Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Contoh BAB I Tesis: IMPLEMENTASI PENILAIAN AFEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH ALIYAH NEGERI KOTA KEDIRI 3




Lihat juga profil lengkap buku ke-2 A. Rifqi Amin berjudul "Pengembangan Pendidikan Agama Islam: Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner"




Contoh Tesis BAB I


    
      IMPLEMENTASI PENILAIAN AFEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH ALIYAH NEGERI KOTA KEDIRI 3
  
Oleh:
Edi Priyanto

Foto Edi Priyanto, sumber foto facebook



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Konteks Penelitian
Sistem pendidikan Islam adalah pemaduan antara pendekatan normatif-deduktif dengan pendekatan deskriptif-induktif, pendekatan PAI yang normatif-deduktif bersumber pada sistem nilai yang mutlak, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, dan hukum Allah yang terdapat dalam alam semesta. Di sisi lain pendekatan deskriptif-induktif lebih ditekankan pada bentuk pelestarian aspirasi umat dan pendekatan budaya bangsa sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang didasarkan pada konsep variabilitas, yaitu suatu proses perumusan tujuan dan penyusunan kurikulum atau silabus yang didasarkan pada kepentingan lulusan (output oriented). Dengan demikian, terdapat interaksi antara tujuan normatif dan deskriptif dengan berbagai kepentingan yang meliputi sistem tata nilai dan norma, sistem ide dan pola pikir, sistem pola laku serta sistem produk budaya.[1] Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa misi pendidikan Islam yaitu menanamkan nilai-nilai keislaman dalam menciptakan manusia Indonesia seutuhnya (salah satunya berbineka tunggal ika).


Salah satu upaya dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut adalah melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Banyak materi yang disajikan dalam pendidikan sekolah maupun madrasah adalah pelajaran yang memuat nilai-nilai kehidupan misalnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah dikritik karena terlalu menekankan domain kognitif dengan mengorbankan dimensi yang lain seperti afektif. Mulai dari formulasi kurikulum, isi materi, metode pembelajaran, dan evaluasi semuanya lebih menitikberatkan pada aspek kognitif. Komarudin Hidayat sebagaimana yang dikutip oleh Agus Nuryanto mengkritik terhadap pendidikan agama yaitu “bahwa pendidikan agama saat ini lebih berorientasi pada belajar tentang agama sehingga hasilnya banyak orang yang mengetahui nilai-nilai ajaran agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya.”[2] Hal ini berdampak bahwa agama berhenti hanya untuk dihafal dan dipahami, bukan untuk diinternalisasi dan diamalkan.

>

Dari pembahasan di atas dengan demikian sebagai penunjang pembelajaran PAI yang utuh sebagaimana dijelaskan di atas maka salah satu komponen dalam sistem pembelajaran PAI yang harus diperhatikan selain materi, strategi, dan metode pembelajarannya juga perlu adanya penguatan penilaian pembelajaran PAI terutama untuk aspek afektifnya. Penekanan aspek afektif dalam penilaian sangat penting karena sebagaimana penjelasan di atas bahwa PAI adalah sebuah kajian ilmu praktek dan sikap, bukan hanya ilmu pengetahuan (konsep atau hafalan), selain itu dalam pelaksanakaan penilaian afektif guru PAI harus melibatkan guru lain agar diperoleh data yang objektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya penilaian afektif bagi pendidikan agama. Pernyataan tersebut sesuai dengan penjelasan BSNP bahwa:

Aspek kognitif dinilai oleh guru agama melalui tes tertulis dan  lisan, sedangkan untuk aspek afektif dinilai guru agama melalui  pengamatan. Selain itu, untuk aspek afektif ini guru agama akan memperoleh informasi ataupun nilai yang diserahkan guru mata pelajaran lain  tentang akhlak peserta didik.[3]

Secar teori penilaian merupakan tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu. Penilaian (Assessment) berbeda dengan pengukuran (measurement) karena pengukuran lebih bersifat kuantitatif. Bahkan pengukuran merupakan alat untuk melakukan penilaian.Kegiatan penilaian dilakukan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.[4] Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara teratur mengenai kemajuan siswa sehingga guru dapat memahami para siswa terutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya.
Sistem penilaian dalam setiap mata pelajaran harus dilakukan oleh seorang pendidik dengan tujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran yang telah dilakukan tersebut telah dikuasai oleh peserta didik atau belum. Dengan kata lain, maksud dari penilaian yaitu pemberian nilai tentang  kualitas tertentu. Dalam penilaian ini meliputi ranah kognitif (ranah yang mencakup kegiatan mental atau otak), ranah afektif (ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai), dan ranah psikomotorik (ranah yang terkait dengan ketrampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu).
Penilaian ranah kognitif PAI ditujukan pada aspek pengetahuan yang diserap oleh peserta didik, dilakukan secara kuantitatif dengan rentang nilai 10-100.Penilaian ranah afektif PAI ditujukan pada aspek sikap peserta didik terhadap nilai-nilai yang dipelajari, dilakukan melalui pengamatan dengan memberikan pernyataan kualitatif (sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), kemudian diberi penjelasan dalam bentuk deskripsi. Pengolahan nilai afektif dapat menggunakan data kualitatif dan kuantitatif.Penilaian ranah psikomotorik PAI ditujukan pada aspek keterampilan dan pengamalan, misalnya aspek Al-Qur’an dan Fiqih/Ibadah dengan menggunakan instrumen penilaian psikomotorik.[5]
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 20 berbunyi “dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.”[6]
Senada dengan undang-undang di atas,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional PendidikanPasal 63, menjelaskan bahwa: “Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.”[7]
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik dipengaruhi oleh aspek afeksi peserta didik. Misalnya, peserta didik yang memiliki aspek afeksi seperti punya minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran maka akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang lebih optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, guru harus memperhatikan karakteristik afeksi peserta didik.
Ranah afektif merupakan tujuan pendidikan yang lebih mengutamakan pada pembentukan sikap, minat, nilai, apresiasi, dan penyesuaian siswa terhadap fenomena kepribadian dan kemasyarakatan peserta didik. Kepribadian muslim merupakan perwujudan dari keseluruhan aspek-aspek manusia baik fisik maupun psikis dalam bentuk tingkah laku yang berbeda dengan individu lainnya sebagai cara individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lebih konkritnya jika beberapa aspek tersebut dikaitankan dengan PAI maka diwujudkan dengan cara bahwa segala perbuatan tersebut untuk menunjukkan pengabdian dan penyerahan diri kepada Allah.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa idealnya penerapan sistem penilaian di Madrasah Aliyah Negeri Kota Kediri 3 sebagai lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama Kota Kediri lebih cenderung pada penilaian ranah afektif sebagai titik tekan bahwa perkembangan akhlak (kepribadaan) menjadi lebih baik merupakan yang utama. Selain karena hal tersebut,  penilain afektif sangat penting digunakan karena MAN Kota kediri 3 memiliki visi: Islam, Unggul, Populis, Indah dan Mandiri. Islam berarti menyelenggarakan kegiatan yang bernuansa Islam, Unggul berarti berusaha mengoptimalkan prestasi di segala bidang, Populis berarti dikenal dan diminati masyarakat, Indah berati menciptakan iklim belajar yang kondusif dan nyaman, dan Mandiri menyiapkan siswa terampil yang langsung bisa terjun ke masyarakat. Serta misinya adalah “Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Islam dan budaya bangsa sebagai sumber kearifan dan bertindak.[8]
Dari penjabaran di atas lebih spesifik kepribadian tersebut terbentuk pada diri siswa dengan adanya proses belajar mengajar yang mengarah pada internalisasi nilai yang dibarengi dengan aspek kognitif. Dengan demikian dalam proses internalisasi nilai tersebut melibatkan semua aspek ranah afektif, yaitu receiving, responding, valuing, mengorganisasi nilai, dan karakteristik nilai pendidikan agama Islam.[9]
Hingga saat ini MAN Kota Kediri 3 merupakan salah satu madrasah yang sangat terkenal di tingkat kota Kediri, bahkan sampai tingkat propinsi. Hal ini karena menurut Waka Kurikulum MAN Kota Kediri 3banyak prestasi yang diraih diberbagai bidang seperti KIR, Olimpiade, Kesenian, Olah Raga, dan lain-lain. Sedang dari sisi tenaga pendidik khususnya guru PAI semuanya berlatar pendidikan PTAIN, belajar di pondok pesantren termasuk Gontor ditambah lagi ada beberapa guru yang telah lulus dari Al-Azhar Kairo Mesir. Bahkan semua tenaga pendidik atau guru PAI sampai saat ini sudah tersertifikasi.[10] Sedang sarana prasarananya sangat memenuhi, ada Masjid, arena olahraga, asrama putra, dan asrama putri, bahkan sarana pembelajaran yang menggunakan LCD di setiap ruang kelas dan AC dibeberapa kelas.[11]
Bukti lain bahwa MAN Kota Kediri 3 adalah sekolah yang bagus yaitu dari input siswa. Dilihat dari animo masyarakat ketika waktu pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tiga tahun terakhir (2010, 2011 dan 2012) pendaftar yang masuk lebih dari 1200 siswa sedangkan yang diterima masuk hanya sekitar 400 siswa. Dari 400 siswa tersebut sebagian besar alumni MTs.[12]
Dari realita tersebut di atas menurut pengamatan peneliti pada idealnya dapat menjadi modal awal untuk menjadikan dan mewujudkan generasi bangsa yang dapat diharapkan sesuai dengan UU No 20 tahun 2003 sisdiknas pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[13]


