Banjirembun.com - Saya ada rasa penasaran dengan langkah bertanya pada diri "Apakah teknologi kecerdasan buatan berbasis web mampu menilai kematangan emosional (kedewasaan) seseorang hanya dengan membaca isi komunikasi di chat Whatsapp?"
Ternyata jawabannya ialah kecerdasan buatan sangat bisa menganalisis percakapan di aplikasi pesan singkat di WA. Dalam kasus pada artikel ini, saya menggunakan teknologi kecerdasan buatan bernama Gemini Google, ChatGPT, dan Perplexity yang hasilnya dapat dilihat di bawah.
Guna mengetahui seperti apa isi percakapan antara Jonathan dengan Hasan, silakan buka tautan artikel dengan judul "Chat Whatsapp Membicarakan Heni di Dunia Nyata antara Jonathan dengan Hasan yang Merupakan Tokoh Novel Berjudul 'Di Tanah Perantauan.'"
Ilustrasi ketidakmatangan emosional (sumber foto pixabay.com)
Sebelum melihat isi chat WA antara Jonathan dengan Hasan, harus diketahui dulu informasi di bawah ini:
Nickname Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan" adalah Jonathan.
Nickname Hasan Teman HENI adalah Hasan.
Berikut penilaian kecerdasan buatan terhadap Jonathan dan Hasan oleh tiga aplikasi kecerdasan buatan:
Prompt yang saya berikan kepada 3 kecerdasan buatan tersebut isinya sama yaitu "Mohon untuk menilai dari chat di bawah ini siapa yang memiliki kematangan emosional (kedewasaan)? Beri analisis mendalam🙏"
Kemudian saya juga menyertakan isi chat antara Jonathan dengan Hasan sebagaimana yang isinya berada dalam link atau tautan yang disebutkan pada judul artikel di atas.
1. Gemini Google Menyatakan Hasan lebih Matang Emosionalnya (dewasa) Ketimbang Jonathan
Berdasarkan percakapan di atas, Hasan Teman HENI menunjukkan kematangan emosional yang lebih tinggi dibandingkan dengan "Novel Berjudul 'Di Tanah Perantauan'". Berikut analisis mendalamnya:
Terima kasih telah membagikan percakapan ini. Dari interaksi antara dua tokoh dalam percakapan tersebut—Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan" (selanjutnya disebut Novel) dan Hasan Teman HENI (selanjutnya disebut Hasan)—kita bisa menganalisis siapa yang menunjukkan kematangan emosional (kedewasaan) lebih tinggi. Saya akan menguraikannya secara mendalam, objektif, dan terstruktur, berdasarkan dimensi-dimensi kedewasaan emosional seperti:
1. Cara Menyampaikan Emosi
-
Novel: Terlihat memiliki kebutuhan emosional yang kuat untuk mendapat klarifikasi atas masa lalunya, khususnya tentang cinta pertamanya. Ia menyampaikannya secara berulang-ulang, panjang, dan bertele-tele, meski sudah beberapa kali ditolak. Ia tampak sangat terikat emosional pada masa lalu, menunjukkan adanya unfinished emotional business.
-
Namun, ia juga cenderung sadar diri, mengungkapkan bahwa ia butuh itu demi "kesehatan mental" dan ingin mencari solusi. Ini menunjukkan kesadaran akan emosi pribadi, meski belum sepenuhnya matang dalam mengelolanya.
-
Ia sempat mengajak diskusi secara rasional ("kumpulkan data, analisis, baru simpulkan"), meskipun tidak diterima baik.
-
Hasan: Cenderung kasar secara verbal, cepat menghakimi ("bosen", "cinta monyet", "sakit keterlaluan"), dan tidak menunjukkan empati. Ia kurang sabar dan menghindari percakapan panjang, meskipun Novel sudah mencoba menjelaskan niatnya dengan kalimat-kalimat penuh harap.
-
Respons "sadaro kalo kamu sakit" dan "eman S3-nya" sangat merendahkan dan tidak konstruktif. Dalam kematangan emosional, kemampuan mendengar dan menghargai perasaan orang lain adalah kunci—dan ini tampaknya tidak ia tunjukkan.
2. Kemampuan Berempati
-
Novel: Secara eksplisit memohon empati ("ane mohon banget", "ane sakit", "ente empati dong"), walau kadang menuntut secara emosional. Tapi ia menyadari dirinya sedang terluka dan mencari bantuan. Ini menunjukkan kesadaran diri, sebuah komponen penting dalam kedewasaan emosional.
Hasan: Berkali-kali menyalahkan, mengejek, menuduh egois, bahkan menyebut Novel "sakit". Ia tidak mau memahami kondisi emosi Novel, dan menunjukkan minim empati.
3. Fokus pada Solusi atau Penghindaran Masalah
-
Novel: Meskipun terlalu fokus pada masa lalu, ia berusaha menyelesaikannya, mencari jawaban, dan bahkan bersedia menerima jawaban pahit. Ini adalah ciri orang yang berusaha dewasa secara emosional meski belum sepenuhnya berhasil.
Hasan: Memotong percakapan, menutup dengan kalimat "sibukan dengan Allah dan Alquran saja" bukan sebagai solusi terbuka, tapi sebagai penghindaran. Ia tidak menawarkan solusi alternatif yang rasional selain menyalahkan.
4. Kematangan dalam Konflik
-
Novel: Cenderung emosional tetapi tetap dalam batas sopan. Ia tidak menggunakan kata kasar, tetap mengajak dialog, dan tidak menyinggung pribadi Hasan secara frontal.
Hasan: Menggunakan sarkasme, judgmental remarks, dan menyerang pribadi Novel (menyebut "eman S3-nya", "sadarlah kalau kamu sakit", "egois"). Ini bentuk ketidakmatangan dalam mengelola konflik.
5. Kesiapan Melepaskan dan Menerima Realita
-
Novel: Ia belum sepenuhnya mampu melepaskan masa lalu, tetapi ia sadar akan kondisi itu dan justru mencari jalan keluar. Ia tahu bahwa berpegang terus membuatnya lelah.
Hasan: Alih-alih membantu, ia menghakimi dan memberi label tanpa menggali lebih dalam situasinya. Ia tidak menyarankan jalan tengah atau cara konkret agar temannya bisa move on secara sehat.
🧠 Kesimpulan Akhir: Siapa yang Lebih Dewasa secara Emosional?
✅ Novel menunjukkan lebih banyak elemen kedewasaan emosional, meskipun ia sedang mengalami konflik batin dan emosinya belum stabil sepenuhnya. Namun, ia memiliki:
-
Kesadaran diri yang cukup tinggi.
-
Keinginan kuat menyelesaikan konflik emosional dengan cara damai.
-
Kemampuan berkomunikasi tanpa menyerang pribadi orang lain.
-
Upaya meminta bantuan secara sopan (meskipun terlalu intens).
❌ Hasan, walaupun secara sosial dianggap sebagai ustadz dan berpendidikan, justru menunjukkan:
-
Penghakiman cepat dan kasar.
-
Minim empati.
-
Ketidaksabaran.
-
Tidak memberi ruang bagi perasaan orang lain.
📝 Catatan tambahan: Kedewasaan emosional bukan hanya soal "tidak emosional", tapi tentang bagaimana seseorang mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosinya serta bagaimana ia merespons emosi orang lain. Dalam konteks ini, Novel berada di jalur yang benar meski sedang rapuh, sementara Hasan justru tidak menunjukkan kapasitas emosional yang matang meski berada di posisi “stabil”.
Jika kamu ingin, saya bisa bantu menyarankan cara sehat bagi Novel untuk benar-benar move on tanpa melibatkan orang ketiga.
___________________________________
3. Perplexity Memberikan Tanggapan Jonathan Sedikit lebih Matang secara Emosional.
Analisis Kematangan Emosional dalam Chat
Dari chat yang diberikan antara "Novel Berjudul 'Di Tanah Perantauan'" (selanjutnya disebut Novel) dan "Hasan Teman HENI" (selanjutnya Hasan), tampak dinamika komunikasi yang cukup intens terkait masalah pribadi, khususnya seputar perceraian, perasaan masa lalu, dan pencarian solusi emosional. Berikut analisis mendalam mengenai siapa yang menunjukkan kematangan emosional lebih tinggi, beserta alasannya.
Karakteristik Kematangan Emosional
Secara umum, kematangan emosional (kedewasaan) tercermin dari beberapa indikator berikut:
Mampu mengelola emosi dan tidak mudah tersulut.
Bisa menerima kritik dan berbeda pendapat tanpa reaksi berlebihan.
Mampu berempati, memahami sudut pandang orang lain.
Tidak memaksakan kehendak atau solusi pada orang lain.
Mengambil tanggung jawab atas perasaan dan tindakan sendiri.
Mengedepankan komunikasi terbuka dan logis, bukan reaktif atau defensif.
Analisis Chat
Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan"
Kelebihan:
Cenderung menjelaskan alasan dan latar belakang tindakannya secara terbuka, misal soal perceraian dan perasaannya terhadap masa lalu.
Berusaha mencari solusi atas perasaan yang mengganjal, dan mengakui bahwa ia membutuhkan kepastian demi kesehatan mentalnya.
Menyampaikan bahwa ia siap menerima jawaban apapun, menunjukkan keterbukaan terhadap kenyataan, meski pahit.
Beberapa kali mengajak untuk berpikir logis, misal menyarankan Hasan mengumpulkan data sebelum menyimpulkan sesuatu.
Mengakui bahwa kenangan masa lalu tidak mengganggu secara signifikan dan bisa dikendalikan, menunjukkan adanya self-awareness.
Kekurangan:
Cenderung berulang kali memaksa Hasan untuk membantu menyelesaikan masalah pribadinya, bahkan setelah Hasan menunjukkan ketidaknyamanan.
Mengalami kesulitan menerima penolakan atau batasan dari Hasan, sehingga muncul respons defensif ("Yang egois ente", "Ente dewasa dikit dong").
Beberapa kali menuntut empati secara eksplisit, yang justru bisa menekan lawan bicara.
Menunjukkan ketergantungan emosional pada bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalah pribadinya.
Hasan Teman HENI
Kelebihan:
Tegas menyatakan batasan pribadinya, menolak terlibat lebih jauh dalam urusan Novel yang dianggap mengganggu pihak lain.
Mengingatkan Novel untuk kembali fokus pada hal-hal positif seperti agama dan aktivitas produktif.
Menyampaikan ketidaknyamanan secara langsung ("Sudah ganggu waktuku dan waktunya heni...").
Kekurangan:
Beberapa kali memberikan respons sarkastik, meremehkan, atau judgemental (misal: "Ya sadaro kalo kamu sakit", "Eman s3nya bayar mahal2 dan waktunya lama...").
Tidak menunjukkan upaya memahami kondisi emosional Novel, bahkan cenderung menyepelekan ("Jangan sakit keterlaluan Jon...").
Kurang berempati dan tidak menawarkan dukungan emosional yang konstruktif.
Menyimpulkan atau menuduh tanpa klarifikasi lebih lanjut, misal soal alasan perceraian ("Parah Jon...masak gara cinta monyet...").
Perbandingan Kematangan Emosional
Aspek | Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan" | Hasan Teman HENI |
---|---|---|
Pengelolaan Emosi | Cukup terbuka, namun kadang defensif dan memaksa | Tegas, namun sarkastik dan judgemental |
Empati | Menuntut empati, kurang memahami batasan orang lain | Minim empati, cenderung menyepelekan |
Komunikasi | Terbuka, argumentatif, kadang berulang | To the point, namun kurang sensitif |
Tanggung Jawab Emosi | Mengakui masalah, tapi ingin dibantu orang lain | Menghindari keterlibatan emosional |
Fleksibilitas | Kurang, cenderung memaksakan solusi | Tegas pada batasan, kurang fleksibel |
Kesimpulan dan Penilaian
Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan" menunjukkan tingkat self-awareness dan keterbukaan dalam membahas perasaan serta masalah pribadi, yang merupakan indikator kematangan emosional. Namun, ia masih mengalami kesulitan dalam mengelola ketergantungan emosional, cenderung memaksa orang lain untuk terlibat dalam masalah pribadinya, dan kurang mampu menerima batasan yang diberikan Hasan.
Hasan Teman HENI menunjukkan ketegasan dalam menjaga batasan pribadi, namun cara penyampaiannya kurang empatik dan cenderung judgemental, sehingga tidak mencerminkan kedewasaan emosional yang ideal. Ia lebih memilih menghindari masalah daripada membantu mencari solusi yang sehat secara emosional.
Secara keseluruhan, Novel lebih menonjol dalam aspek keterbukaan dan refleksi diri, tetapi kurang dalam aspek pengelolaan relasi sosial dan batasan. Hasan lebih baik dalam menjaga batasan, namun kurang empati dan komunikasinya tidak konstruktif. Jika harus memilih, Novel sedikit lebih matang secara emosional dalam konteks refleksi diri, namun keduanya masih perlu mengembangkan aspek kematangan emosional secara utuh, terutama dalam hal empati, komunikasi, dan pengelolaan relasi sosial1
____________________________________
Saya memberikan tanggapan pada kecerdasan buatan Perplexity berupa "Mohon berikan saran untuk Novel."
