Terbaru · Terpilih · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Eksistensi Islamofobia di Negara Mayoritas Muslim Memang Ada, Masihkah Meragukan?

Banjirembun.com - Berpura-pura jadi korban (play victim), merasa jadi sasaran intimidasi, serta merasa terdiskriminasi. Itu semua merupakan sikap pengecut kaum islamophopia. Yakni, suatu ketakutan (prasangka buruk) kepada agama Islam yang berujung pada kebencian terhadap hal-hal yang terkait dengannya. Bahkan, ujungnya jadi anti Arab. Itulah propaganda mereka.


Padahal antara Arab dengan Islam sifatnya sangat berbeda. Artinya, Islam dengan budaya Arab tidak sama. Sebab pada awal kemunculan Islam, banyak sekali peradaban bangsa Arab jahiliah yang ditolak dan dihapus oleh ajaran Islam. Sebaliknya, sebagian budaya Arab yang dipandang sesuai syariat Islam tetap dipertahankan.

Baca juga Si Paling Toleran Tapi Pembenci Islam Wajib Membaca ini Agar Tak Merasa Suci dan Mulia

Nahasnya, para pendukung islamofobia justru menuduh umat Islam berperilaku intoleran dan radikal. Dua hal tersebut menjadi alat bagi mereka untuk menyerang. Dengan kata lain, dalam satu waktu mereka memosisikan diri sebagai pihak teraniaya. Sedangkan di satu bagian lainnya, memfitnah umat Muslim sebagai pelaku kejahatan. Betapa ironi yang memilukan.

Gerakan anti islamofobia di negara maju (sumber foto)

Sungguh omong kosong belaka tatkala mengaku telah menjunjung moralitas, mengangkat nilai-nilai kemanusiaan, mengklaim paling nasionalis, dan mengaku paling cinta keragaman tetapi nyatanya masih islamofobia. Buktinya, konten dan perkataan yang mereka hembuskan ujung-ujungnya selalu menyudutkan dan mencari-cari kesalahan seputar Islam.


Setidaknya walau tidak agresif menyerang, ternyata mereka menghindari fakta-fakta indahnya Islam. Segala hal tentang kebenaran dan kemuliaan agama Islam akan mereka abaikan. Fokus mereka hanya di balik layar. Dengan cara membiayai para buzzer, menaruh pion-pion di lapangan, serta bekerja sama dengan pejabat yang "satu aliran" untuk menjalankan aksi meruntuhkan umat Islam.


Islamophobia di Negara Barat Sudah Tak Laku, di Negara Mayoritas Muslim Justru Laris Manis

Tudingan kepada umat Islam sebagai pihak yang tak bertoleransi sudah banyak terjadi. Padahal kalau disimak baik-baik, perilaku intoleran juga menjadi hal umum diterapkan oleh umat beragama lain. Sayangnya, kaum islamofobia terlanjur menuduh intoleran, tetapi mereka sejatinya enggak paham apa itu definisi dari toleransi. Akhirnya, terjadilah standar ganda.


Sikap ambigu, munafik, tak adil, dan tanpa proposional membuat golongan islamofobia menjadi tertutup mata hatinya. Di mana, mereka fokus mencari-cari kesalahan umat Islam tetapi ogah mengakui kesalahan non Muslim. Mirisnya, penilaian subjektif dan ambisius yang mereka dengungkan tersebut telah disebarkan secara masif di media sosial dan media berita resmi.


Sifat memusuhi Islam dijalankan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Ada pula yang di tengah-tengah keduanya. Maksudnya, mengaburkan eksistensi islamofobia dengan cara mencampuradukan dengan urusan politik maupun ekonomi. Malahan, mereka menyisipkan nilai-nilai anti Islam dengan permasalahan kehidupan yang tidak sederhana.


Sebagai kasus saja, gerombolan islamofobia tak segan membuat konten hiburan yang terkesan lucu dan tanpa kekerasan, tetapi nyatanya itu sebagai tindakan merendahkan Islam. Misalnya, membuat video sedang minum-minuman keras (khamr) didahului dengan membaca bismilah. Kemudian, memakan daging babi tetapi memakai jilbab atau busana Muslim.


Silakan cari bukti-bukti terkait tindakan intoleransi non Muslim kepada umat Islam. Beberapa kasus yang bisa ditunjukkan sebagai bukti adanya pembenci Islam yaitu berupa terbitnya buku yang menghina Nabi Muhammad, pembakaran Masjid, penolakan/pengusiran penceramah agama Islam, hingga konten stand up comedy yang mengolo-olok atau menyinggung perasaan umat Islam.


Patut disesali, perbuatan yang sudah nyata-nyata jelas benci agama Islam di atas, malah makin ke sini semakin dilakukan secara terbuka dan vulgar. Misal, menyebut Islam sebagai agama impor dan agamanya orang Arab. Ungkapan-ungkapan sinis dan penuh kesalahpahaman tersebut dipakai sebagai metode untuk menjatuhkan mental dan harga diri umat Islam.


Padahal kalau diteliti lebih seksama, apakah masih ada "paham" atau kepercayaan yang asli dari Nusantara bertahan hingga kini? Semuanya telah musnah. Kalaupun masih ada, itu sudah "terpengaruh" oleh paham lain. Hanya kebudayaan-kebudayaan masyarakat pedalaman di sekitaran hutan yang barangkali pantas disebut terbebas dari "kontaminasi."


Fakta lain, dagangan islamophobia sudah tidak laku lagi dijual kepada masyarakat barat. Penyebabnya, orang-orang barat memiliki imun (pelindung diri) untuk menangkis hal-hal yang menyesatkan dan provokatif. Mereka merupakan masyarakat terdidik, terpelajar, dan berilmu sehingga tidak mudah diperalat. Sudah banyak masyarakat barat yang sadar bahwa Islam tak seperti yang selama ini diberitakan.

Baca juga Merasa Menjadi Si Paling Toleran di Nusantara, Tapi Kenapa Benci Islam?

Setiap kabar yang masuk, enggak mereka telan mentah-mentah. Melainkan, mereka bakal mengkroscek dan menguji dulu, apakah informasi yang diterima tingkat kebenarannya sangat bisa dipercaya? Berbanding terbalik dengan masyarakat negara berkembang dan terbelakang yang cenderung menyukai sekali isu-isu yang beredar secara viral.


Masyarakat di negara barat yang maju dan modern sadar betul bahwa mereka tahu perbedaan antara mana ajaran Islam dan mana pemeluk/penganut Islam. Mereka paham sekali setiap manusia bisa saja mengaku beragama Islam. Namun, dibalik itu ternyata enggak semua umat Islam telah menjalani hidup sesuai dengan tuntunan agama secara lurus.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Eksistensi Islamofobia di Negara Mayoritas Muslim Memang Ada, Masihkah Meragukan?"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*