Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Privacy Policy · Daftar Isi · Tentang Kami

Penyakit ini Bernama Serakah

Penyakit itu Bernama Serakah
Oleh: A. Rifqi Amin


Banjir Embun - Renungan - Keserakahan merupakan salah satu jenis penyakit. Bukan penyakit fisik tapi penyakit psikologis. Lebih tepatnya penyakit rohani. Penyakit ini tidak memandang ras, kasta, jabatan, harta, maupun jenis kelamin. Semuanya berpeluang untuk terjangkit. Meski ada yang kadarnya banyak maupun ada yang sedikit.


Keserakahan banyak macam dan bidangnya. Salah satu di antaranya serakah dalam bidang jabatan. Sudah lama menjabat ogah diturunkan. Bahkan anak istrinya juga diberi jabatan. Bila perlu dipersiapkan untuk menggantikan. Bisa juga serakah dalam bidang harta. Menguasai kekayaan untuk persediaan tujuh turunan.



Tengok saja para pejabat tinggi. Walau  kekayaan mereka sudah bermilyar-milyar bahkan bisa jadi hingga tirlyunan. Mereka tetap saja tega memakan uang ceperan. Terlebih uang ceperan itu sebenarnya didapat dengan cara yang tidak dengan hak alias batil. Keserakahan memang bisa memancing berbuat kecurangan.


Tidak hanya miliyader. Rakyat kecil pun juga bisa terserang. Silakan tilik saat ada agenda pembagian sedekah, daging qurban, atau apapun itu yang bersifat gratis. Di saat ada kesempatan maka mereka akan mengambil porsi lebih. Bahkan bilapun tidak ada kesempatan sangat dimungkinkan akan mencarinya.


Bila perlu menciptakan kesempatan untuk memperlancar keserakahan. Seakan tak ada rasa empati pada diri bahwa ada orang lain yang juga membutuhkannya. Bisa dikatakan mereka yang serakah itu menggunakan aji mumpung. Yakni, mumpung ada kesempatan untuk memiliki/menguasai dan mumpung gratisan.


Menyebut kata gratisan pasti umum dengan sebuah pertanyaan. Siapa sih yang tidak ingin mendapat barang gratisan? Terutama barang gratis yang mempunyai mutu, kualitas, dan kuantitasnya layak untuk dimanfaatkan. Jangankan gratisan, barang yang kena diskon saja akan banyak yang mengincarnya.


Merespon pertanyaan tersebut maka jawabannya ialah ada. Sebenarnya masih ada orang yang menolak barang gratisan. Memang jumlahnya tak banyak. Alasan penolakannya sederhana yaitu masih ada yang lebih berhak dan lebih membutuhkan fasilitas gratisan tersebut.


Alasan lainnya yang lebih suci. Tak lain ada gemuruh dalam hati. Dia ragu apakah dengan mendapat fasilitas, makanan, atau barang gratisan akan mampu memanfaatkan dengan benar. Baginya itu semua adalah cobaan. Harus ditahan. Tidak boleh mengambil dengan cara batil. Tak pula dari yang bukan hak.


Salah satu di antara contoh fasilitas gratis itu ialah adanya promo makan gratis sebanyak 100 porsi perhari selama satu pekan. Lalu saat bulan ramadan ada pembagian takjil atau iftor (hidangan pembuka buka puasa). Bisa juga jamuan makan bersama secara gratis oleh teman atau saudara.


Semua itu adalah fasilitias gratis yang bisa jadi disalahgunakan. Tentu oleh orang-orang yang terkena penyakit serakah. Misalnya tanpa rasa malu ia mengambil hidangan melebihi kewajaran. Baik dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Tak peduli bagian peserta lainnya. Mau dapat seberapa bodo amat. Itulah suara bisikan hatinya.


Contoh bentuk keserakahan di atas ialah keserakahan yang umumnya dilakukan oleh rakyat kecil. Lantas seperti apa bentuk keserakahan yang dilakukan oleh orang besar? Keserakahan rakyat kecil dampaknya tak signifikan, tak meluas, dan tak berjangka panjang. Lantas bagaimana dampak keserakahan orang besar?


Lihatlah perusahan atau pabrik yang membuang limbah sembarangan. Sebenarnya mereka mampu membiayainya. Bahkan tidak akan timbul kerugian bila sebagian dari labanya digunakan untuk mengolah limbah. Supaya limbahnya tidak membahayakan.


Kenyataannya, mereka lebih memilih mengambil keuntungan yang berlipat. Meski  harus berbuat culas. Sebenarnya bentuk keserakahan perusahaan tidak hanya itu saja. Masih ada yang lainnya bila kita urai semuanya. Tentu dampaknya sungguh luas. Segala bidang kehidupan jadi korbannya.





Adalagi para pejabat yang tega memanfaatkan fasilitas negara untuk keperluan pribadi. Pejabat di sini tidak hanya jabatan politik ataupun pemerintahan. Sebenarnya mereka mampu membiayai keperluan pribadi tersebut dengan uangnya.


Ironisnya, mereka lebih memilih aji mumpung. Yakni, mumpung gratis.  Mumpung ada kesempatan untuk menggunakan atau menguasainya. Sungguh miris, saat orang lain menjerit pilu karena kesengsaraan. Para pejabat malah terkena penyakit keserakahan.


Apapun dalih atau alasannya. Bentuk keserakahan merupakan suatu hal yang tidak pantas. Bikin ilfil, sesuatu yang norak atau menjijikan. Terlebih keserakahan itu dilakukan oleh orang yang lembut tutur katanya dan terlihat sopan peringainya. Ternyata semua itu hanya kedok untuk mengeruk hak orang lain. Memanfaatkankepolosan orang lain belaka.


Semoga kita bisa meminimalisir bahkan bisa menghilangkan penyakit keserakahan. Cukup sekian tulisan sederhana dari saya. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekeliruan. Terima kasih telah membaca tulisan ini.


Ilustrasis Serakah (sumber gambar Abatasa)





Baca tulisan menarik lainnya: