Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Pengertian dan Hukum Poligami

 Terima kasih, blog Banjir Embun telah dipercaya untuk digunakan sebagai referensi karya tulis oleh beberapa akademisi dan calon ilmuwan muda. Berikut puluhan BUKTI blog Banjir Embun mendapat kepercayaan masyarakat ilmiah (ilmuwan):



Buku A. Rifqi Amin (pendiri Banjir Embun) berjudul: 



Pengertian dan Hukum Poligami

Oleh: Fahad Asadulloh 
    Foto: Fahad Asadulloh (sumber foto: facebook )
(facebook: fahad.asadulloh@yahoo.co.id)

(Mahasiswa S2 Pascasarjana STAIN Kediri dan santri di 
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Ma'unah-Sari Bandar Kidul Kediri Jawa Timur.)


            Kata poligami, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu polus yang berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila pengertian kata ini digabungkan, maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang.[1]
            Sedangkan pengertian poligami menurut Kamus Bahasa Indonesia, adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan.[2]
            Para ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang beristri lebih dari seorang dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus yang berarti banyak dan gune yang berarti perempuan. Sedangkan bagi seorang istri yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berarti banyak dan andros berarti lak-laki.[3]
            Jadi, kata yang tepat bagi seorang laki-laki yang mempunyai istri lebih dari seorang dalam waktu yang bersamaan adalah poligini bukan poligami. Meskipun demikian, dalam perkataan sehari-hari yang dimaksud poligami itu adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan dalam waktu yang bersamaan. Sebenarnya yang dimaksud poligami menurut masyarakat umum adalah poligini. 
            Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, dengan demikian Undang-undang No. 1 tahun 1974 menganut asas monogami.
            Namun demikian bukan berarti poligami sama sekali tidak diperbolehkan, dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa: “Pengadilan dapat memberi ijin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”[4]. Maksud dari pasal 3 di atas adalah apabila seorang pria ingin menikah lebih dari seorang (poligami) maka harus memperoleh izin dari Pengadilan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
            Permasalahan poligami sebenarnya juga sudah dijelaskan di dalam nash-nash baik dalam al-Qur’an maupun hadits. Seperti halnya dalam undang-undang, Syaria’at Islam pun menghendaki adanya pernikahan yang monogami meskipun juga memperbolehkan adanya poligami. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 3:
(ayat al Qur’an tidak bisa ditampilkan di blog ini)
Artinya: Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga, dan empat. Kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. Al-Nisa'(4): 3).[5]

Berkaitan dengan masalah ini, Rasyid Ridha mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Masyfuk Zuhdi, sebagai berikut:
Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/madharat daripada manfaatnya, karena manusia menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi , jika hidup dalam kehidupan keluarga poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara isteri beserta anaknya masing-masing. Karena itu, hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat/watak cemburu, iri hati dan suka  mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat pula membahayakan keutuhan keluarga. Karena itu, poligami hanya dibolehkan dalam keadaan dharurat. Misalnya isteri ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah satu dari tiga human investmen yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia, bahwa amalnya tidak tertutup berkah adanya keturunan yang shaleh yang selalu berdo’a untuknya. Maka dalam keadaan istri mandul dan suami tidak mandul berdasarkan keterangan medis hasil laboratoris, suami diizinkan berpoligami dengan syarat-syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah dan giliran waktu tinggalnya.[6]

            Mengenai hukum poligami itu sendiri, Rasyid Ridha juga menetapkan bahwa hukum poligami berstatus mubah, sebab hukum Islam secara mutlak tidak mengharamkan dan tidak pula memberikan dispensasi (kelonggaran) mengingat watak laki-laki yang memiliki kemampuan tinggi dalam berbagai bidang (termasuk dalam perkawinan yang cenderung poligami) sehingga dalam melakukannya harus mempertimbangkan dahulu madharatnya.[7]



[1] Supardi Mursalin, Menolak Poligami, Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam  ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 15.
[2] Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, t.t), 693.
[3] Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat  ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 352.
[4] Undang-Undang Perkawinan di Indonesia  ( Surabaya: Arkola,t.t), 56.
[5]Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: PT.  Kumudasmoro Grafindo ,1994), 115.
[6]Lihat Masyfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam (Jakarta:PT. Gita Karya,1998), 12.
[7] Umar Syihab, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran  (Semarang:Karya Toha Putra,t.t), 120.




Baca tulisan menarik lainnya:

2 Tanggapan untuk "Pengertian dan Hukum Poligami"

  1. Sayang surat annisa'nya ( ayat 3 )..dpotong potong...dan penjelasannya kurang bagus...
    Kalo aku menilai jauh dari kata matang..

    BalasHapus
  2. Sayang surat annisa'nya ( ayat 3 )..dpotong potong...dan penjelasannya kurang bagus...
    Kalo aku menilai jauh dari kata matang..

    BalasHapus

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*