Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

5 Pesan Ulama Terkait Psikologi Manusia Kepada Para Santri

Banjirembun.com - Sosok yang bergelar ulama bukanlah orang sembarang. Mereka diberi gelar tersebut selain karena akhlak yang luhur juga disebabkan kepakaran dalam ilmu Islam sudah mumpuni. Ulama dalam istilah umum sama saja dengan ilmuwan. Seorang menjadi ulama lantaran dia sudah ahli (fakih) di bidang-bidang keislaman tertentu. Meliputi aqidah, tasawuf, al Quran, hadits, balaghoh (bahasa), ilmu sosial kemasyarakatan, atau bidang lain. 


Berkat ilmu yang dimiliki, kewibawaan, maupun peran nyata di masyarakat membuat pesan yang disampaikan dari lisan ulama begitu penting bagi kalangan santri. Para santri meyakini bahwa segala petuah yang disampaikan oleh ulama berangkat dari kebenaran. Bukan berasal dari nafsu pribadi. Melaksanakan nasihat, perintah, dan keputusan dari ulama dipercayai akan mendatangkan keberkahan tersendiri.

Tidak sedikit para santri berpendapat bahwa jangankan mendengarkan ceramah dari Ulama, cukup dengan melihat langsung wajah mereka di majelis taklim sudah membuat hati jadi tenteram. Wajah orang soleh memang sangat meneduhkan. Hati gelisah jadi tenang. Iman yang lemah menjadi kembali kuat. Ibarat baterai yang kehilangan daya setelah bertemu atau mendengar ceramah ulama jadi terisi kembali ke level penuh.


Di antara banyaknya kata-kata bijak dari ulama yang tersebar berikut ini 5 pesan yang patut diperhatikan:


1. Jagalah Perasaan Orang Lain

Simpati dan berempati saat berhubungan sosial merupakan hal penting dalam ajaran Islam. Menjaga perasaan sesama manusia merupakan kewajiban. Salah satunya hindari membuat orang lain menyesali sesuatu serta merasa bersalah sesudah melihat dan mendengar ucapan kalian. Oleh sebab itu, tetaplah tersenyum dan tampil bahagia di depan orang lain.


Ada sebuah kisah dari ulama. Diberitahukan bahwa pada saat itu beliau sedang "road show" dakwah ke sejumlah pelosok negeri. Di tengah pengajian yang diadakan, beliau diundang ke rumah milik salah salah satu jamaah yang ingin menjamu. Berhubung memang ada waktu luang beliau menyanggupi berkunjung ke rumahnya. Singkat cerita, ulama tersebut sebagai tamu diperlakukan sangat istimewa.


Tiba akhirnya waktunya ulama untuk melanjutkan perjalanan. Beliau akhirnya pamit. Dihantarlah beliau oleh tuan rumah hingga ke mobil yang dikendarai bersama sopir. Sebagai bentuk penghormatan pemilik rumah membuka dan menutup pintu mobil tersebut. Setelah beberapa menit berjalan dan jaraknya lumayan jauh, beliau tiba-tiba bertanya pada sopir "Apakah mobil kita sudah tak terlihat oleh mereka?"


Si sopir menjawab "Iya Kiai, kita sudah cukup jauh dari mereka, sudah tak terlihat lagi". Sejurus kemudian beliau memerintahkan sopir menghentikan mobil "Berhenti dulu, aku ada perlu". Setelah itu beliau membuka pintu lantas menutupnya lagi. Ternyata tangan beliau terjepit pintu mobil. Demi menjaga perasaan tuan rumah, tidak beliau tunjukkan kondisi tersebut. Sambil menahan rasa sakit, beliau tetap tampil ramah agar tuan rumah merasa puas dan bahagia sudah bisa menyenangkan tamu.

2. Hindari Bercerita Tentang Kebahagian Diri Sendiri pada Orang Sedih

Orang yang dalam keadaan sedih atau duka sebaiknya diberi hadiah, dikasih ucapan-ucapan yang menyejukkan, atau setidaknya cukup didampingi saja tanpa diberi nasihat apapun supaya dia tak merasa sendiri. Dengan begitu menunjukkan wajah bahagia apalagi bercerita tentang kebahagian diri sendiri pada orang yang sedih merupakan hal keliru. Lebih elok untuk menghormati pasanglah tampang berduka.

Ilustrasi Ibnu Sirin, Ulama terkenal abad 7 masehi (sumber gambar)

3. Bersyukurlah pada Allah SWT Atas Apa yang Dimiliki

Perilaku penuh syukur biasanya terjadi pada orang sehat, kaya, dan punya prestasi atau kelebihan tertentu. Jarang sekali orang sakit, miskin, dan tertindas atau kalah punya sifat syukur. Umumnya kalangan seperti itu akan memilih bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Sabar saat miskin dan bersyukur ketika kaya. Lebih lengkapnya baca "Lebih Utama Mana? Jadi Orang Miskin yang Bersabar atau Orang Kaya yang Bersyukur".


4. Cegah Bercerita Kehebatan Sendiri pada Orang Lemah

Biasanya orang yang lemah, terdiskriminasi, terjajah, teraniaya, atau semacamnya memiliki mental minder dan tanpa motivasi. Jangan berharap dengan bercerita kehebatan diri bakal membuat mereka terdorong untuk mengikuti jejak kalian. Justru salah-salah kalian bakal dikatakan sombong, pamer, atau tidak punya perasaan. Carilah cara memotivasi yang benar sesuai dengan kebudayaan dan suasana hati mereka.


 5. Janganlah Bercerita Tentang Apa-apa yang Dimiliki pada Orang Fakir

Mencegah orang lain berbuat dosa yang dipicu oleh perbuatan kalian sangatlah penting. Jangan sampai perbuatan yang dilakukan membuat orang lain menjadi iri, dendam, atau tidak bersyukur setelah melihat sesuatu yang kalian pamerkan. Dari pada cuma pamer dan cerita tanpa "bukti" nyata lebih baik beri mereka sedekah. Itulah cara pamer paling elegan. Bersedekah dengan jumlah dan kualitas pantas adalah cara terbaik untuk menunjukkan keberadaan.





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Pesan Ulama Terkait Psikologi Manusia Kepada Para Santri"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*