Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Cerita Motivasi: Pilihan Hidup


Pilihan Hidup
Oleh: Tim Banjir Embun



CERITA MOTIVASI—Pilihan Hidup. Pada suatu hari ada seorang pemuda yang sedang merenungi tentang kehidupan. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri “Buat apa di kala muda bekerja keras namun saat ujung usia mengalami sakit-sakitan dan tidak bisa menikmati harta kekayaan yang telah dikumpulkan sedari muda?” 


Baca juga:
Cerita Nyata Aktivitas Kampus Terkena Racun Cinta

Berpergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan


Cerita Inspirasi: Ganteng-ganteng Baik Hati




Ia bertanya-tanya pada diri sendiri. Menggunggat segala kemapanan yang ada dipikirannya selama ini. Kemudian ia melanjutkan permenungannya “Saat muda bekerja keras dan saat tua mengatur, mengarahkan, dan membimbing jalur kehidupan anak-anaknya agar bisa mengikuti jejaknya. Bahkan diupayakan melebihi dirinya. Agar bisa membanggakan. Untuk apa hidup ini kalau hanya seperti itu?”





Dia berfikir sejenek sambil menghela nafas, menghirup udara segar dari hasil proses fotosintesis tumbuhan di sekitarnya. Di kala terik matahari yang lagi terang benderang. Di tengah kota seperti ini memang sangat enak untuk berteduh di bawah pohon kelengkeng pada taman tengah kota.


Kemudian datanglah seorang perempuan renta yang tampak kepayahan. Berambut putih, berwajah keriput, dan berkerudung. Ia adalah seorang ibu yang berasal dari kampung. Datang ke kota dengan menggunakan kereta api. Kemudian nenek itu duduk di bawah pohon yang berada tepat beberapa meter di depan si pemuda.




Ilustrasi Pilihan hidup (sumber gambar renunganhariini)

Sang Nenek mengkipaskan kerudungnya ke muka. Sambil berulang kali menghela nafas. Entah angin dari mana membuat permenungan pemuda tersebut berhenti untuk sesaat. Konsentrasinya tertuju penuh pada sang nenek. “Nenek ini pasti bukan orang daerah sini” pikir ia sejenak. 


Prasangkanya bukan tanpa alasan, sang nenek memakai baju batik yang mencolok. Membawa tas besar yang tampaknya berisi baju, dan memakai kerudung yang agak kusut akibat perjalanan jauh.  “Lalu di manakah saudaranya? Apakah dia datang ke kota ini sendiri? Dari tadi kok belum ada orang yang menemaninya berteduh?” Ia mulai banyak bertanya, membuatnya makin tambah penasaran.


Kemudian sang nenek tampak akan membuka botol air mineral yang baru saja ia beli di stasiun. Namun ia tidak bisa membukanya. Saat beli ia lupa meminta tolong untuk membukakan tutup pada pedagang asongan. Lalu sang nenek datang menghampiri si pemuda. Ia minta tolong untuk membukakan botol air mineral yang memang susah untuk dibuka. Apalagi untuk ukaran nenek-nenek. 


Sambil membuka botol pemuda tersebut bertanya “Kelihatannya nenek bukan asli daerah sini, nenek mau ke mana?” Nenek menjawab “Nenek mau bertemu cucu... Makasih nak, nenek tadi lupa minta pedagang asongan di stasiun untuk membukakan”. 


Dengan pelan dan datar  pemuda itu bertanya lagi “Mohon maaf nek saya lancang, kenapa anak atau cucu nenek saja yang ke rumah nenek atau paling tidak mereka menjemput nenek ke sini?” Setelah selesai minum sang nenek menjawab lagi “Nenek ingin buat kejutan pada anak dan cucu........(behenti sejenak) Nak mau gak ikut nenek makan di sana?” Nenek berseru sambil jemarinya menunjuk sebuah restoran ‘bintang lima’. 


