam proses interaksi sosial. Karena sikap merupakan landasan awal bagi individu untuk memulai suatu interaksi. Bagaimana individu tersebut akan berperilaku terhadap objek maka akan ditentukan oleh sikap awalnya terhadap objek. Begitupun dalam proses belajar mengajar. Ketika siswa berinteraksi dengan bapak atau ibu guru, maka siswa akan menampilkan perilaku sesuai dengan sikap yang sudah diambilnya. Apakah ia cenderung untuk berperilaku baik karena dipikir ada keuntungannya atau malah sebaliknya, karena dipandang merugikan dirinya, itu bergantung dari bagaimana siswa memandang sosok seorang guru.
Dari pandangan siswa inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan pengaruh terhadap aktivitas belajarnya. Karena bagi siswa yang senang terhadap guru yang mengajarnya, maka ia akan memperhatikan dengan seksama segala pelajaran yang diberikannya. Dan begitupun sebaliknya, bagi siswa yang sudah merasa tidak senang terhadap guru yang mengajarnya, maka materi pelajaran yang diajarkannya tidak lagi mengasikkan dan menarik, sehingga siswapun cenderung untuk tidak memperhatikan. Oleh karena itu sikap siswa terhadap guru akan sangat berpengaruh terhadap proses belajarnya.
Selanjutnya jika dikaitkan dengan kebutuhan untuk berprestasi, menurut David McClelland dalam teorinya needs for achievement (kebutuhan untuk berprestasi), ia mengemukakan bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan bisa berhasil, yang paling penting adalah sikapnya terhadap pekerjaan tersebut.[3] Hal ini menandakan bahwa sikap siswa terhadap penting tidaknya arti belajar bagi dirinya akan berpengaruh terhadap proses belajarnya. Dengan kata lain, bagi siswa yang memandang bahwa belajar itu adalah suatu yang penting, maka ia akan lebih giat dan aktif dalam menjalaninya dan bagi siswa yang merasa belajar tidaklah penting, maka ia akan cenderung untuk bersikap pasif bahkan ia akan malas dalam mengikuti segala aktivitas belajarnya. Oleh karena itu sikap siswa terhadap arti belajar sangat berpengaruh terhadap aktivitas belajarnya.
Dari teori-teori yang dikemukan di atas, maka nampaklah bahwa antara sikap siswa dan aktivitas belajarnya memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan memunculkan sikap yang positif dalam diri siswa, maka aktivitas siswa dalam kegiatan belajarnya akan semakin meningkat.


[1] Bimo Walgito, Teori-teori Psikologi Sosial,  68.
[2] David O. Sears, Psikologi Sosial jilid 1(Jakarta: Erlangga, 1985), 144-145
[3] Alex Sobur, Psikologi Umum, 284.




Baca tulisan menarik lainnya:

Indikator Penilaian Aktivitas Belajar

Lihat juga profil lengkap buku ke-2 A. Rifqi Amin berjudul "Pengembangan Pendidikan Agama Islam: Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner"




Baca tulisan menarik lainnya:

Upaya untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar



 Upaya untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar




Baca tulisan menarik lainnya:

Macam – macam Aktivitas Belajar

Terima kasih, blog Banjir Embun telah dipercaya untuk digunakan sebagai referensi karya tulis oleh beberapa akademisi dan calon ilmuwan muda. Berikut puluhan BUKTI blog Banjir Embun mendapat kepercayaan masyarakat ilmiah (ilmuwan):




Baca tulisan menarik lainnya:

Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar



Lihat juga profil lengkap buku ke-2 A. Rifqi Amin berjudul "Pengembangan Pendidikan Agama Islam: Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner"




Baca tulisan menarik lainnya:

Pengertian Aktivitas Belajar


Pengertian Aktivitas Belajar

Oleh:
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
 

 Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso





Aktivitas merupakan kegiatan untuk melakukan sesuatu yang telah direncanakan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan belajar, serta urgensinya, digambarkan oleh Sardiman di dalam bukunya interaksi dan motivasi belajar mengajar sebagai berikut: “mengapa di dalam belajar memerlukan aktivitas sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip di dalam interaksi belajar mengajar.[1]
Sejalan dengan pengertian di atas, Baharuddin memberikan pengertian, bahwa belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman yang dapat membawa perubahan bagi si pelaku baik perubahan pengetahuan, sikap maupun ketrampilan.[2]
Keuntungan dari penggunaan prinsip aktivitas adalah siswa bisa mencari pengalaman sendiri dan mengalami sendiri, berbuat sendiri akan mampu mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral, bisa memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan siswa, siswa bisa bekerja sesuai dengan minat dan kemampuannya sendiri, memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.[3]
Pengertian belajar menurut Sardiman dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari pengertian luas dan sempit sebagaimana dikatakan bahwa dalam pengertian luas, belajar dapar diartikan sebagai kegiatan psiko fisik menuju ke perkembangan pribadi yang seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian utuh.[4]
Sedangkan Nana Sudjana mendefinisikan belajar sebagai suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai proses hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lainnya yang ada pada diri individu yang sedang belajar.[5]
Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang mempunyai elemen-elemen:
a.       Merupakan perubahan dalam tingkah laku menuju lebih baik
b.      Perubahan itu terjadi karena latihan atau pengalaman (bukan kematangan atau kebetulan)
c.       Perubahan itu relatif menetap
d.      Perubahan itu menyangkut berbagai asepek kepribadian, baik fisik maupun psikis
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas sebab belajar itu sendiri merupakan aktivitas.


[1] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), 93.
[2] Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: Arruzz, 2010) 162
[3] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar  (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 175
[4] Sardiman, Interaksi, 20 – 21
[5] Nana Sudjana, Cara Belaja Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 5





Baca tulisan menarik lainnya: