Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Gara-gara Muka Miskin

Banjirembun.com - Kemarin pagi, aku ada urusan penting di daerah Jl. Ki Ageng Gribig, Kota Malang. Berhubung satu jalur, akhirnya aku putuskan untuk sekaligus berkunjung ke rumah aku yang kosong (belum dihuni) di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Tujuan aku ke sana di antaranya yaitu isi token listrik prabayar, bersih-bersih, dan melihat instalasi meteran PDAM yang baru saja dipasang.


Pagi hari buta sebelum berangkat, aku telah merancang dengan detail tentang "rute" dan lokasi mana saja yang bakal dituju. Pertama, mampir dulu ke minimarket paling dekat dari titik keberangkatan untuk beli token listrik. Kedua, menuju ke rumahku di salah satu kawasan perumahan di Pakis. Ketiga, tujuan utama menuju Kelurahan Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Meteran PDAM (sumber foto koleksi pribadi)

Seperti biasa, aku orangnya pelupa. Tatkala mengendarai sepeda motor, bukannya konsentrasi agar apa yang aku rencanakan terlaksana baik, justru aku terbawa suasana. Yakni, aku terhanyut dalam lamunan akibat pilih mengekor pengendara cowok yang menyetir sepeda motor dengan "elegan" yang posisinya tepat di depanku. Dia membikin aku termanjakan lantaran sudah "membuka" jalan bagiku.


Barulah aku ingat, belum membeli token di minimarket. Padahal, waktu masih pagi gelap. Tentu, sangat jarang yang buka. Kecuali, minimarket yang beropasi 24 jam. Yasudahlah, disebabkan jarak tempuh yang aku lalui sudah terlampau jauh, aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Pikirku, pasti nanti di tengah jalan ada minimarket yang buka. Akhirnya, ternyata benar.


Sebelum benar-benar tiba di rumahku, bersyukur Alhamdulillah aku menemukan minimarket yang telah buka. Meski aku harus putar balik dulu di jalan raya yang sudah mulai terlihat padat. Bukan masalah. Padahal, biasanya aku amat anti untuk putar paling. Kali ini, aku harus berkorban. Sebab, kalau tidak beli di sini khawatirnya aku nanti enggak menemukan minimarket yang ada di jalur menuju rumah kosong milikku.


Setelah tiba, aku parkir kendaraan dengan rapi. Di mana, di sisi sampingku terdapat beberapa sepeda motor yang juga parkir. Beruntung, tidak ada yang antre di depan kasir. Aku langsung menuju kasir yang ditunggu oleh seorang karyawan minimarket. Sepertinya dia shift (piket) sendirian. Dengan penuh semangat aku berkata "Mau beli token listrik prabayar mas." Tanpa aku duga, dia merespon penuh santai dan dingin.


Sambil memperhatikan layar HP (karena nomor token ada di galeri foto) dan jari jempol serta telunjuk aku di tangan satunya sedang mengapit uang 100 ribu, aku sesekali melihat wajah dia yang sedang memperhatikan layar monitor komputer. Lirikan matanya yang sembari mengetik keyboard komputer sangatlah sinis. Begitu jelas kerutan wajah dan bibirnya yang menggambarkan kesinisan berupa merendahkan dan menyepelekan aku.


Aku dekte nomor token dengan jeda dua angka. Di dalam perkiraanku, tujuannya supaya dia mudah dalam mengetik. Lebih detailnya seperti ini 14 - 42 - 73 - 81 - 61 - 2. Ternyata hasilnya gagal (tidak berhasil sehingga tidak muncul ID pemilik meteran listrik). Aku ulangi sekali lagi mendekte dengan cara sama. Tetap saja, berbuah kegagalan. 


Akhirnya, langsung aku tunjukkan padanya tampilan foto nomor token listrik. Cukup dengan melihat layar HP yang tetap masih aku pegang, dia sungguh lancar mengetik nomor token. Seketika berhasil!


Langsung aku berikan uang 100 ribu padanya. Kemudian, dia menimpali "Kembaliannya dua ribuan tidak apa-apa Pak?" Aku jawab "Iya gak apa-apa mas."


Tanpa aku duga, kembalian Rp. 47.500,- hampir semuanya pecahan dua ribu. Hanya ada 1 lembar 5 ribu dan satu koin 500 rupiah. Artinya, 42 ribu semuanya terdiri dari pecahan 2 ribu yang berjumlah 21 lembar.

Sebagian sisa uang kembalian dari pembelian token listrik prabayar (sumber foto koleksi pribadi)

Kenyataan di atas tak sesuai dengan anganku. Di pikiranku, mungkin pecahan dua ribu totalnya paling banter tak lebih dari 20 ribu. Sisanya, pecahan 10 ribu atau 5 ribu. Ternyata, hampir semua pecahan 2 ribu.


Aku sudah terbiasa disepelekan ataupun dianggap rendah oleh orang lain. Barangkali, mereka mengira aku miskin atau orang yang tak punya duit. Wajahku ini memang terlihat bermuka miskin. Alhasil, banyak orang yang mengira aku ini bakal tidak mampu untuk membeli sesuatu. Kalau pun punya duit, mungkin dikira bukan hasil jerih payah sendiri. Parahnya, mungkin ada yang berprasangka buruk dari hasil curian.


Setiap orang punya masalah hidup masing-masing. Janganlah saling adu nasib, merasa paling susah dan sedih dalam menjalani hidup.


Terima kasih sudah membaca ceritaku ini.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Gara-gara Muka Miskin"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*