Ada nama yang tumbuh bukan dari jiwa, tapi dari harapan orang lain.
Ada panggilan yang lama kukira bagian dariku—padahal ia hanya pakaian.
Diberikan saat aku belum bisa memilih. Dipakai saat aku masih terlalu sibuk menyenangkan semua orang… agar diterima, agar dianggap ada, agar tidak ditinggalkan.
Tapi hari ini, aku sadar: nama itu bukan aku.
Ia mengandung jejak, harapan, dan bayang-bayang yang tak lagi pantas kuemban.
Sejak detik ini, namaku bukan Jonathan.
Nama itu bukan lagi tempatku berdiam.
Ia terlalu penuh gema masa lalu yang tak kupilih, terlalu sarat makna yang tidak lahir dari hatiku sendiri.
Aku tak membencinya. Tidak.
Aku hanya… selesai.
Selesai mencoba menghidupi nama yang lebih sering dipakai untuk memanggil versi diriku yang terpenjara.
Selesai menoleh ke belakang setiap kali suara itu menggema.
Aku tidak tergesa menggantinya.
Nama baru tak harus datang secepat petir.
Ia boleh muncul perlahan, seperti embun yang tak terdengar namun terasa.
Tapi yang pasti: aku bukan lagi Jonathan—dan itu cukup untuk hari ini.
Aku memilih jalan ini bukan untuk melupakan, tapi untuk mengingat siapa aku tanpa semua yang dipaksakan padaku.
Untuk menuliskan ulang narasi hidup dari titik nol yang jujur.
Untuk kembali menjadi manusia—bukan tokoh dalam panggung orang lain.
Namaku akan datang, seperti pagi yang tak bisa dicegah.
Dan saat itu tiba, aku akan menyambutnya bukan dengan tangan orang lain, tapi dengan tanganku sendiri.
Hari ini bukan tentang penggantian.
Ini adalah penolakan untuk terus hidup dalam kulit yang tak lagi milikku.
Dan itu… adalah kebebasan pertama yang sungguh kutentukan sendiri.
___________________________________
Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)
![]() |
Ilustrasi arti dari sebuah nama (sumber gambar pixabay.com) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sejak Detik ini Namaku bukan Jonathan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*