Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Privacy Policy · Daftar Isi · Tentang Kami

D. Penutup BAB VI Pemikiran Tentang Pengembangan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam


Dari semua pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum pada setiap masing-masing prodi di PTAI bisa dilakukan dengan cara integrasi ilmu. Yakni, penambahan mata kuliah umum dilakukan tidak semata-mata “menjiplak” dari perguruan tinggi lain (Perguruan Tinggi Umum) akan tetapi didasarkan pada epistemologi Islam. Dengan demikian, diharapkan bisa melahirkan ilmu baru, yaitu ilmu umum yang tidak “berseberangan” dengan ilmu agama. Implikasinya, pengembangan dan penambahan mata kuliah tidak serta merta hanya memberikan label “Islam” pada mata kuliah atau prodi tersebut, akan tetapi melakukan integrasi ilmu agama dengan ilmu umum yang saling mengokohkan satu sama lain. Pada tahap selanjutnya, inilah yang akan menjadi pembeda wawasan keilmuan antara lulusan PTAI dengan lulusan PTU. Di mana lulusan PTAI tidak hanya mampu menciptakan atau mengembangan ilmu serta produknya, tetapi juga mampu memanfaatkannya secara tepat untuk kemaslahatan manusia secara benar sehingga bisa mendapat ridho dari Allah SWT.
Selain itu, PTAI saat ini dituntut untuk dapat merubah paradigma lama (yang hanya fokus pada kajian ritual keislaman) ke paradigma baru (kajian islam secara menyeluruh termasuk IPTEK) yang lebih relevan dengan persoalan kehidupan masyarakat. Dengan itu, diharapkan lulusan PTAI mampu memecahkan “kebuntuan” dan kemandekan (masalah) umat Islam bahkan permasalah bangsa atau manusia secara umumnya dalam menjalankan hidup ini. Dengan demikian, idealnya pengembangan kurikulum yang termanifestasikan pada penambahan prodi dan penambahan atau perubahan mata kuliah tidak hanya terfokus pada ilmu agama saja, akan tetapi juga pada ilmu-ilmu umum. Dalam lingkup lembaga PTAI, landasan penambahan prodi umum adalah bertujuan untuk mencetak mahasiswa yang menguasai ilmu pengetahuan umum sekaligus dilandaskan pada ilmu-ilmu agama. Sedang dalam lingkup program studi keagamaan, penambahan mata kuliah umum bertujuan untuk mencetak mahasiswa yang menguasai ilmu agama Islam yang terbingkai dalam ilmu-ilmu umum.
Konsekuensi lebih lanjut, untuk mata kuliah atau program studi baru[1] yang terintegrasi tersebut harus memiliki standar penamaan jelas. Yakni, yang sesuai dengan kaidah penulisan dan pengistilahan dalam bahasa Indonesia baku. Hal tersebut dilakukan agar antara penamaan mata kuliah misalnya mata kuliah bernama “Psikologi Pendidikan Islam” dengan isi yang terkandungnya benar-benar baru. Artinya, mata kuliah tersebut tidak mengajarkan ilmu Psikologi umum saja atau ilmu psikologi pendidikan saja, akan tetapi juga mengintegrasikannya dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, untuk memperjelas kandungan mata kuliahnya maka nama tersebut bisa diganti “Psikologi Pendidikan berbasis Islam.” Selama ini, sebagaimana yang telah penulis alami meskipun penamaannya ada “label” Islam akan tetapi pada kenyataannya muatan pokoknya bahkan kadang semua aspek detailnyanya hanya menyentuh ilmu “psikologi pendidikan.” Pada akhirnya, sudah saatnya pendidikan Islam (khususnya di Indonesia) untuk memiliki “kiblat” ilmu pengetahuan sendiri. Mengingat, pada beberapa dekade akhir ini kebanyakan institusi pendidikan Islam utamanya untuk keilmuan cenderung berkiblat pada barat. Bahkan sistem pendidikannya pun tak jarang yang juga meniru Barat.






[1]Kendati demikian, untuk program studi keagamaan yang baru pada Sekolah Tinggi (berbasis Islam) dan Institut (berbasis Islam) masalah penamaannya sebagian sudah mengalami penyegaran. Misalnya prodi Ekonomi Islam diganti dengan nama Ekonomi Syari’ah serta Dirasat Islamiyah diganti dengan Pendidikan Agama Islam. Lihat, Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor: 1429 Tahun 2012 tentang Penataan Program Studi di Perguruan Tinggi Agama Islam.



Ilustrasi baca BAB penutup buku (sumber gambar akubaca)




Baca tulisan menarik lainnya: