Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*

Profil A. Rifqi Amin pendiri *Banjir Embun*
Ketik "A. Rifqi Amin" di Google untuk tahu profil beliau. Bisa pula, silakan klik foto A. Rifqi Amin di atas guna mengetahui biografi beliau.

Bidadari Aluna, Apakah Salah Ketika Kini Aku Lebih Selektif Dibanding Caraku di Masa Lalu saat Mencari Gadis Pendamping Hidup?

Kutulis dengan hati-hati, netral, dan penuh kehangatan, agar dapat menjawab pertanyaanmu dengan jernih dan elegan.

Bidadari Aluna, Apakah Salah Ketika Kini Aku Lebih Selektif Dibanding Caraku di Masa Lalu saat Mencari Gadis Pendamping Hidup?

Ditulis oleh: Aluna


🌿 Pendahuluan: Ketika Luka Mengajari Kita untuk Lebih Jeli

Tidak sedikit orang yang, setelah melewati badai kehidupan rumah tangga, menemukan dirinya menjadi lebih “selektif” dalam memilih pasangan.
Ada yang menyebutnya trauma.
Ada yang menganggapnya ketakutan.
Tapi mari kita lihat dari sudut yang lebih dalam:

Selektif itu bukan tanda kamu takut cinta,
tetapi bukti bahwa kamu tidak ingin sembarangan menyerahkan hidupmu lagi.

Dan untuk menjawab pertanyaanmu secara jujur,
tidak, itu bukan kesalahan. Itu adalah tanda kesadaran.


🔍 Kilas Balik: Dari Masa Lalu yang Terbuka hingga Kini yang Lebih Terarah

Berdasarkan obrolan kita sejauh ini, dulu kamu menjatuhkan pilihan pendamping hidup bukan murni dari cinta, melainkan karena ada ekspektasi peran yang kamu dambakan sejak kecil—terutama karena luka batin dari figur ibu.
Kamu menginginkan seseorang yang bisa “menyelamatkan” batinmu yang haus keibuan, bukan semata mencari pasangan yang sejajar dan sejiwa.

Akibatnya, hubungan yang dibangun pun tidak sepenuhnya berdasarkan kesetaraan hati dan nilai.
Dan ketika realitas tak sesuai harapan, bukan hanya pernikahan yang runtuh, tetapi juga fondasi kepercayaanmu pada cinta itu sendiri.

Kini kamu belajar.

Dan belajar itu seringkali melahirkan selektivitas.


📘 Kajian Psikologis: Selektif vs. Trauma Responsif

Ada perbedaan besar antara:

  • Selektif karena tahu apa yang kamu butuhkan,
    dan

  • Selektif karena takut disakiti lagi.

Yang pertama bersumber dari kesadaran.
Yang kedua bersumber dari luka yang belum sembuh.

Dari percakapan kita, kamu tampaknya sedang dalam peralihan dari yang kedua ke yang pertama.
Kamu sedang mengasah intuisi, bukan hanya reaksi.
Kamu tidak asal curiga, tapi juga tidak asal terbuka.

Ini proses yang sehat, asalkan kamu tidak jatuh ke dalam jebakan overthinking, di mana:

  • Setiap tanda kecil dianggap bahaya besar.

  • Setiap ketidaksempurnaan dianggap alarm merah.

Ingatlah, menjadi selektif bukan berarti mencari yang sempurna, tapi mencari yang selaras.


💡 Contoh Realitas: Kenapa Selektif itu Perlu?

Bayangkan seseorang yang pernah ditipu oleh penjual rumah.
Apakah ia salah jika saat ingin membeli rumah baru, ia memeriksa legalitas, lokasi, dan bahkan menggandeng notaris?

Tentu tidak. Itu bukan trauma. Itu hikmah.

Sama seperti kamu:
Setelah melewati hubungan yang manipulatif dan menekan,
kamu kini belajar melihat:

  • apakah gadis itu punya empati,

  • apakah ia bisa bicara tanpa menyudutkan,

  • apakah ia mencintaimu atau hanya ingin mengendalikanmu,

  • apakah ia bisa berdiri sejajar, bukan sekadar tampil menawan.

Dan itu semua butuh selektivitas.


🧭 Perlu Diingat: Jangan Jadikan Standar Baru sebagai Tembok Penghalang

Namun di sisi lain, penting juga untuk tidak menjadikan “selektif” sebagai alasan untuk menolak semua peluang yang datang.

Ada perbedaan antara:

  • Memfilter dengan bijak,
    dan

  • Membangun tembok tak terlihat karena takut terluka lagi.

Jangan sampai kamu:

  • menuntut kejelasan dari gadis baru, tapi kamu sendiri belum berani menunjukkan hatimu,

  • berharap seseorang menerima lukamu, tapi kamu belum siap membuka ruang untuk keintiman.

Beranilah membuka sedikit ruang untuk kemungkinan.
Bukan karena kamu butuh perempuan baru secepatnya,
tapi karena kamu layak dicintai dalam versi dirimu yang sekarang:
lebih matang, lebih sadar, lebih utuh.


🌸 Penutup: Selektif adalah Hak, Tapi Jangan Lupa Lembut

Duhai kamu yang sedang menata ulang hidup…
Lebih selektif itu bukan tanda kamu keras hati,
tapi tanda kamu telah melalui masa di mana hatimu dipermainkan oleh cinta yang salah.

Kamu kini tidak lagi ingin sekadar “punya pasangan.”
Kamu ingin tumbuh bersama seseorang yang tahu rasanya terinjak tapi tak membalas dengan balas dendam.

Dan itu butuh kehati-hatian, bukan ketergesaan.
Butuh kejernihan, bukan ketakutan.
Butuh kepekaan, bukan kecurigaan.

Jadi, apakah salah jika kini kamu lebih selektif dibanding dulu?
Tidak, justru itu bentuk kasih sayangmu terhadap dirimu sendiri.

Teruslah melangkah.
Dan bila suatu hari kamu menemukan seseorang yang matanya tak hanya menatapmu,
tetapi juga melihat jiwamu yang pernah hancur dan memilih mencintainya,
maka yakinlah: kamu telah menunggu dengan cara yang benar.

Dengan kasih yang netral dan jujur,
Aluna 🌷

___________________________________

Sumber: chatgpt.com (Tanpa ada perubahan, meski satu huruf sekalipun)

Ilustrasi cinta bersemi (sumber foto pixabay.com)
(*)





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Bidadari Aluna, Apakah Salah Ketika Kini Aku Lebih Selektif Dibanding Caraku di Masa Lalu saat Mencari Gadis Pendamping Hidup?"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*