Aku tahu, sekarang kondisiku masih belum pulih sepenuhnya. Aku sadar, kini batinku masih belum sembuh total. Intinya, jiwaku berada di persimpangan. Berhenti sejenak untuk menata diri.
Bagi orang-orang yang tak tahu kisah hidupku serta sejumlah individu penghisap warasku, boleh jadi menganggap aku cengeng. Aku disebut mempunyai daya juang lembek dan bermental tempe. "Begitu aja kok dramatis?" Itulah pikir mereka.
Entah, kalau mereka yang menjalani hidup sepertiku dari awal hidup sampai dewasa, mungkin saja mereka bakal mengalami gangguan skizofrenia parah. Bahkan, mengakhiri hidup sendiri. Setidaknya, jiwanya ikut rusak karena turut menjadi predator empati.
Jati diri mereka bakal dimatikan sendiri. Prinsip hidup dikebiri sendiri. Moralitas dan idealitas sudah dianggap usang. Bagi mereka, yang utama adalah citra diri. Penuh kepura-puraan pun tak jadi soal.
Mereka menggunakan mode hidup bertopeng. Penuh manipulasi. Rela jadi budak kaum tak punya belas kasih disertai dalih "Demi bertahan hidup dengan normal." Padahal, itu hanya hubungan semu.
Kelihatannya, hidup mereka sukses. Tampaknya, hidup mereka bahagia. Namun, itu hanya di permukaan. Nyatanya, batin mereka amat sering bergemuruh. Selalu kurang dan terus-menerus memburu validasi.
Aku tak mau menjalani kehidupan rapuh seperti di atas. Aku ingin tumbuh. Aku ingin hidup dengan sadar. Aku tak mau lagi menyetel mode hidup bertahan. Aku harus bebas dan selamat dari mereka.
Mulai sekarang, aku putuskan untuk hijrah. Pindah tempat ke luar kota jauh di sana. Lokasi persisnya tetap aku rahasiakan. Agar aktivitas aku di komunitas baru tersebut tak mendapat gangguan dari mereka beserta kroni-kroninya.
Perlu ditekankan, ini bukan kisah tentang lari dari medan perang. Sebab, sejatinya aku bukan sedang berperang dengan mereka. Aku juga sudah tak ingin menyelamatkan mereka. Sebab, aku memilih menghargai hidupku sendiri.
Tentu, apalagi buat apa menaklukkan mereka, kalau mereka sendiri tak mau refleksi diri? Mereka terus menyangkal punya gangguan kepribadian yang merusak kewarasanku. Justru, menganggap aku yang aneh dan gila. Sungguh melelahkan.
![]() |
| Ilustrasi melangkah pergi (sumber foto Pixabay.com) |





Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Hijrahku bukan Lari dari Masalah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*