Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*

Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*
Ketik "A. Rifqi Amin" di Google untuk tahu profil beliau. Bisa pula, silakan klik foto A. Rifqi Amin di atas guna mengetahui biografi beliau.

Aku sudah tak Penasaran lagi tentang Kebenaran seperti apa di Balik Topeng Indahmu

“Aku Sudah Tak Butuh Kebenaranmu Lagi”

Siapa dirimu sesungguhnya?
Pertanyaan itu dulu berkecamuk dalam pikiranku.
Aku mencoba membaca tiap gerakmu, mendengarkan tiap kata,
menerka-nerka mana dirimu yang asli, mana yang sekadar permainan peran.

Tapi kini, semua itu tak penting lagi.

Aku lelah menunggu topengmu jatuh dengan sendirinya.
Aku bosan berharap kejujuran muncul dari balik tatapan yang penuh perhitungan.
Mungkin kamu benar-benar memalsukan segalanya,
mungkin juga tidak.
Tapi itu tak lagi relevan.

Karena pada titik tertentu, aku sadar:
Ketika keaslian seseorang harus dicari terlalu dalam,
barangkali memang tak ada yang asli di sana.

Aku tahu kamu pandai menyembunyikan.
Kamu tahu persis kapan bersikap manis, kapan berjarak,
kapan tampil seperti penyelamat, dan kapan menjadi korban.
Semua terasa rapi—terlalu rapi.

Dulu aku ingin tahu siapa kamu.
Sekarang aku hanya ingin menjauh dari versi mana pun darimu.

Kamu bisa terus memainkan lakonmu.
Menampilkan wajah yang berbeda di hadapan tiap orang,
memintal simpati dan membingkai citra.
Silakan.

Aku hanya tak ingin lagi menjadi bagian dari panggung itu.

Bagiku, tak ada lagi urgensi untuk membongkar siapa dirimu sebenarnya.
Kebenaran yang terlalu rumit untuk dijangkau
seringkali bukan karena dalam, tapi karena palsu.

Dan aku sudah selesai mengejar kebenaran semu
dari seseorang yang bahkan tak jujur pada dirinya sendiri.

Aku pamit,
bukan karena aku tahu siapa kamu—
tapi justru karena aku sadar,
aku tak perlu tahu.
Tak ada nilai yang bisa kutemukan dalam menelanjangi sesuatu
yang sejak awal pun tak pernah ingin terbuka.


“Tak Lagi Perlu Tahu Siapa Kamu Sebenarnya”

Siapa dirimu sesungguhnya?

Pertanyaan itu dulu membebani kepalaku setiap hari.
Aku pernah berusaha keras mengerti,
berpikir mungkin di balik semua keanehan dan ketidakkonsistenan,
tersimpan seseorang yang tulus dan layak dipercaya.

Aku menunggu.
Aku bertahan.
Aku memberi ruang dan waktu—terlalu banyak, sebenarnya.
Tapi lambat laun aku menyadari,
aku bukan sedang menunggu kejujuran.
Aku sedang ditarik ke dalam permainan topeng
yang hanya akan melukai, bukan mengungkap.

Aku merasa kamu hanya memakai kepalsuan.
Dan entah apakah itu strategi, kebiasaan, atau bentuk perlindungan diri,
aku tak ingin menyelami lagi.

Bukan karena aku menyerah,
tapi karena aku memilih waras.

Aku tidak lagi tertarik untuk membongkar siapa dirimu sebenarnya.
Karena kalau seseorang benar-benar ingin dimengerti,
dia tak akan menyulitkan orang lain dengan teka-teki yang penuh luka.

Aku cukupkan di sini.

Kamu boleh terus bersembunyi,
boleh terus memakai berbagai versi dirimu,
boleh terus meyakinkan dunia bahwa kamu baik-baik saja
—dan aku tak akan ikut campur.

Karena aku sudah tidak butuh kebenaranmu lagi.

Aku tidak ingin bukti.
Tidak perlu pengakuan.
Dan tidak ingin menang atas narasi.

Yang kuinginkan hanya menjauh dengan tenang,
tanpa harus terbakar lebih dalam.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
Ilustrasi topeng dari panggung yang penuh manipulasi yang terabaikan (sumber gambar dibuat oleh ChatGPT)
(*)





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Aku sudah tak Penasaran lagi tentang Kebenaran seperti apa di Balik Topeng Indahmu"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*