Namun untuk sementara ini terkait dengan pendidikan yang bertujuan pada pembentukan manusia yang beriman, bertaqwa dan akhlak mulia melalui pembelajaran PAI yang sesuai dengan visi dan misi MAN Kota kediri 3 belum optimal. Hal ini dibuktikan pada rentang tahun 2011-2012 terdapat temuan yang pertama, dalam rapat tahunan Waka Kurikulum lebih menekakan pada orientasi program madrasah yang secara praktis bertujuan bagaimana anak lulus UN dan dapat melanjutkan ke PTUN, serta diperjelas oleh Mila bahwa hal tersebut menyebabkan porsi pembinaan siswa khususnya terkait dengan pelajaran non UN dalam hal ini adalah PAI belum proporsional.[14] Kedua, pelaksanaan pembelajaran PAI yang cenderung penting jalan dan terlaksana sesuai dengan jam pelajarannya dan hanya menitik beratkan pada aspek kognitif.[15] Ketiga, masih terjadi pelanggaran siswa di madrasah baik ringan, sedang maupun berat.[16] Diantaranya pelanggaran tersebut adalah: siswa berbohong, terlambat, meninggalkan sholat fardhu, konsumsi film porno, berpacaran, dan pelanggaran tata tertib madrasah yang lain.[17]
Perilaku siswa tersebut yang bertentangan dengan nilai-nilai norma dan ajaran agama Islam tidak menunjukkan sikap (afeksi) yang sesuai dengan harapan dan tujuan diadakannya pembelajaran PAI. Artinya, bahwa dengan adanya sikap (afeksi) siswa yang seperti itu walaupun secara pengetahuan dan pemahaman (kognisi) siswa mendapat nilai bagus (lulus/di atas standar) namun pada kenyataannya secara otomomatis tidak berbanding lurus dengan perilaku siswa. Oleh karena itu dipandang penting oleh peneliti untuk mendalami sistem penilian afektif khususnya untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. Asumsinya adalah keberhasilan mata pelajaran PAI berbeda dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan, yaitu bukan dilihat dari sejauh mana tingkat nilai kognisi siswa tapi ditinjau dari seberapa besar perubahan positif serta tingkat nilai afeksi siswa.





Dengan demikian perilaku dan sikap (afeksi) siswa tersebut jika dikaitkan dengan pelaksanaan pembelajaran PAI khususnya tentang sistem penilian afektifnya yang telah diadakan di MAN Kota Kediri 3 maka perlu diadakan pendalaman tentang bagaimana implementasi penilain afektif di lembaga terserbut. Pendalaman tersebut sangat penting karena sebagaimana penjelasan sebelumnya ditinjau dari pendidiknya sudah profesional (secara administratif/tersertifikasi), sebagaian besar berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi Negeri serta pondok pesantren, dan sebagaian sudah mengajar dalam jangka lama (puluhan tahun). Selain itu masih berdasarkan penjelasan sebelumnya ditinjau dari segi lain seperti sarana prasaran, visi dan misi madarasah, dan kondisi latar belakang serta prestasi yang diraih sebagian siswa cukup ideal untuk menunjang terciptanya siswa yang unggul dari segi afeksinya.  
Untuk itu pada penelitian ini, peneliti melakukan kajian mendalam terkait dengan penilaian afektif PAI yang dilakukan oleh para guru mata pelajaran PAI di MAN Kota Kediri 3. Lebih jauh diharapkan sasaran kegiatan penilaian hasil pembelajaran PAI tidak hanya terfokus pada kemampuan peserta didik dalam memahami semua materi pelajaran yang telah diberikan, ataupun sudah dapat menghayati pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Akan tetapi urgensi dari pembelajaran PAI yaitu apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu perlu adanya formulasi dalam melakukan penilaian aspek afektif siswa terhadap materi pelajaran yang telah mereka peroleh.
Guna lebih terarahnya pembahasan maka penelitian ini difokuskan pada implementasi penilaian afektif PAI di MAN Kota Kediri 3. Dalam penelitian ini dilakukan pengungkapan tentang penilaian pembelajaran PAI yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran PAI di MAN Kota Kediri 3 sebagai suatu usaha besar dalam mewujudkan madrasah yang berprestasi dan mampu membentuk karakter siswa yang beriman, bertakwa, dan berakhlakulkarimah.


B.     Fokus Penelitian
Pada latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini peneliti memfokuskan dalam pokok bahasan yaitu tentang implementasi penilaian afektif guru materi PAI di MAN Kota Kediri 3 yang sudah berjalan saat ini di antaranya meliputi:
1.      Teknik penilaian afektif PAI MAN Kota Kediri 3.
2.      Pengolahan hasil penilaian afektif PAI MAN Kota Kediri 3.
3.      Pemanfaatan hasil penilaian afektif PAI MAN Kota Kediri 3.

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mendeskripsikan teknik penilaian afektif PAI MAN Kota Kediri 3.
2.      Untuk mendeskripsikan pengolahan hasil penilaian afektif PAI MAN Kota Kediri 3.
3.      Untuk mendeskripsikan pemanfaatan penilaian afektif PAI MAN Kota Kediri 3.

D.    Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang komprehensif terhadap peneliti dan instansi-instansi pendidikan. Secara ideal, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa aspek, di antaranya:
1.      Secara Teoritis
a.       Memberikan sumbangan keilmuan terhadap perkembangan ilmu evaluasi pembelajaran terutama berkenaan dengan penilaian afektif pada Pendidikan Agama Islam yang dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengetahui ketercapaian tujuan pendidikan.
b.      Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang serupa pada masa yang akan datang.
2.      Secara Praktis
a.       Bagi institusi yang diteliti, sebagai masukan yang konstruktif dalam pelaksanaan penilaian pembelajaran PAI di MAN Kota Kediri 3.
b.      Bagi para pengambil kebijakan, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, komite sekolah sebagai salah satu acuan dalam mengambil keputusan dan kebijakan terkait dengan pembelajaran PAI di MAN Kota Kediri 3.

E.     Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi pembelajaran PAI yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu memiliki obyek dan fokus kajian yang berbeda dalam bidang evaluasi pendidikan terkait dengan penilaian afektif, sebagaimana hasil studi kepustakaan yang telah peneliti lakukan, sebagai berikut:
1.      Aris Budianto (Tesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2011) yang berjudul Peran Guru Fiqih Dalam Pengembangan Ranah Afektif Siswa Kelas XI Di Madrasah Aliyah Negeri Kandangan Kediri. Penelitian ini dilatar belakangi oleh pertimbangan kebanyakan bahwa dalam proses pembelajaran guru masih belum optimal untuk memperhatikan teknik penilaian afektif. Salah satu penyebabnya adalah karena para guru merasa kurang mampu dalam merumuskan tujuan afektif, dengan kata lain tujuan afektif lebih sulit diukur daripada tujuan kognitif. Hasil Penelitian ini menggambarkan tentang pembelajaran fiqih, peran guru dalam mengembangkan ranah afektif siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil latar Madrasah Aliyah Negeri Kandangan Kediri.Analisa data dilakukan dengan cara non statistic untuk data yang bersifat kualitatif, untuk data yang bersifat kualitatif menggunakan cara deskriptif kualitatif.[18]
2.      Wiwi Novianti, (Tesis, STAIN Pekalongan.2008) Penilaian Afektif dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus di MTsN Ketanggungan Brebes). Penelitian ini mengkaji tentang pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di MTsN Ketanggungan Brebes dan tentang pelaksanaan penilaian afektif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dilaksanakan sesuai dengan Kurikulum KTSP yang berlaku. Sedang untuk penilaian afektif dilakukan guru dengan cara menentukan nilai komulatif  pada suatu mata pelajaran melalui skala sikap, daftar cek, catatan kasus, dan bentuk portofolio.[19]
3.      Mami Hajaroh, Pengembangan evaluasi afektif Mata kuliah pendidikan agama Islam Di prodi D-II PGSD guru kelas Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik evaluasi afektif sehingga diperoleh salah satu perangkat evaluasi yang tepat pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam bagi mahasiswa D-II PGSD yang memiliki standar kualitas perangkat non tes. Dengan demikian akan ditemukan seperangkat instrumen evaluasi dengan butir-butir pernyataan yang memenuhi standar.[20]

Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian

No.
Peneliti
Judul Penelitian
Persamaaan dan Perbedaan
1
Aris Budianto (Thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2011)
Peran Guru Fiqih Dalam Pengembangan Ranah Afektif Siswa Kelas XI Di Madrasah Aliyah Negeri Kandangan Kediri
-   Persamaan
Fokus penelitian pada ranah penilaian afektif siswa di MAN
-   Perbedaan
a.   Penilaian afektif hanya pada satu mata pelajaran, Fiqih
b.   Tidak membahas problematika yang dialami para guru
2
Wiwi Novianti, (thesis, STAIN Pekalongan: 2008)
Penilaian Afektif Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus di MTsN Ketanggungan Brebes)
-   Persamaan
Penilaian Afektif dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam
-   Perbedaan
a.       Aspek-aspek Afektif Pembelajaran di MTs
b.      Terfokus pada materi akidah akhlak
c.       Jenis penelitian kuantitatif
3
MamiHajaroh
Universitas Negeri Yogyakarta
Pengembangan evaluasi afektif Mata kuliah pendidikan agama Islam Di prodi  D-II PGSD guru kelas Universitas Negeri Yogyakarta

-   Persamaan
Pengembangan model evaluasi afektif
-   Perbedaan
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis instrumen angket dilakukan pada mahasiswa PGSD


F.     Definisi Istilah
1.      Implementasi
Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena untuk mengimplementasikan sesuatu hal harus disertai sarana yang mendukung di mana nantinya agar menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu sehingga tercapailah tujuan yang dimaksud.
2.      Penilaian pembelajaran
Istilah “penilaian” merupakan alih bahasa dari istilah “assessment” bukan dari istilah “evaluation. Dalam proses pembelajaran, penilaian sering dilakukan guru untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses belajar yang dicapai peserta didik. Artinya, penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi bersifat menyeluruh yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Dengan kata lain penilaian digunakan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan pada komponen atau bagian, misalnya tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan lembaga pendidikan.[21] Sedang evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.[22]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara evaluasi dengan penilaian adalah terletak pada ruang lingkup (cakupan) dan teknik pelaksanaan di lapangan. Cakupan penilaian lebih sempit dan terbatas pada salah satu bagian atau komponen saja, misalnya akhlak atau sikap dari peserta didik. Serta penilaian biasanya dilaksanakan dalam koteks internal, yaitu manusia yang menjadi bagian integral atau yang terlibat secara langsung dalam sistem pembelajaran. Sedang evaluasi cakupannya lebih luas yang meliputi seluruh gabunan dari bagian komponen (sistem) dan dapat dilaksanakan tidak hanya oleh pihak internal saja namun bisa dilakuka oleh pihak eksternal.[23]

3.      Materi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan Agama Islam adalah upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dengan demikian, pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[24]
Adapun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PAI sebagai pelajaran madrasah aliyah yang terbagi dalam empat mata pelajaran yaitu; Akidah Akhlak, Fiqih, Al-Qur’an Hadits, dan Sejarah Kebudayaan Islam.
4.      Afektif
Domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku.[25] Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, afektif merupakan tujuan pembelajaran yang menekankan perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan, penolakan suatu perbuatan yang baik dan buruk.