Sang pemuda terhenyak sejenak bertanya-tanya karena terheran. Dia bertanya dalam hati “Apakah nenek ini punya uang untuk membayar makanan senilai ratusan ribu bahkan untuk menu tertentu bisa jadi harganya jutaan?” Namun ia tak berani ungkapkan pertanyaan itu pada nenek. Tak berselang lama sang nenek meyakinkan pemuda "Jangan khawatir nak, nenek bawa ATM. Isinya cukup untuk membayar."  



Pada akhirnya pemuda tersebut menerima ajakan nenek untuk makan di restoran. Di sela-sela mencicipi sajian lobster besar berkualitas super sang pemuda itu bertanya lagi “Mohon maaf nek, kalau boleh tahu kenapa nenek tidak naik pesawat saja terus dari bandara naik taksi sampai ke rumah cucu nenek?” 


Nenek tersebut tersenyum sambil bercerita “Nenek adalah orang kampung yang tak biasa hidup dengan peralatan yang canggih dan mewah. Nenek pernah naik pesawat dan naik taksi. Tapi entah kenapa nenek merasa asing dan bukan menjadi diri nenek lagi ketika nenek sendirian naik pesawat dan taksi. Nenek biasa naik kereta api atau bis. Dengan naik seperti itu bisa melihat pengemis, pedagang asong, pengamen, dan melihat berbagai macam orang yang berpenampilan sederhana” 


Pembicaraan nenek berhenti sejenak. “Nenek sudah tua, mungkin umur nenek tak lama lagi. Bolehkan saat ini nenek melakukan hal-hal yang benar-benar nenek sukai......” Nenek itu melanjutkan lagi. Kemudian sang pemuda ganti menanggapi pembicaraan nenek dengan candaan “Memang nenek apa benar-benar gak suka kemewahan? Itu semua kan bisa memanjakan nek?” 


Sambil menimpali makanan ke piring pemuda sang nenek berkata “Kenapa sekalian aja kamu gak tanya kenapa nenek gak hidup di panti weda (baca: panti jompo)? Atau kenapa nenek tidak tinggal aja di rumah terus menikmati sisa usia di rumah anak nenek dan diasuh perawat? Memangnya hal seperti itu nikmat?” Pemuda tersebut termangu kaget seakan nenek mengetahui apa yang ada dibenaknya.


“Saat suami nenek dulu masih hidup, nenek tak pernah merasa sesepi ini. Oleh karena itu, rasa sepi ini nenek isi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa melupakan perasaan ini. Nenek duduk bersamamu, ngobrol, dan makan bersama ini adalah kebahagiaan bagi nenek.” Pemuda itu menimpali “Kalau saya malah tambah senang lagi nek, bisa makan gratis he he he.....” Nenek menyambung lagi “Kamu itu bisa aja, mau nambah lagi gak? Mumpung nenek tidak sedang terburu-buru.”  



Pemuda itu bermenung sambil menunggu pesanan hidangan penutup “Inilah hidup yang sebenarnya, tidak dikekang oleh kebiasaan. Walaupun nenek punya uang, bukan berarti dia harus boros mengeluarkan bila itu tak ada arti. Uang tidaklah segalanya. Mungkin saat muda nenek ini sudah pernah foya-foya, tapi kenyataannya saat tuanya dia sangat cerdas untuk mengetahui apa yang ia butuhkan. Ia tidak lagi butuh kebahagiaan yang disebabkan oleh keunggulan ragawi (kemewahan, kecanggihan alat, dan uang). Ia lebih membutuhkan kebahagiaan hati. Kebahagiaan hati adalah apabila ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain terutama pada orang yang lebih lemah darinya. Tentu juga ketika bisa membantu orang lain. Walau dalam bentuk sederhana. Mungkin aku adalah satu diantara beberapa orang yang telah nenek bantu. Paling tidak membantu mengeyangkan perutku.”(BE/09/06/12)
Selesai.
Silakan cerita ini anda simpulkan sendiri.....








Baca tulisan menarik lainnya: