Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Arti Peribahasa dalam Bahasa Jawa "Ora Usah Duwur Pokok Iyup, Ora Usah Kesuwur Pokok Guyub"

Banjirembun.com - Tulisan ini aku persembahan untuk Mas Rifqi Amin. Semoga goresan kecil ini bermanfaat untuk beliau. Setidak-tidaknya, bisa menjadi bahan renungan dan motivasi agar senantiasa mengembangkan diri menjadi manusia bermanfaat. Sebab, berdasarkan dari tulisan-tulisan beliau (terutama dua buku karya beliau sendiri) serta hasil pengamatanku, sebenarnya Mas Rifqi punya potensi istimewa. Sayangnya, barangkali masih ada sesuatu yang "menutupi."


Baik, kembali pada tema tulisan ini. Mungkin pembaca sekalian masih sangat asing dengan paribasan jowo (peribahasa jawa) berikut Ora usah duwur pokok iyup, ora usah kesuwur pokok guyub. Peribahasa tersebut secara harfiah memiliki arti "Tidak usah menjulang tinggi yang penting teduh, tidak perlu tersohor/terkenal pokoknya rukun/bersatu." Di mana, ungkapan itu sungguh memiliki kandungan makna yang sangat mendalam. Penuh dengan ajaran moral dan nilai kehidupan bermasyarakat.

Baca juga Definisi Ungkapan Bahasa Jawa "Gedang Godok Mreteli"

Perlu diketahui, pada penggalan kalimat bagian pertama yaitu di frasa "Ora usah duwur pokok iyup" merupakan pengibaratan dari sebatang pohon. Sebagaimana diketahui, suatu pohon yang tumbuh tinggi biasanya justru tidak meneduhkan. Sedangkan pohon yang rendah dan bernutrisi melimpah malah dapat memberi keteduhan serta kesejukan. Artinya, manusia semestinya bagaikan pohon tersebut. Yakni, bukan fokus pada seberapa tinggi tapi seberapa meneduhkan.

Ilustrasi pohon rendah yang memberikan keteduhan (sumber pexels.com)

Walau sebuah pohon terlihat pendek, sehingga tak terlihat banyak orang, parahnya disepelekan atau diremehkan, tapi secara "diam-diam" menghasilkan buah-buahan serta kerindangan. Banyak orang yang menikmati buahnya. Begitu pula, tak sedikit orang yang terbantu lantaran termanjakan bisa berada di bawahnya tanpa berisiko terkena panas akibat disengat teriknya matahari maupun basah kuyup disebabkan hujan. Singkatnya, meski pendek tapi dibutuhkan ataupun didatangi banyak orang.


Adapun, bagian kedua dari kalimat peribahasa di atas yaitu "ora usah kesuwur pokok guyub" merupakan pengingat/nasihat supaya tak berambisi alias memburu popularitas di tengah-tengah komunitas (Rukun Tetangga/RT, organisasi, paguyuban, kumpulan, jamaah, atau semacamnya). Maksudnya, hindari merasa si paling berjasa maupun menganggap diri sebagai si paling berhak untuk jadi pusat perhatian. Namun, hapus egoisme agar kerukunan tetap yang utama. Sebab, hidup ini bukan perlombaan/kompetisi untuk saling mendahului.


Buat apa punya jabatan tinggi, nasab tinggi (bangsawan), kelas ekonomi tinggi (hartawan), gelar pendidikan tinggi, prestasi tinggi, hingga profesi bergengsi tinggi kalau tak mampu memberikan manfaat bagi sekitarnya? Intinya, untuk apa membanggakan serta mengejar-ngejar derajat tinggi di tengah-tengah masyarakat tetapi itu semua tidak membawa faedah bagi sesama? Dengan kata lain, ternyata semua yang diperjuangkan itu hanya ingin menggapai kepentingan diri sendiri, bukan demi kemaslahatan umat.


Banyak orang yang mengoleksi piala, piagam, medali, sampai sertifikat akan tetapi  sayangnya itu dinikmati sendiri. Banyak orang yang kelihatannya ahli atau pakar di bidang tertentu, mirisnya itu semata-mata tak lebih untuk cari makan dan menumpuk uang milik sendiri. Ringkasnya, banyak orang yang berposisi tinggi dan terkenal tapi faktanya bukan supaya gampang dalam menjadi manusia bermanfaat. Sebaliknya, kedua potensi tersebut justru disalahgunakan untuk memanfaatkan/mengeksploitasi orang-orang sekitar.


Buat apa populer di dunia maya sehingga lupa dunia nyata, punya lingkaran pertemanan "tertentu" yang kental, dan mampu pamer harta benda tapi nyatanya itu semua cuma bikin pecah belah? Kemudian, untuk apa seolah-olah membantu dan memperjuangkan kepentingan publik bagaikan pahlawan "kesiangan" si penyelamat dunia tetapi ujung-ujungnya menguntungkan isi dompet pribadi? Lantas, untuk apa mengangkat citra diri sendiri agar terlihat "mulia" dengan cara menjatuhkan harga diri serta martabat orang lain?

Baca juga Tidak Harus Jadi Tokoh Agama Maupun Pendidik, Begini 3 Cara Menjadi Manusia Bermanfaat

Dadi menungso iku ora usah duwur pokok iyup lan ora usah kesuwur pokok guyub. Artinya, jadi manusia itu tidak perlu mengejar status sosial tinggi yang terpenting bisa memberi manfaat dan tak usah mengejar ketenaran asalkan mampu menjaga serta menciptakan kerukunan. Kata kuncinya adalah jadilah manusia yang bermanfaat sekaligus mampu menciptakan kerukunan. Jika tidak mampu melakukan itu maka cegah diri berbuat kerusakan/kebatilan maupun melakukan adu domba untuk pecah belah.


"Wes mudeng durong?" Artinya, "Sudah paham belum?"


Terima kasih untuk Mas Rifqi yang telah memberikan ruang mengaktualisasikan diri berupa coretan tulisan sederhana seperti ini.





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Arti Peribahasa dalam Bahasa Jawa "Ora Usah Duwur Pokok Iyup, Ora Usah Kesuwur Pokok Guyub""

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*