Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

5 Alasan Sangat Jarang Ditemukan Kasus Penyerobotan Serta Penipuan Jual-beli Tanah dan Rumah di Pedesaan

Banjirembun.com - Jarang sekali, malahan bukan berlebihan saat dikatakan tak ada satupun, aksi penipuan dan kasus penyerobotan lahan oleh pihak luar ditemukan di pedesaan. Andaikan ada, hampir pasti dilakukan oleh orang dalam sendiri di komunitas perkampungan tersebut. Bahkan, mungkin saja sumber kejahatan berasal dari lingkaran keluarga dekat yang kongkalikong dengan orang luar. Intinya, mereka sebenarnya amat enggan menzalimi orang-orang yang tak dikenal atau pendatang baru. Sebaliknya, tatkala dizalimi tentu responnya tak akan bergerak sendirian.


Konflik, sengketa, dan masalah tentang properti kerapkali terjadi di wilayah perkotaan. Setidaknya, di daerah pinggiran kota juga masih boleh dikatakan rawan. Nah, ketika hendak melakukan jual-beli properti di wilayah tersebut wajib dengan hati-hati. Cegah diri menyamakan antara proses transaksi properti di kota dengan desa. Menganggap sama saja layaknya pola dagang di bidang lain. Padahal, unsur pendukung kelancaran sekaligus hambatan antara dua lokasi itu sangat jauh beda levelnya.


Inilah salah satu landasan mengapa bagi pembeli properti pertama kali sebaiknya lokasi propertinya berada di desa. Beberapa penjelasannya telah diuraikan secara gamblang pada artikel berjudul 5 Tips Beli Properti untuk Pertama Kali Bagi Orang Kaya Baru (OKB).


Berikut ini penyebab jarang ditemui kasus penipuan dan penyerobotan lahan serta rumah di daerah desa:


1. Rasa Solidaritas dan Gotong Royong Tinggi

Kehidupan di desa terkenal dengan keharmonisannya. Jarang sekali terjadi konflik yang bersifat merusak maupun menimbulkan benturan fisik. Termasuk juga, sulit menemukan preman sok jago yang merasa jadi penguasa. Apa-apa terkait properti harus minta izin dulu padanya. Salah satu alasannya, masyarakat di sana jauh lebih takut pada tokoh agama dan tetua adat ketimbang pada orang yang mahir adu fisik. Bisa dikatakan, harmonitas menjadi benteng terkuat bagi mereka.


Barangsiapa merugikan satu orang saja di kampung, potensi mendapatkan perlawanan hebat bakal diterima. Bukan cuma berasal dari pihak korban penipuan atau penyerobotan lahan, tetapi keluarga dan tetangga ikut terlibat menyerang balik. Perilaku setia, menjunjung solidaritas, dan gotong royong sangat wajar diterapkan di desa. Perlu diketahui, sikap guyub rukun saling menyokong satu sama lain tersebut muncul lantaran dalam satu dusun banyak yang masih ada dalam satu ikatan darah, nasab, atau keluarga. 

Ilustrasi tanah di pedesaan (sumber gambar dari Google Earth)


 2. Tak Diminati oleh Mafia Jual-beli Properti 

Bandar nakal, pemodal besar curang, atau mafia jual-beli properti tentu tak sembarangan dalam menentukan objek properti yang akan "dimainkan". Dia akan memikirkan dulu risiko dan potensi keuntungan dari hasil penanaman uang lewat bisnis properti. Di mana, menginvestasikan modal di desa bukan termasuk langkah tepat bagi dia. Salah satu penyebabnya, masih butuh waktu teramat lama untuk sekedar balik modal. Belum lagi saat hendak menjualnya nanti dihadapkan kesulitan mencari pembeli berduit.


Baca juga: 3 Contoh Taktik Licik Mafia Jual-beli Tanah dalam Mendekte Harga Pasar Properti


Faktor lain mafia jual-beli tanah atau pelaku penipuan properti tidak memilih di pedesaan lantaran nilai objek properti kecil. Akses jalan yang belum memadai. Lantas, setelah membeli properti  di sana mau bagaimana? Terlebih lagi ketika letak sawah,  lahan, atau ladangnya tanpa muka alias tanpa disertai akses langsung ke jalan. Bisa dibilang, sungguh susah menemukan aset properti istimewa di kampung. Kendati ada, nyatanya tak dijual.


3. Objek Properti Sangat Dibutuhkan 

Banyak pemicu masyarakat desa enggan menjual aset propertinya. Di antara alasan menolak menjual karena untuk sumber penghasilan. Misalnya dipakai sebagai bisnis perkebunan, ladang, sawah, peternakan, hingga tempat produksi komoditas tertentu. Ditambah, sebagian besar orang kampung berada di zona nyaman. Mereka merasa tenteram dan hidup mapan meski penghasilan yang diperoleh tak besar. Asal untuk keperluan makan sudah terjamin terpenuhi dalam beberapa hari membuat lega.


Selain dibutuhkan sebagai sumber pendapatan uang dan lumbung pangan, masyarakat kampung juga menjadikan aset properti ditinggali atau dipakai sendiri. Sedangkan mau pindah menetap ke kota tidak punya pengalaman, keberanian, wawasan, serta tak tega meninggalkan keluarga. Lebih-lebih hati dan jiwanya sudah terlanjur nyaman di desa. Terlalu berat bagi mereka merantau meninggalkan kampung halaman.


4. Menjujung Adat Leluhur

Prinsip hidup masyarakat pedesaan yaitu menghargai sekali terkait norma-norma tak tertulis. Termasuk yang enggak ketinggalan meliputi menghormati leluhur dan pewaris (orang tua yang mewarisi) properti. Bagi mereka menjual aset tanah dan rumah peninggalan keluarga merupakan perilaku tabu. Dengan menjualnya bakal jadi perbincangan tetangga. Sebab, dianggap mengorbankan idealitas dan "moralitas" demi mendapatkan uang.


Bila ditemukan ada individu yang mengumumkan jual properti maka sebelum laku terjual akan dilarang serta dinasehati oleh keluarga. Tentunya mendapatkan sindirian dari warga sekitar. Parahnya, diberi peringatan atau malahan dimarahi sesepuh desa. Dapat disimpulkan, mereka lebih pilih tak menjual properti lalu merelakan diri alias mengorbankan harta hingga masa depan semata-mata demi menjaga tradisi. 


5. Dilindungi oleh Tokoh Agama dan Aparat Desa

Pejabat desa tentu akan memutuskan untuk melindungi rakyatnya ketimbang warga lain yang belum jelas asal-usulnya. Terutama kalangan yang mendukungnya naik jabatan sehingga bisa menjadi aparat desa. Oleh sebab itu, tak usah kaget menemukan status tanah atau rumah yang belum bersertipikat. Pemiliknya tetap merasa aman-aman saja tak khawatir diserobot oleh orang tak dikenal.


Begitu pula tokoh agama tidak akan tinggal diam ketika jamaah atau umatnya jelas-jelas tanpa ragu telah dizalimi. Langkah pertama yang beliau lakukan untuk melindungi pengikutnya ialah mendekati tokoh atau orang berpengaruh lainnya di sana. Kalau tak mempan baru meminta bantuan tokoh lebih atas dan kuat, minimal setingkat kabupaten. Dampak buruk tentu pasti menimpa para penipu.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Alasan Sangat Jarang Ditemukan Kasus Penyerobotan Serta Penipuan Jual-beli Tanah dan Rumah di Pedesaan"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*