Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Hati-hati, Salah Pilih Emoji Dapat Berdampak Fatal

Banjirembun.com - Emoticon atau emoji adalah gambar sederhana yang dipakai sebagai simbol dalam komunikasi yang difungsikan untuk memberikan reaksi khusus pada pesan dan postingan di media sosial. Boleh dikatakan, emoji untuk menanggapi alias merespon sesuatu tanpa pakai kata-kata (tulisan).


Bentuk emoji beranekaragam. Mulai dari menggambarkan ekspresi wajah, gerak tangan, makanan, terkait hobi, tampilan binatang, hingga simbol-simbol tertentu yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Di mana, emoji kerapkali dimaknai secara keliru oleh penerima dan orang yang melihatnya.


Sayangnya, penggunaan emoji yang tidak tepat seperti saat menanggapi sesuatu pesan yang isinya serius, misalnya menyangkut urusan bisnis maupun perasaan seseorang (kondisi jiwa), dapat berdampak fatal. Bukan hanya perkara berakibat renggangnya hubungan. Lebih parah, terkena kasus hukum di pengadilan 


Seperti halnya kasus Chris Achter pemilik perusahaan pertanian Swift Current Saskatchewan, yang didenda sekitar nilai 934 juta rupiah karena "cuma" mengirimkan emoji jempol (πŸ‘) sebagai tanggapan atas chat rekan bisnisnya yaitu perusahaan South West Terminal. Pemicunya, emoji itu bikin bingung.


Kedua belah pihak mengartikan, menafsirkan, atau memahami emoji jempol secara berbeda. Detailnya, pada tahun 2021 lalu Archter memberi emoji jempol sebagai respon pada foto kontrak kerja sama pembelian rami (tumbuhan keluarga jelatang atau pada bahasa jawa disebut lateng) hasil budidaya Achter.


Nahasnya, pihak South West Terminal sebagai pembeli produk pertanian milik Archter sama sekali tak memperoleh barang yang dibelinya itu. Menurut pembeli, emoji itu menyiratkan bahwa petani setuju terhadap persyaratan kontrak tersebut. Tentu, barangkali isi kontrak ditawarkan oleh pihak pembeli.


Hal berbeda, menurut Pak Tani justru emoji jempol itu hanya menunjukkan bahwa ia sekadar ingin mengapresiasi telah dikirimnya draft kontrak tersebut.  Akan tetapi, dia beralasan emoji itu bukan merujuk untuk menerima atau setuju pada isinya. Artinya, dia merasa belum mengonfirmasi untuk sepakat atau enggak.


Akhirnya, hakim di negara Kanada memutuskan bahwa emoji jempol seperti iniπŸ‘ diartikan sama validnya (dinyatakan sah) sebagai bentuk tanda tangan atau paraf. Dengan dasar yaitu berupa pengadilan perlu beradaptasi terhadap realitas baru di era digital. Yakni, tentang bagaimana cara komunikasinya.

Ilustrasi memberikan emoji jempol pada pesan di media sosial (Sumber gambar koleksi pribadi)

Usut punya usut, ternyata harga jual pasaran di waktu jadwal pengiriman hasil panen disinyalir lebih tinggi 3 kali lipat ketimbang saat "persetujuan" kontrak kerja sama. Lagi pula, pihak pembeli berpedoman pada kontrak sebelumnya yang juga telah dikonfirmasi (ditandatangani) melalui pesan teks. Dengan kata lain, tak perlu tanda tangan tinta basah.


Akhirnya, pengadilan menghukum petani di atas dengan vonis membayar 82.000 Canadian Dolar (setara US$61.442) atau kurang lebih Rp934 juta untuk kontrak yang tak dipenuhi. Landasan yang dipakai hakim yaitu dengan langkah mencari dari segala sumber terpercaya untuk mengetahui arti emoji jempol πŸ‘.


Berdasarkan penelusuran pengadilan, akhirnya ditemukan bahwa arti emoji jempol menandakan "setuju." Bahkan, itu juga dinyatakan sebagai cara non tradisional untuk "menyetujui" dokumen. Alhasil, mungkinkah ke depannya emoji-emoji lain dapat dipakai untuk cara mengadukan pelecehan ke pengadilan?





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Hati-hati, Salah Pilih Emoji Dapat Berdampak Fatal"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*