Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

D. Penutup BAB IV Buku Pengembangan Pendidikan Islam

Manusia dan kekerasan telah memiliki sejarah panjang yang kenyataannya tak terelakkan. Pada zaman dahulu kekerasan (penyiksaan dan pembunuhan) ditempuh manusia untuk memenuhi hasrat biologisnya. Mereka rela melakukan kekerasan demi mendapatkan kepuasan. Salah satunya untuk memenuhi hasrat seks dan demi memperoleh makanan atau minuman layak. Paling tidak, kekerasan yang dilakukan demi mendominasai manusia lainnya yang lebih lemah. Namun, sekarang ini kekerasan yang dilakukan telah berevolusi. Mereka yang melakukan kekerasan tidak lagi untuk urusan ragawi semata. Pun juga tidak untuk merebut maupun mempertahankan kekuasaan atau kemenangan terhadap pihak lain. Lebih dari itu, ternyata kekerasan yang dilakukan sekarang ini berkembang menjadi sebuah aksi terorisme. Di mana, teror itu dilakukan tidak lain demi memperoleh kepuasan batin, hingga sebagai bentuk penyucian diri di hadapan Tuhan. Dapat dikatakan, kekerasan di era mondial ini tidak akan bisa berhenti hanya dengan memberikan solusi pemenuhan kebutuhan fisik. Pendekatan mental, spiritualitas, dan batin diperlukan untuk mencegah dan menghentikan aksi kekerasan.
Untuk mengatasi itu, bina damai dan konsep peace education merupakan salah satu cara memperkokoh paradigma human security. Harapannya, paradigma baru tersebut bisa diterima oleh komunitas ilmuwan PAI. Bagaimanapun, mewujudkan hak-hak keamanan manusia melalui kegiatan tersebut sekarang ini merupakan cara yang paling efektif. Terlebih, semakin elok bila peserta didik dilatih memanfaatkan kecerdasannya untuk “melindungi” kemanaan hidup seluruh umat manusia. Misalnya, ketika ia menjadi aktivis LSM, aktivis mahasiswa, aktivis kemanusiaan, dll tidak akan melakukan aksinya tersebut dengan tindakan kekerasan. Seperti membakar ban bekas, memblokir jalan raya, dan melempari polisi dengan benda apapun itu. Aksi itu bisa mengganggu keamanan orang lain, bahkan bisa menimbulkan kepanikan. Akan jauh lebih baik bila aksi atas nama demi “kemanusiaan” tersebut dilakukan dengan cara damai, elegan, cerdas, dan kreatif.
Logikanya, sebuah kearifankah ketika ingin memperjuangkan harkat kemanusiaan suatu kelompok tertentu tapi kenyataannya mengorbankan keamanan manusia lain? Berarti ketika seseorang atau kelompok ada yang melakukan kekerasan atas nama kemanusian dan moralitas secara otomatis ia telah meninggalkan nilai-nilai human security. Implikasinya, karena ia melanggar nilai human security maka bisa dikatakan di satu sisi lain ia juga merendahkan nilai kemanusiaan dan moralitas di bidang lain. Bisa dikatakan, ia memperjuangkan hak kemanusiaan golongan tertentu tapi di sisi lain ia juga melanggar hak kemanusiaan orang lain dengan aksi kekerasannya. Pendeknya, paradigma human security tidak hanya bersangkut paut tentang keamanan negara tapi suatu gagasan yang di dalamnya juga menjangkau keamanan individu. Dengan konsep itu pula, diharapkan segalam macam kekerasan apapun itu bentuknya tidak ada lagi. Hal yang sangat mustihil, tapi ini merupakan cara ampuh untuk meminimalisir kekerasan di tengah kondisi Indonesia yang seperti ini.
Salah satu tawaran solusi untuk menyelesaikan masalah terorisme, menyukseskan gagasan human security, dan menginseminasi budaya nirkekerasan adalah melakukan jalan dialog hingga kerjas sama secara bebas dengan berbagai unsur. Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa salah satu ketidaksetujuan kelompok umat beragama tertentu untuk melakukan kerjasama dengan umat beragama lainnya karena ditakutkan terjadi “kesesatan” atau kemurtadan massal. Oleh karena itu, tugas utama dan pertama umat Islam terhadap umat Islam lain yang lemah dan awam imannya adalah menguatkan keimanan, keilmuan, dan akhlak mereka. Salah satu jalannya adalah dengan jalur pengembangan PAI menuju arah yang berkualitas. Setelah itu baru mengadakan kerja sama dengan pemeluk agama lain. Bila dianalogikan agama sebagai suatu organisasi atau negara, maka sudah barang tentu anggota atau warga negara tersebut harus dibekali kemampuan dan kualitas terlebih dahulu sebelum dihadapkan pada negara lain. Alasanya, agar mereka bisa menjaga diri ketika melakukan kerjasama secara terbuka dan bebas dengan negara lain.


Kata-katamu adalah kualitas dirimu (sumber gambar gudangmakalah)










Baca tulisan menarik lainnya: