Di bawah ini merupakan hasil wawancara langsung kepada A. Rifqi Amin selaku penulis novel berjudul "Di Tanah Perantauan" yang populer di situs Banjirembun.com. Di mana, rangkaian kata atau ungkapan lisan diubah dalam bentuk tulisan tanpa mengurangi makna agar mudah dipahami pembaca.
Penanya: Apa pemicu atau pemantik Anda sehingga terdorong membuat karya tulis novel yang berjudul "Di Tanah Perantauan?"
Penulis: Sejujurnya, saya menulis novel tersebut sebagai sarana terapi kesehatan mental demi menjaga kewarasan sekaligus memuaskan 'sisi lain saya,' atau dari alter-ego saya, yang hampir mustahil terwujud di dunia nyata.
Penanya: Berdasarkan sinopsis novel yang saya baca di Banjirembun.com disebutkan bahwa sebagian dari cerita Anda merupakan kisah nyata, apakah itu benar?
Penulis: Sangat benar. Tetapi, hanya bagian atau seri pertama dan kedua yang didasarkan pada kisah nyata. Sedangkan, seri kelanjutannya merupakan fiksi, itu sebagai pemuas sisi alter-ego saya, yang ingin saya tampilkan dalam bentuk cerita imajenatif, tetapi menurut saya masih realistis.
Baca juga: Kisah Cinta "Absurd" Jonathan Selama 3 Tahun di SMA, Beneran Terjadi atau Cuma Halusinasi dan Ilusi?
Penanya: Jadi, apakah betul Jonathan merupakan representasi dari alter-ego Anda?
Penulis: Betul sekali.
Penanya: Apa boleh saya sebut karya sastra Anda tersebut sebagai novel semi-autobigrofi?
Penulis: Bisa dikatakan seperti itu. Meski pada bagian ketiga dan seterusnya secara kronologi merupakan fiksi, nyatanya itu juga masih bisa menggambarkan seperti apa sisi alter-ego saya yang lain. Terutama, ketika saya sendirian guna berkontemplasi dan hal-hal apa yang saya lakukan tatkala sedang menghadapi masalah.
Ilustrasi mewawancarai tokoh berpengaruh terhadap peradaban Indonesia (sumber gambar pixabay.com)
Penanya: Apa alasan Anda menggunakan nama Jonathan di novel karya Anda?
Penulis: Nama itu berasal dari Heni. Mantan saya. Kata "Jonathan" pernah saya dengar dari lisan Heni sendiri, saat kita berpapasan di teras depan kelas. Saya menganggap itu panggilan spesial dari Heni untuk saya.
Penanya: Bagaimana respon Anda ketika disapa Heni dengan sebutan Jonathan kala itu?
Penulis: Saya gugup, kaget, bingung, senang, semuanya campur aduk jadi satu. Sayangnya, saya tak berucap satu kata apapun waktu itu.
Penanya: Ternyata alasan memilih nama Jonathan sebagai tokoh novel tidak sembarangan. Pertanyaan berikutnya, hal apa yang sulit Anda lakukan di dunia nyata sehingga harus menggunakan alter-ego bernama Jonathan dalam bentuk novel sebagai penggambaran diri Anda yang lain?
Penulis: Yang paling menonjol yaitu saya merasa berat saling bertatap muka dengan Heni. Jangankan berbicara dengannya, menatap wajahnya dalam tempo lama bagi saya hal yang menyulitkan. Sampai sekarang pun, saya tak bisa membayangkan bagaimana reaksi saya ketika tiba-tiba secara tak sengaja saya bertemu dengan Heni.
Penanya: Jadi, memang benar tentang kabar bahwa Anda selama ini tidak pernah mengobrol sama sekali dengan Heni?
Penulis: Benar.
Penanya: Bila Heni sudah membaca novel Anda, apa harapan Anda dari Heni?
Penulis: Saya rasa Heni tak sempat membaca novel saya. Dia orangnya sibuk dengan berbagai lini usaha yang dimilikinya. Selain itu, saya membuat novel ini juga tak bermaksud dibaca olehnya.
Penanya: Terakhir, apa harapan Anda dari novel Di Tanah Perantauan yang telah Anda buat?
Penulis: Saya berharap novel ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda serta bisa memberi motivasi bagi semua pembaca untuk menemukan makna kehidupan. Terutama terkait pertanyaan mendasar "Untuk apa sebenarnya kita hidup?"
Itulah hasil wawancara dengan A. Rifqi Amin selaku penulis novel berjudul Di Tanah Perantauan yang telah terpublikasi di website Banjirembun.com. Semoga bermanfaat.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tanya Jawab dengan Penulis Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*