G.    Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah memahami penulisan tesis ini, maka dalam sistematika penulisan ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab Pertama menguraikan tentang pendahuluan yang mencakup kontek penelitian, identifikasi masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, orisinaltias penelitian, definisi istilah, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua adalah pembahasan tentang kajian pustaka yang didahului oleh pemaparan pada sub bab terkait pembelajaran PendidikanAgama Islam (PAI) yang meliputi: pengertian PAI, pembelajaran PAI, karakteristik PAI, komponen tujuan PAI, kurikulum PAI madrasah aliyah, kemudian penilaian PAI, konsep penilaian PAI, prinsip, tujuan dan landasan hukum penilaian pembelajaran PAI.
Sedangkan sub bab sistem penilaian PAI, mengulas, pengertian penilaian, fungsi penilaian, prinsip-prinsip penilaian, penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan teknik penilaian. adapun sub bab model penilaian afektif PAI, membahas; pengertian penilaian ranah afektif, tujuan dan fungsi penilaian ranah afektif, karakteristik afektif, komponen penilaian afektif, aspek-aspek afektif. Pengembangan instrumen penilaian afektif PAI dan teknik observasi. Kemudian sub bab terakhir membahas tentang problematika pembelajaran PAI secara umum.
Bab Ketiga menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data, sumber data, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, teknik pengumpulan, analisis data, dan pengujian keabsahan data.







Bab Keempat pada sub bab pertama menjelaskan paparan hasil penelitian tentang hal-hal yang terkait dengan penialaian afektif yang ada di MAN Kota Kediri 3 dan pemaparan tentang implementasi penilaian afektif yang meliputi teknik, pengolahan, dan pemanfaatan penilaian afektif di MAN Kota Kediri 3. Untuk sub bab kedua membahas temuan penelitian yang merupakan hasil pengerucutan dari paparan data.
Bab Kelima merupakan pembahasan dari hasil anaisis yang didasarkan pada teori-teori yang sudah mapan dengan rincian pembahasan meliputi teknik, pengolahan, dan pemanfaatn penilaian afektif di MAN Kota Kediri 3.
Bab Keenam merupakan bab penutup, pada bab ini terdapat rangkaian kesimpulan, implikasi, dan saran yang merupakan hasil pengerucutan dari bab-bab sebelumnya.


[1]Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 116.
[2]Agus Nuryatno, Kontribusi Pendidikan Agama Dalam Memperkuat Masyarakat Pluralistik Demokratik (Perspektif Islam) http:// interfidei.or.id/index.php?page=article&id=2, Diakses tanggal 8 April 2013.
[3]BSNP, Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia (Jakarta: BSNP, 2007), 5.
[4]TIM Dosen Fak. Tarbiyah UIN Malang, Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), 207.
[5]Pedoman Pengembangan Standar Penilaian PAI, http://www. mgmppaismpwaykanan.files.wordpress.com, diakses tanggal 9 Januari 2013.
[6]Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, http:// wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2013.
[7]Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Penilaian Pendidikan, http://www. paudni.kemdikbud.go.id/.../PP-no-19-th-2005-ttg-standar-nasional-pendidikan,  diakses 9 Januari 2013.
[8]Dokumentasi, Kurikulum MAN Kota Kediri 3 Tahun 2012, Basuki Rahmat Waka Kurikulum, 14 Januari 2013.
[9]Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, 53.
[10]Basuki Rahmat, Waka Kurikulum MAN Kota Kediri 3, pada 14 Januari 2013.
[11]Observasi, lingkungan Gedung MAN Kota Kediri 3, pada 14, 23 Januari, 4 Februari 2013.
[12]Dokumentasi, Kumpulan Laporan Pertanggung Jawaban Penerimiaan Siswa Baru MAN Kota Kediri 3 Tahun 2010 sampai 2012, 14 Januari 2013.
[13]Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, http:// hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_20_03.htm, diakses 27 Februari 2013
[14]Milatul Maftuhah, guru Qur’an Hadits Kelas XI, 27 Mei 2013.
[15]Basuki Rahmat, Waka Kurikulum, 21 Maret 2013.
[16]Muhammad Makin, Waka Kesiswaan, 24 April 2013.
[17]Dokumentasi, Catatan Tim Ketertiban MAN Kota Kediri 3 Tahun 2011-2013.
[18]http://digilib.uin-suka.ac.id/5311/, Diakses 7 Januari 2013.
[20]Artikel ini disarikan dari Penelitian yang merupakan kegiatan teaching grand yang dibiayai oleh DIP UNY dengan nomor Kontrak: 3/Skr.LPIU/Ktr. TG/2004
[21]Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, 2012), 7.
[22]Ibid., 8.
[23]Ibid., 12.
[24]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 75
[25]Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 49.




Baca tulisan menarik lainnya: