Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Chinese Mah Beda Banget Pola Asuhnya, Pengalaman Pribadi Bertekuk Lutut di CFD Ijen Kota Malang

Banjirembun.com - Kenalin, gue Jonathan. Gue seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Malang. Gue lumayan sering olahraga dengan jalan kaki gerak cepat pada Car Free Day (CFD) di Jalan Besar Ijen, yang lokasinya cukup dekat sama kampus gue. Bisa dibilang setiap hari Ahad pagi sekitar pukul 06.00-09.00 WIB gue kerap hilir mudik menapaki jalan raya di sana.


Oh ya, gue di sini ngekos. Jarang pulang kampung, lantaran rumah orang tua gue jauh di Jakarta sana. Mau pulang juga males. Cuma capek di perjalanan. Apalagi, tatkala naik kereta maupun bus. Bahkan, naik pesawat pun sama saja. Tetap bikin pusing mengatur jadwal yang pas. Menyesuaikan dulu antara ketersediaan tiket dengan tuntutan tugas-tugas perkuliahan serta acara organisasi.

Baca juga 5 Penyebab Orang Indonesia Susah Maju Menuju Peradaban Berkembang

Gue orangnya mudah termotivasi, tergerak, dan terinspirasi ketika melihat ataupun mendengar sesuatu. Salah satunya terkait aktivitas Chinese (orang China) kelahiran Indonesia, yang menurut gue istimewa alias luar biasa. Di mana, pola asuh mereka termasuk berkategori unggul. Terutama terkait keuangan, yang menekankan terhadap penanaman mentalitas berbisnis.


Kebanyakan Chinese telah mendidik putra-putrinya untuk bermental baja, tangguh secara fisik, dan berpola pikir tahan banting guna mampu bersaing dalam urusan bisnis. Intinya, mereka sedari masih bocil (bocah cilik) sudah didoktrin dan dilatih untuk berbisnis. Kalau tidak begitu, pilihan lainnya disekolahkan dan dikuliahkan di bidang tepat agar profesinya bergaji besar. Contoh, jadi dokter.


Fakta di atas, bukan menandakan bahwa orang China sebagai kalangan yang mata duitan. Sebab, orang layak disebut mata duitan atau enggak, bukan dari jenis pekerjaan maupun hasil/capaian yang mereka terima. Melainkan, dari kerakusan atau ketamakan sehingga menghalalkan segala cara, yang di antaranya berujung menzalimi orang lain.


Salahkah orang yang sudah kaya raya melatih anaknya yang masih remaja untuk mencari duit dari titik bawah? Salahkah ada pihak kaum berduit yang mendidik anaknya untuk berdagang di lapangan sebagai ujung tombak untuk berlatih kompetisi? Kalau memang tujuannya buruk, misal menjual harga jauh lebih murah, dengan maksud mematikan pesaing itu baru dikatakan salah.


Nah, yang gue temukan dalam kasus di CFD Kota Malang baru saja ini, amat yakin bahwa itu tujuannya hanya untuk mendidik generasi Chinese. Mereka diterjunkan langsung di medan "perang" agar mentalnya terbentuk. Biar intuisi bisnis dan jiwa semangat cari uang tetap terjaga atau malah semakin meningkat. Dengan begitu, mereka mampu memahami bagaimana kondisi sesungguhnya di kehidupan nyata.

Salah satu bagian aktivitas Car Free Day Ijen Kota Malang (sumber foto koleksi pribadi)

Bukan sebuah hal yang berlebihan ada perumpamaan tentang "Seandainya batu tergeletak liar di atas tanah pun, saat disentuh oleh Chinese pasti cepat atau lambat bakal jadi emas." Hal tersebut menandakan bahwa ketika melihat anak-anak, remaja, atau orang muda dari kalangan Chinese di mana saja ditemui dapat langsung muncul benak "Kelak, pasti anak ini bakal jadi pebisnis ulung!"


Beberapa Kejadian di CFD Kota Malang yang Bikin Gue Malu Sampai Bertekuk Lutut pada Chinese

Pengalaman pribadi yang pertama terjadi sudah agak lama. Di kala itu, gue melihat ada beberapa remaja Chinese. Kalau tak salah 3 cewek dan 2 cowok. Di mana, tiga atau empat orang menjajakan dagangan kuliner menggunakan wadah plastik transparan kedap udara, yang mereka pegang di kedua tangan sambil berdiri. Sedang satunya, seperti menyiapkan sesuatu.


Lucunya, salah satu pedagang yang masih belia dengan kisaran usia 18 tahunan memakai sepatu dan busana branded. Tentu, harganya sudah di atas 500 ribu untuk sepatu. Sedangkan kaos, topi, dan celana yang dikenakan juga bukan barang tiruan alias murahan. Dengan semangatnya di hadapan gue gadis itu teriak cukup lantang "Mari kak, silakan dibeli!"


Alhasil, gue langsung "kena mental" dong. Gue seketika merasa malu sampai ingin bertekuk lutut. Mungkin saja, nilai angka duit pada tabungan gue sebagai simpanan di rekening bank walau menyentuh "dua digit," gue yakin nominal tersebut masih kalah dengan aset dan tabungan yang mereka miliki. Para bocil itu barangkali sudah diberikan beberapa tanggung jawab keuangan oleh ortu mereka.


Kejadian kedua yaitu ada seorang cewek Chinese yang awalnya sekadar jalan-jalan saja di area rute atau jalur bagi para pejalan kaki, sepeda listrik, skuter mini, sepatu roda, maupun sepeda kayuh. Dia bersama seorang cowok. Gue yakin itu bukan kerabat ataupun temannya. Namun, semacam asistennya. Dua orang itu muter-muter. Gue sempat berpapasan sama mereka setidaknya dua kali.


Pada akhirnya, mereka memutuskan "mangkal" di pinggir jalan. Sudah gue tebak, mereka berdua jualan. Tebakan gue bisa tepat lantaran saat mereka mondar-mandir, juga membawa wadah transparan yang berisi "sesuatu." Entah apa barang dagangan itu, gue tidak terlalu melihat. Gue lebih fokus ke wajah dan mata sang cewek. Lirikan matanya aduhai banget, membuat gue ke-GR-an.


Tatkala menjajakan barang jualannya, tampak banget ceweknya lebih mendominasi. Adapun, cowoknya hanya pasif yang menunjukkan gestur tubuh terlihat "inferior." Akibatnya, cenderung memilih untuk ikut apa kata cewek yang di dekatnya. Maaf, bukan maksud rasis. Cowok tersebut bukan termasuk Chinese. Barangkali statusnya masih "magang."


Kasus ketiga yang gue alami adalah terdapat 3 orang yang jualan di pinggir jalan tapi tak berada di atas trotoar. Dua orang cewek, gue curiga mereka ada hubungan adik-kakak. Sedangkan, satunya cowok. Mereka jualan barang-barang "sepele" seperti penjepit rambut, pita rambut, dan lain-lain. Entah lainnya apa yang dijual, waktu itu gue lupa karena enggak begitu memperhatikan. Sebab, gue terlalu fokus melihat mimik muka dan mata mereka.


Jualan yang mereka jajakan ditaruh di atas pinggiran aspal (jalan menuju trotoar) dengan memakai alas. Jumlahnya terbilang lumayan banyak untuk standar dagangan yang umumnya ada di Car Free Day Kota Malang. Semua masih terlihat baru dan bersih. Maksudnya, bukan barang dagangan lama yang sulit laku sehingga tidak terkesan lusuh. Lagi-lagi, untuk kali ini gue main "mata" pula saling lirik. Astaghfirullah.


Sebenarnya gue ingin banget membeli barang dagangan mereka yang telah gue sebutkan di atas. Siapa tahu memungkinkan untuk sambil bertanya-tanya terkait apa motivasi mereka mau jualan? Akan tetapi, entah kenapa rasanya berat sekali untuk berani mendekati mereka. Mungkin disebabkan mereka tipe cewek idaman gue sehingga bikin grogi. Di mana, salah satu ciri cewek yang gue suka berupa memiliki bodi tepos.

Baca juga Ini 5 Kelebihan Cewek Tepos, Tak Perlu Minder

Silakan kalian simpulkan sendiri kisah pribadi gue yang panjang lebar. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf gue kasih bumbu-bumbu "percintaan." Lagian, gua masih jomblo. Jadi, gue bebas untuk mencari pandangan mana bidadari yang bakal gue perjuangkan agar bisa jadi istri.





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Chinese Mah Beda Banget Pola Asuhnya, Pengalaman Pribadi Bertekuk Lutut di CFD Ijen Kota Malang"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*