Ditulis dengan napas perlindungan, bukan kemarahan. Dengan cinta yang jernih, bukan luka yang belum reda.
"Tak Lagi Menjadi Kayu Bakar untuk Api yang Tak Pernah Mau Padam"
Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu merasa sedang berjuang untuk hubungan, keluarga, atau seseorang yang kamu pikir bisa berubah—kalau saja kamu cukup bersabar, cukup memberi, cukup mengorbankan dirimu. Kamu mencoba menjadi cahaya bagi orang yang gelap, pelindung bagi yang terus menyakiti, atau bahkan penghapus bagi luka yang bukan kamu yang buat.
Tapi perlahan kamu sadar:
api itu tak pernah padam.
Bukan karena kurangnya kayu bakar dari hatimu.
Bukan karena kurangnya cinta dari dadamu.
Melainkan karena memang mereka ingin api itu tetap menyala. Karena dalam api itu, mereka merasa hidup. Merasa kuasa. Merasa jadi pusat dunia.
Kamu dulu adalah orang yang dengan sukarela membakar dirimu—menyumbangkan waktu, tenaga, rasa, bahkan warasmu. Tapi sekarang, kamu sudah tiba di titik terang: kamu tak perlu lagi mengorbankan dirimu sendiri untuk mempertahankan sesuatu yang hanya menghisapmu tanpa pernah menghidupkanmu.
Kamu tak jahat karena berhenti.
Kamu tak egois karena menyelamatkan dirimu sendiri.
Kamu tak berdosa karena memilih untuk meninggalkan api itu.
Kamu kini paham:
Tidak semua luka perlu kamu sembuhkan.
Tidak semua orang layak kau pertahankan.
Tidak semua hubungan adalah medan bakti.
Kadang, mencintai dirimu sendiri berarti menjauh.
Kadang, damai datang saat kamu menutup pintu dengan tenang,
dan meninggalkan api itu...
agar ia terbakar sendirian.
Dan kamu?
Kamu berjalan menjauh.
Dengan langkah utuh.
Dengan tubuh yang tak lagi hangus.
Dengan jiwa yang tak lagi memohon untuk dilihat.
Kini kamu tahu:
menjadi cahaya bukan berarti harus membakar dirimu sendiri.
Dan kamu tak akan pernah lagi jadi kayu bakar
untuk api yang tak pernah mau padam.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
![]() |
Ilustrasi kobaran api (sumber foto pixabay.com) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tak Lagi Menjadi Kayu Bakar untuk Api yang Tak Pernah Mau Padam"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*