Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Tua Bangka Bukannya Fokus Menikmati Hidup Dengan Tenang dan Damai, Justru Makin Rakus dan Zalim

Banjirembun.com - Aku merasa heran saja, kok ada orang yang sudah tua bangka malah punya cucu berjumlah banyak tetapi sifatnya masih penuh ambisi besar. Tujuannya apa di balik memiliki kelakuan seperti itu? Apakah untuk menjamin kehidupan diri sendiri, keluarga/kerabat, teman di komunitas (organisasi, partai, kelompok, dan semacamnya), atau kemaslahatan bersama sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat luas? Apapun alasannya, yang namanya rakus dan zalim tetaplah salah!


Memang harus diakui, terdapat orang yang telah berusia lanjut yang terkadang memilih untuk tidak pensiun total 100% tanpa bekerja. Masih rutin melakukan aktivitas harian yang berhubungan erat dengan masalah keuangan. Di mana, sebagian mereka melakukan itu lantaran terpaksa. Sebab, kondisi anak dan cucunya memang mengalami kesulitan ekonomi. Akhirnya, lantaran kasihan bikin lansia tersebut harus ikut bekerja demi menambah pemasukan keluarga.


Di sisi lain, ada orang yang sudah tua bangka tapi begitu aktif menonjolkan diri. Bukannya memberi kesempatan pada yang lebih muda, justru bertingkah dominan agar tetap bisa menguasai dan punya pengaruh di lingkungan ataupun komunitas tertentu. Lebih parah lagi, alih-alih mengkader generasi muda, yang terjadi yaitu membonsai alias mengkebiri potensi tunas unggul yang segera merekah indah. Dengan kata lain, sisa-sisa umurnya yang renta bukan untuk hidup tenang dan damai, nyatanya masih gemar cari "perkara."


Fenomena di atas sungguh amat ironi. Manusia yang tubuhnya sudah ringkih sehingga kemampuan fisik terbatas, gampang terkena penyakit, sampai rentan mati secara tiba-tiba yang patut disayangkan ternyata berambisi besar di detik-detik terakhir hidupnya. Maksudnya, bukan cuma hasrat untuk pribadinya, tetapi pula untuk anak turunnya. Dia ingin memastikan anak dan cucu kesayangannya kelak bisa hidup sukses. Harus diberi peninggalan/warisan yang terjamin. Selain itu, mau memastikan dulu kehidupan orang-orang dibenci mengalami penderitaan.

Ilustrasi usia pensiun yang sudah sepuh (sumber Pixabay.com/ Clker-Free-Vector-Images)


Orang berumur tua renta yang bersifat rakus dan zalim patut disebut punya penyakit jiwa (bahasa halusnya penyakit hati). Artinya, dia tidak bisa menemukan cara mencapai kebahagiaan secara tepat. Kecuali, dengan melakukan dua tindakan tercela semacam itu. Bahkan, di usianya yang uzur tersebut semestinya menjadi pribadi yang makin bijaksana dan menjaga kehormatan diri. Namun, kenyataannya semakin bertambah besar juga rasa cintanya pada dunia (harta, kerabat/keturunan, popularitas, jabatan, hingga pengaruh).


Sungguh teramat membebani mental bagi seseorang yang menjadi korban penindasan dari pihak tua bangka yang bertindak rakus dan zalim. Berharap segera mendapat tongkat estafet, tetapi nyatanya si tua bangka menggenggamnya begitu erat. Tentulah untuk "mengamankan diri" strateginya berupa membatasi pergerakan para generasi penerus. Selalu dikoreksi seolah-olah mereka belum pantas untuk memegangnya, hak-hak mereka tidak dipenuhi secara pantas, dan kalau pun mereka diberikan haknya faktanya tak lebih dari hanya dijadikan sebagai sapi perahan.


Tragis. Tua bangka bukannya takut nasibnya kelak pada kehidupan akhirat sesudah mati. Melainkan merasa takut terhadap bagaimana caranya mati. Ketakutan mati dalam posisi "kalah." Takut mati dalam situasi keluarganya masih belum sukses. Takut mati karena orang-orang yang dibenci hidupnya masih bahagia. Takut mati di keadaan sendirian. Takut mati akibat kelaparan. Takut mati penuh kehinaan di mata manusia. Takut mati dalam keadaan dipandang rendah oleh insan. Takut setelah mati dilupakan oleh orang-orang terdekat.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tua Bangka Bukannya Fokus Menikmati Hidup Dengan Tenang dan Damai, Justru Makin Rakus dan Zalim"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*