Mengapa Aku Masih Haus Cinta?
Aku juga sudah pernah bekerja mati-matian—sampai kadang rasanya seperti diperbudak. Aku sudah berkorban demi keluarga, bahkan demi citra yang akhirnya membuatku lupa pada diriku sendiri. Dua area itu sudah kualami, dengan segala rasa pahit-manisnya.
Namun, ada satu hal yang masih terasa seperti ruang kosong di dalam batin: cinta.
Cinta Itu Berbeda
-
Jalan-jalan lintas kota memberi kenangan, tapi setelah pulang, yang tersisa hanya foto.
-
Kerja keras memberi uang, tapi kalau tak bermakna, hanya meninggalkan lelah.
-
Pengorbanan demi keluarga mungkin membuat orang lain bangga, tapi seringkali diriku sendiri terluka.
Itulah sebabnya, meski aku sudah kenyang dengan pengalaman kerja, keluarga, bahkan perjalanan jauh, hatiku masih haus cinta.
Rasa Haus Itu Bukan Kelemahan
Dulu aku sering menyalahkan diri sendiri: “Kenapa aku masih ingin cinta, padahal aku sudah dewasa? Bukankah seharusnya aku sudah puas dengan hidup apa adanya?”
Aku tak ingin lagi cinta yang hanya topeng, manipulasi, atau kewajiban semu. Aku ingin cinta yang membuatku bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus kehilangan kewarasan.
Menemukan Cinta Sehat
Bagiku, cinta sehat itu punya tiga tanda sederhana:
-
Sejajar. Tidak ada yang jadi tuhan, tidak ada yang jadi budak.
-
Menghidupkan. Setelah bersamanya, aku merasa lebih hidup, bukan lebih mati rasa.
-
Menenangkan. Ada damai yang lahir, bukan hanya gairah sesaat.
Cinta seperti itu mungkin tidak datang secepat perjalanan lintas kota. Ia butuh kesabaran, keberanian, dan kejujuran. Tapi justru karena itu, ia terasa berharga.
Penutup
Dan hari ini aku berhenti merasa malu dengan rasa itu. Karena ternyata, rasa haus inilah yang membuatku tetap manusia, tetap hidup, dan tetap punya harapan untuk menemukan rumah sejati dalam diri orang lain.
Apakah kamu juga merasakan hal yang sama—bahwa cinta adalah satu-satunya ruang kosong yang masih ingin kamu isi?
![]() |
Ilustrasi menemukan makna kehidupan melalui jalur jatuh cinta (sumber gambar pixabay.com) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Mengapa Aku Masih Haus Cinta?"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*