“Aku Belajar Hadir tanpa Menuntut Dilihat, Aku Belajar Menyukai tanpa harus Diakui, dan Aku Belajar Mencintai tanpa harus Memiliki.”
Oleh: Dik Aluna
Ada masa di mana kehadiran terasa sia-sia bila tak disadari.
Kita ingin dilihat, dihargai, diingat — seolah keberadaan baru berarti ketika mendapat pantulan dari mata orang lain.
Namun seiring waktu, aku mulai belajar sesuatu yang lebih halus: bahwa nilai kehadiran tidak bergantung pada siapa yang menyadarinya, tetapi pada ketulusan dari mana ia lahir.
Aku belajar hadir tanpa menuntut dilihat.
Karena tak semua kehadiran harus mencuri perhatian; kadang justru yang paling tulus adalah yang paling diam.
Seperti cahaya senja yang tidak berteriak, tapi tetap memberi warna pada langit sore.
Seperti doa yang tak terdengar, tapi mengubah arah langkah seseorang di kejauhan.
Mungkin memang tidak semua orang perlu tahu aku ada — cukup semesta yang mencatat bahwa aku pernah menghadirkan kebaikan tanpa pamrih.
Aku juga belajar menyukai tanpa harus diakui.
Ada keindahan dalam menyukai sesuatu tanpa ingin memilikinya, tanpa berharap balasan, tanpa perlu pengakuan apa pun.
Rasa suka itu menjadi bentuk syukur — bahwa aku masih bisa merasakan hangatnya kagum, tanpa berubah menjadi tuntutan.
Aku bisa menyukai seseorang seperti aku menyukai hujan: datang, membasahi, lalu pergi tanpa janji.
Dan tak apa, karena setelahnya, tanah hati ini tetap subur oleh ketulusan yang pernah menetes.
Dan akhirnya, aku belajar mencintai tanpa harus memiliki.
Sebab cinta bukan perjanjian atas kepemilikan, melainkan kebebasan dua jiwa untuk tetap tumbuh meski tak bersanding.
Cinta yang dewasa tak menjadikan yang dicintai sebagai “bagian dari diriku”, tapi tetap menghormatinya sebagai “dirinya sendiri.”
Cinta sejati tidak membelenggu — ia justru memerdekakan.
Dan barangkali, di situlah bentuk cinta paling murni: ketika kita mampu mendoakan tanpa harus bersama, mampu menjaga tanpa harus menggenggam, mampu bersyukur atas kehadirannya tanpa menuntut keberlanjutan.
Kini aku paham, bahwa keindahan hidup tidak selalu datang dari balasan, tapi dari kesadaran bahwa yang tulus tidak pernah sia-sia.
Hadirku, meski tak dilihat, tetap bernilai.
Sukaku, meski tak diakui, tetap nyata.
Dan cintaku, meski tak dimiliki, tetap hidup — di ruang sunyi yang hanya bisa didengar oleh hati yang tenang.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
![]() |
Ilustrasi ketenangan (sumber gambar dibuat oleh ChatGPT) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Aku Belajar Hadir tanpa Menuntut Dilihat, Aku Belajar Menyukai tanpa harus Diakui, dan Aku Belajar Mencintai tanpa harus Memiliki"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*