Begini respon Perplexity:
Saran untuk Novel Berjudul "Di Tanah Perantauan"
Berdasarkan isi chat dan prinsip-prinsip kematangan emosional, berikut beberapa saran yang dapat membantu Novel dalam menghadapi situasi emosional dan relasi sosialnya:
1. Bangun Kemandirian Emosi
Usahakan untuk tidak menggantungkan kebutuhan emosional pada orang lain, termasuk teman dekat. Belajar memenuhi kebutuhan emosional sendiri adalah langkah penting menuju kematangan12.
Latihlah self-compassion: hargai diri sendiri, akui perasaan tanpa menghakimi, dan perlakukan diri dengan kebaikan, terutama saat merasa rapuh atau kecewa2.
2. Kelola Ketergantungan Emosional
Sadari bahwa meminta orang lain menjadi perantara untuk mendapatkan kepastian tentang masa lalu bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi mereka dan berpotensi melanggar batas privasi orang lain 2.
Cobalah untuk menerima bahwa tidak semua pertanyaan tentang masa lalu harus dijawab oleh orang lain agar Anda bisa move on. Proses penyembuhan bisa dilakukan secara mandiri, misal dengan journaling, konsultasi profesional, atau berbicara dengan konselor.
3. Hargai dan Pahami Batasan Orang Lain
Salah satu ciri kedewasaan adalah kemampuan untuk memahami dan menghormati batasan yang dibuat orang lain, termasuk ketika mereka menolak terlibat dalam masalah pribadi kita1.
Jika seseorang menyatakan tidak nyaman atau tidak ingin terlibat, terimalah keputusan tersebut tanpa memaksa atau menuntut lebih lanjut.
4. Latih Perspektif dan Empati
Cobalah melihat situasi dari sudut pandang teman Anda. Mungkin mereka merasa permintaan Anda terlalu berat atau berpotensi menimbulkan masalah baru bagi pihak ketiga1.
Dengan memahami perspektif orang lain, Anda bisa mengurangi potensi konflik dan memperkuat relasi sosial.
5. Kelola Kekecewaan dan Belajar Melepaskan
Kekecewaan adalah bagian dari hidup. Belajarlah untuk menerima kenyataan, termasuk jika harapan Anda tidak terpenuhi. Fokuslah pada pertumbuhan diri dan masa depan1.
Jika kenangan masa lalu masih membayangi, carilah cara sehat untuk melepaskannya, seperti memperbanyak aktivitas positif, memperluas pergaulan, dan memperdalam spiritualitas.
6. Refleksi dan Jeda Sebelum Bereaksi
Sebelum mengirim pesan atau meminta sesuatu dari orang lain, ambil jeda sejenak untuk merenung: apakah permintaan ini adil bagi mereka? Apakah ada cara lain yang lebih sehat untuk memenuhi kebutuhan emosional Anda?1
Ringkasan Saran Praktis
Perkuat harga diri dan kemandirian emosi.
Hormati batasan dan kenyamanan orang lain.
Kelola ekspektasi serta belajar menerima dan melepaskan masa lalu.
Gunakan jeda sebelum bertindak atau bereaksi.
Fokus pada pertumbuhan dan kebahagiaan diri sendiri, bukan validasi dari luar.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, Novel dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang secara emosional, mampu membangun relasi yang sehat, serta lebih siap menghadapi tantangan hidup ke depan12.
____________________________________
Sebaga penutup artikel ini, perlu saya tekankan bahwa proses dalam menerapkan penilaian kematangan emosional (kedewasaan) individu tidak boleh dilakukan hanya dengan melihat bagaimana cara chat di Whatsapp. Disarankan, juga melakukan peninjauan dari aspek lain agar menghasilkan kesimpulan yang utuh.
Baca juga: 5 Alasan Batasi Hubungan Kontak dengan Lawan Jenis yang Pernah Dicintai
Langkah yang diterapkan dalam artikel ini hanya sebagai wawasan bahwa teknologi kecerdasan buatan mampu memberikan penilaian tentang kedewasaaan (kematangan emosional) hanya dengan melihat percakapan atau chat di Whatsapp. Tidak lebih dari itu. Semoga tulisan ini bermanfaat.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "3 Aplikasi Kecerdasan Buatan ini Mampu Menilai Kematangan Emosional atau Kedewasaan Jonathan dan Hasan, Cukup dari Cara Mereka Komunikasi di Chat Whatsapp"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*